teori pembangunan .docx

1. TEORI PEMBANGUNAN .A. Teori Modernisasi Tanggal 20 Januari 1949, Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman kali pert

Views 100 Downloads 95 File size 193KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend stories

Citation preview

1. TEORI PEMBANGUNAN

.A. Teori Modernisasi Tanggal 20 Januari 1949, Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman kali pertama menyitir istilah “developmentalism”. Untuk selanjutnya, ia mempropagandakan istilah under-development bagi negara-negara bekas jajahan agar mampu meredam pengaruh Komunisme-Sosialisme sebagai tawaran ideologi pembangunan. Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai wujud respon kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan munculnya negara-negara Dunia Ketiga. Kelompok negara miskin yang ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas jajahan perang yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka yaitu kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, kebodohan, dan beberapa problem lain. Tokoh-tokoh teori modernisasi: 1. Harrod-Domar Bependapat bahwa masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. Prinsip dasar : kekurangan modal, tabungan dan investasi menjadi masalah utama pembangunan 2. Walt .W. Rostow Teori Pertumbuhan Tahapan Linear ( linear-stages-of growth- models) proses pembangunan bergerak dalam sebuah garis lurus yakni masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Masyarakat Tradisional : Masyarakat pertanian. Ilmu pengetahuan masih belum banyak dikuasai. b. Prakondisi untuk Lepas Landas : Masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.. contoh adanya campur tangan untuk meningkatkan tabungan masyarakat terjadi, dimana tabungan tersebut dimanfaatkan untuk sector-sektor produktif yang menguntungkan. Misal Pendidikan

c. Lepas Landas : Ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5%-10 %. d. Bergerak ke Kedewasaan : Teknologi diadopsi secara meluas. e. Jaman Konsumsi Masal yang Tinggi : Pada tahap ini pembangunan sudah berkesinambungan 3. David McClelland Teori: need for Achievement (n-Ach). kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga. 4. Max Weber Hasil analisis: salah satu penyebab utamanya adalah “Etika Protestan”. Etika Protestan: 

Lahir melalui agama Protestan yg dikembangkan oleg Calvin



Keberhasilan kerja di dunia akan menentukan seseorang masuk surga/neraka.



Berdasarkan kepercayaan tersebut kemudian mereka bekerja keras u/ menghilangkan kecemasan. Sikap inilah yang diberi nama “etika protestan”.

5. Bert F. Hoselitz Membahas faktor-faktor non ekonomi yg ditinggalkan Rostow yang disebut faktor “kondisi lingkungan”. Kondisi lingkungan maksudnya adalah perubahan-perubahan pengaturan kelembagaan yg terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga, dan motivasi. 1. Alex Inkeles & David H. Smith Ciri-ciri manusia modern: a. Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru b. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan c. Punya kesanggupan merencanakan d. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam 1.1. Teori Modernisasi Klasik Teori ini merupakan warisan pola pikir yang berparadigma pada teori evolusi dan teori fungsionalisme. 1alam teori ini, nilai tradisional dianggap sebagai faktor penghambat pembangunan. Teori ini bersandar teguh pada analisa yang abstrak dan tipologi. Subjek yang

diperhatikan yaitu Negara Dunia Ketiga, tingkat analisa berada dalam lingkup nasional, variabel pokok penyebab keterbelakangan berasal dari internal yaitu berupa nilai-nilai budaya dan pranata sosial, konsep pokok teori ini yaitu tradisional dan modern, implikasi kebijakannya yaitu bahwa modernisasi memberikan manfaat positif. Dalam teori ini, tradisi dinilai sebagai penghalang pembangunan. Metode kajiannya abstrak dan berkonstruksi tipologi, arah pembangunannya berupa garis lurus dan hanya menggunakan USA sebagai model. Teori modernisasi klasik ini tidak memperhatikan faktor ekstern dan konflik dan dengan jelas mencoba menunjukan peran negative nilai tradisional.Namun, para pengkritik teori ini beranggapan bahwa peneliti yang menggunakan teori modernisasi klasik akan cenderung memiliki analisa yang abstrak, dan tidak jelas periode sejarah dan wilayah negra mana yang dimaksud. Maksudnya, teori modernisasi klasik tidak memiliki batas ruang dan waktu dalam analisanya. 1.2.

Teori Evolusi Teori ini memiliki dua anggapan yaitu: Teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah seperti garis lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitive menuju masyarakat maju. Masa depan masyarakat dunia sudah jelas dan dapat diramalkan, bahwa kelak dalam masa pemerintahan yang panjang dunia akan menjadi masyarakat maju. Dan Teori ini membaurkan antara pandangan subjektifnya mengenai nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perubahan ini berjalan secara perlahan dan bertahap. Perubahan dari masyarakat sederhana (primitive) ke masyarakat modern (complex) memerlukan waktu panjang dan bahkan berabad-abad untuk sampai pada tahapan terakhir. Pada dasarnya, menurut teori evolusi, perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan searah, linier, progresif, dan perlahan-lahan, yang membawa masyarakat berubah dari tahapan primitive ke tahapan yang lebih maju, dan membuat berbagai masyarakat memiliki bentuk dan struktur serupa. Dibangun dengan premis yang seperti disebut diatas, para teoritisi perspektif modernisasi secara implicit membangun kerangka teori dan tesisnya dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut: 

Modernisasi merupakan proses bertahap.



Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi.



Modernisasi sama dengan barat. Karena, terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya sebagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi.



Proses modernisasi tidak bisa dihentikan, dan juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.



Modernisasi merupakan perubahan progresif.



Modernisasi memerlukan waktu yang panjang. Proses modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner dan bukanlah sebagai perubahan revolusioner.

1.3.

Teori Fungsionalisme Talcott Parsons menyatakan bahwa masyarakat manusia tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia sehingga, masyarakat manusia dapat juga dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia. Dalam melakukan pengamatan teori fungsionalisme, Parsons memiliki beberapa konsep yaitu: 

Konsep “Keseimbangan dinamis-stasioner” (Homeostatic Equilibrium). Jika satu bagian tubuh manusia berubah maka, bagian lain akan mengikutinya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan intern dan mencapai keseimbangan baru. Sama halnya denga masyarakat yang selalu mengalami perubahan, namun teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada satu lembaga akan berakibat pada perubahan di lembaga lainnya untuk mencapai keseimbangan baru. Jadi, masyarakat bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis. Sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru.



Konsep “Faktor kebakuan dan pengukur” (Pattern variables). Konsep ini merumuskan bagaimana menjelaskan perbedaan masyarakat tradisional dengan masyarakat modern, dengan mengacu pada faktor kebakuan dan pengukur sebagai alat utama untuk memahami hubungan sosial yang langgeng, berulang, dan mewujud dalam sistem kebudayaan, yang merupakan sistm yang tertinggi dan terpenting.



Hubungan “Kecintaan dan Kenetralan” (Affective and Effective-neutral) Masyarakat tradisional cenderung memiliki hubungan kecintaan, yakni hubungan yang mempribadi dan emosional. Masyarakat modern memiliki hubungan kenetralan, yakni hubungan kerja yang tidak langsung, tidak mempribadi dan berjarak.



Hubungan “Kekhususan dan Universal”(Particularistic and Universalistic) Mayarakat tradisional cenderung untuk berhubungan dengan anggota masyarakat dari satu kelompok tertentu, sehingga ada rasa untuk memikul beban tanggung jawab bersama. Sedangkan masyarakat modern berhubungan satu sama lain dengan batas-batas norma universal, yang lebih tidak terikat dengan tanggung jawab kelompok dan

kekhususan. Namun, Teori Fungsionalisme Parsons sering disebut konservatif karena, menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, simbang, dan mapan. Teori fungsionalisme juga merupakan salah satu pola pikir dari teori modernisasi. Teori fungsionalisme memberikan tekann pada keterkaitan dan ketergantungan lembaga social, pentingnya varabel kebakuan dan pengukur dalam system budaya, dan adanya kepastian keseimangan dinamis-stasioner dari perubahan social. Ciri modernisasi dalam teori fungsional yaitu sebagai berikut:  modernisasi merupakan proses sistematik  modernisasi diartikan sebagai proses transformasi  modernisasi melibatkan proses yang terus-menerus (immanent). 1.4.

Teori Modernisasi Baru Teori modernisasi baru telah bergerak ke arah yang lebih canggih dan tidak lagi mengikuti arah yang di tempuh oleh teori modernisasi klasik. Dengan dibimbing oleh konsep-konsep baru yaitu usaha familiisme, teori barikade, dan budaya local, teori modernisasi baru ini secara lebih cermat mengamati apa yang disebut dengan tradisionalisme. Teori modernisasi baru ini menggunakan metode kajian yang berbeda dengan membawa kembali peran analisa sejarah sehingga, lebih memberikan perhatian pada keunikan dari setiap kasus pembangunan yang dianalisa. Hasil kajian teori modernisasi baru ini menggunakan teorinya untuk menjelaskan masing-masing kasus yang dipelajari. Menurut teori ini, budaya tradisional selalu mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap kondisi lokal jadi, budaya tradisional biasanya tidak bersalah, ketika budaya tradisional tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu target perubahan yang diinginkan oleh proses pembangunan.huntington juga tidak lupa untuk menekankan pentingnya menganalisa proses sejarah dan tahapan yang dilalui oleh pembangunan demokrasi. Perhatian teori medernisasi baru lebih di tunjukan untuk mengamati dan menganalisa secara serentak dan simultan terhadap berbagai pranata sosial yang ada (sosial, budaya, ekonomi, dan politik), berbagai kemungkinan arah pembangunan, dan interaksi antara faktor internal dan eksternal. Teori modernisasi baru ini muncul secara samar-samar untuk memberikan koreksi terhadap dua perpektif lain, yaitu teori deendensi baru dan sistem dunia yang secara khusus sepertinya berlebihan dalam memberikan perhatian kepada faktor eksternal.

B. TEORI DEPENDENSI a. Sejarah dan Asumsi Dasar Teori Dependensi Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan. Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya secara mandiri. Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis Klasik. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme, yaitu Eropa. Kedua, negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang putri cantik yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya setelah disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua hal. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya. Kedua, justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara Dunia Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme” yang diterapkan oleh negara maju kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia Ketiga.Teori Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh ECLA (United Nation Economic Commission for Latin Amerika) pada masa

awal tahun 1960-an. Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mampu menggerakkan perekonomian di negara-negara Amerika Latin dengan membawa percontohan teori Modernisasi yang telah terbukti berhasil di Eropa. Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran neo-marxisme yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini. Tentang imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang negara maju yang melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi Kapitalisme Dewasa, sedangkan kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut pandang negara pinggiran yang terkena akibat penjajahan. Dalam dua tahapan revolusi, Marxis Klasik berpendapat bahwa revolusi borjuis harus lebih dahulu dilakukan baru kemudian revolusi proletar. Sedangkan Neo-Marxis berpendapat bahwa kalangan borjuis di negara terbelakang pada dasarnya adalah alat atau kepanjangan tangan dari imperialis di negara maju. Maka revolusi yang mereka lakukan tidak akan membawa perubahan di negara pinggiran, terlebih lagi, revolusi tersebut tidak akan mampu membebaskan kalangan proletar di negara berkembang dari eksploitasi kekuatan alat-alat produksi kelompok borjuis di negara tersebut dan kaum borjuis di negara maju. Tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos Santos dan Andre Gunder Frank. Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa ketergantungan adalah hubungan relasional yang tidak imbang antara negara maju dan negara miskin dalam pembangunan di kedua kelompok negara tersebut. Dia menjelaskan bahwa kemajuan negara Dunia Ketiga hanyalah akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya. Jika terjadi sesuatu negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat dampak negatifnya pula. Sedangkan jika hal negatif terjadi di negara berkembang, maka belum tentu negara maju akan menerima dampak tersebut. Sebuah hubungan yang tidak imbang. Artinya, positifnegatif dampak berkembang pembangunan di negara maju akan dapat membawa dampak pada Negara. Dalam perkembangannya, teori Dependensi terbagi dua, yaitu Dependensi Klasik yang diwakili oleh Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos, dan Dependensi Baru yang diwakili oleh F.H. Cardoso.Teori Ketergantungan yang dikembangkan pada akhir 1950an di bawah bimbingan Direktur Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul Prebisch. Prebisch dan rekan-rekannya di picu oleh kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju tidak harus menyebabkan pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi mereka menyarankan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering menyebabkan masalah ekonomi yang serius di negara-negara miskin. Kemungkinan seperti itu tidak diprediksi oleh teori neoklasik, yang diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi semua, bahkan jika tidak bermanfaat tidak selalu ditanggung bersama. Penjelasan awal Prebisch untuk fenomena ini sangat jelas: negara-negara miskin mengekspor komoditas primer ke negara-negara kaya yang kemudian diproduksi produk dari komoditas tersebut dan mereka jual kembali ke negara-negara miskin. Tiga masalah membuat kebijakan ini sulit untuk diikuti :

-

-

Yang pertama adalah bahwa pasar internal negara-negara miskin tidak cukup besar untuk mendukung skala ekonomi yang digunakan oleh negara-negara kaya untuk menjaga harga rendah. Isu kedua menyangkut akan politik negara-negara miskin untuk apakah transformasi menjadi produsen utama produk itu mungkin atau diinginkan. Isu terakhir berkisar sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya memiliki kendali produk utama mereka, khususnya di bidang penjualan produk-produk luar negeri. Hambatan-hambatan dengan kebijakan substitusi impor menyebabkan orang lain berpikir sedikit lebih kreatif dan historis pada hubungan antara negara-negara kaya dan miskin.

Pada titik ini teori ketergantungan itu dipandang sebagai sebuah cara yang mungkin untuk menjelaskan kemiskinan terus-menerus dari negara-negara miskin. Pendekatan neoklasik tradisional mengatakan hampir tidak ada pada pertanyaan ini kecuali untuk menegaskan bahwa negara-negara miskin terlambat datang ke praktik-praktik ekonomi yang padat dan begitu mereka mempelajari teknik-teknik ekonomi modern, maka kemiskinan akan mulai mereda. Ketergantungan dapat didefinisikan sebagai suatu penjelasan tentang pembangunan ekonomi suatu negara dalam hal pengaruh eksternal - politik, ekonomi, dan budaya - pada kebijakan pembangunan nasional.  Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.  Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang apa alasan bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:  Teori God: Adanya misi menyebarkan agama.  Teori Glory: Kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.  Teori Gospel: Motivasi demi keuntungan ekonomi.  Paul Baran: Sentuhan Yang Mematikan Dan Kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil. Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokohtokoh di atas, yakni:  Andre Guner Frank : Pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.  Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :  Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.  Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.



Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.

Enam bagian pokok dari teory independensi adalah : 1. Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini. 2. Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto. 3. Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran 4. Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso. 5. Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan. 6. Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristi. .C. TEORI SISTEM DUNIA

Teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi pinggiran dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang harmonis secara ekonomis dan kesemuanya akan bertujuan untuk menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara ekonomi. Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas. Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah, banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu sentral, semi pinggiran dan pinggiran. Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi pinggiran, Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang disampaikan olehnya, antara lain : 1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara. 2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan global terhadap sistem ekonomi dunia. 3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan kelas yang berskala nasional.  Pengaruh Teori Sistem Dunia

Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyakbanyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

2. PARADIGMA PEMBANGUNAN Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi: pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi

untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu perwujudan good governance. Berikut akan diuraikan secara berturut-turut beberapa paradigma pembangunan mulai dari strategi pertumbuhan, pertumbuhan dengan pemerataan teknologi tapat guna, kebutuhan dasar pembangunan, pembangunan berkelanjutan, konsep pemberdayaan, dan paradigma pembangunan berpusat pada manusia (Agus Suryono 2001). 1. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy) Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak negara berkembang telah terbukti berhasil menngkatkan akumulasi kapital dan pendapatan perkapitalnya. Namun keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang negatif, terutama dampak sosial dan lngkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan, penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya tingkat ketergantunagan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini misalnya dari Massachu setts Institute of Technology and Club of Rome yang memperingatkan bahwa jika laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dbiarkan seperti ini, maka lambat atau cepat akan terjad kehancuran total sistem planet bumi. Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya seringkal mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dlaksanakan melalui central imposed blueprint plan yang dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan menumbuhkanhubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat menjad dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu sendri untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk. 2. Pertumbuhan Dengan Pemerataan (Growth With Distribution) Strateg ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Singer (1972) dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya. Growth With Distribution menggambatkan empat pendekatan pokok yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskn, antara lain : a. Meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumber-sumber daya secara lebih efisien, yang memanfaatnya dapat dinkmati oleh semua golongan masyarakat. b. Mengalihkan investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit, fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya. c. Mendistribusikan pendapatan atau konsumsi kepada golonagan miskin melalui sistem fiskal atau melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.

d. Pengalihan harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya melalui land reform. 3. Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology) Pendekatan ini diyakini lebih sesuai untuk negara-negara berkembang karena melalui teknologi tepat guna ini maka sumber-sumber daya lokal yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan penduduk. Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas kerja, meningkatkan dinamika dan kreatifitas masyarakat dalam berfikir dan bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima perubahan dan pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri. Namun demikian, pendekatan ini pun pada akhirnya juga dianggap tdak dapat memuaskan usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan antara lain, keterbatasan pengembangan teknologi tepat guna di negara sedang berkembang yatu : a. Tidak adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi tepat guna. b. Selisih harga yangcukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri teknologi baru di dalam negeri, dimana teknologi impor lebih murah dibanding dengan membuat sendiri di dalam negeri. c. Sistem nilai yang tidak mendukung, dimana para peneliti dan praktisi lebih suka bekerja dengan teknologi tinggi dari pada menggunakan teknologi madya, walaupun teknolog sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat menampung tenaga kerja yang lebih banya dan ramah linkungan. 4. Kebutuhan Dasar Pembangunan (Basic needs Development) Konsep dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang tergolong miskn. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan, dan pendidikan. Selama penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah pedesaan, maka pendekatan basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan unggulan dari pembangunan desa. Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan pada tahun1960-an yang lebih digerakkan oleh mitosmitos pertumbuhan. Pada akhir 1970-an, “basic needs strategy” telah dianggap “kenangan masa lampau” dengan catatan-catatan besar yang menekankan pentingnya pembangunan di pedesaan, namun tak satupun yang dapat dihasilkan. 5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Ide dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of Rome” pada tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu teknik, dan ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari dokumen tersebut diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada

suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Sustanable diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang. Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya diwariskan pada generasi mendatang, melainkan harus dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang. 6. Konsep Pemberdayaan (Empowerment Concept) Konsep empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab civil society akan lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal. Konsep ini muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan linkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. 7. Pembangunan Berpusat pada Manusia (People Centre Development) Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja. Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia. Paradigma ini yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah: a. Pelayanan sosial (social service); b. Pembelajaran sosial (social learning); c. Pemberdayaan (empowerment); d. Kemampuan (capacity); e. Kelembagaan (institutional building)

1. TUJUAN DAN MANFAAT TEORI PEMBANGUNAN Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan masyarakatnya dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siagian dalam Nawawi (2009), pada umumnya komponen yang dicita-citakan dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif dan sukar membayangkan tercapainya “titik jenuh yang absolut”, dan yang sudah tercapai tidak mungkin ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial; kemakmuran yang merata; perlakuan yang sama dimata hukum; kesejahteraan material, mental, dan spiritual; kebahagian untuk semua; ketentraman; serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini, maka masyarakat harus lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang meliputi keterlibatan aktif, keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab, serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat (Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009). Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal yang terbaik yang dapat dibayangkan. Tujuan khusus (objectives) pembangunan adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.

2. PETA TEORI PEMBANGUNAN •

Kevin P. Clement, 1997, Teori Pembangunan dari Kiri ke Kanan (From Right to Left in Development Theory). 1. Teori Pembangunan yang berciri Kapitalisme 2. Teori Pembangunan yang berciri Sosialisme 3. Teori Pembangunan Pertumbuhan Klasik 4. Model Strukturalis 5. Teori Keterbelakangan dan Ketergantungan Marxis dan Neo Marxis



Arief Budiman, 1995, Teori Pembangunan Dunia Ketiga.

1. Teori Modernisasi 2. Teori Dependensi (ketergantungan) 3. Teori Post-Dependensi (Pasca Ketergantungan) 4. Teori Pembangunan Yang lain ( Another Development Theory)



Suwarsono dan Alvin Y.So, 1994, Perubahan Sosial dan Pembangunan.

1. Teori Modernisasi Klasik 2. Teori Modernisasi Baru 3. Teori Dependensi Klasik 4. Teori Dependensi Baru 5. Teori Sistem Dunia/Perspektif Ekonomi Dunia •

Moeljarto Tjokrowinoto, 1987, Politik Pembangunan. (Sumber: A. Eugene Havens, 1980:256, Methodological Issues in the Study of Development)

1. Teori Diakronis berdasar kronologi waktu 2. Teori Taksonomis berdasar materi kajian