DASAR TEORI HANDSANITIZER.docx

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FITOFARMASETIK “HAND SANITIZER” Dosen Dewi Ekowati, M.Sc., Apt Kelompok V 1.

Views 219 Downloads 1 File size 630KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend stories

Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FITOFARMASETIK “HAND SANITIZER”

Dosen Dewi Ekowati, M.Sc., Apt Kelompok V 1. Aurellia Hawilla

(21154592A)

2. Via Rohmantika

(21154593A)

3. Ragil Nurul T.M

(21154594A)

4. Zainta Bela P

(21154597A)

5. Jesica Meliasari

(21154598A)

6. Yoana Kurniawati

(21154600A)

Teori IV Semester VII

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA TAHUN AJARAN 2018/2019

I. JUDUL HAND SANITIZER II. TUJUAN a.

Memahami prinsip dasar formulasi sediaan hand sanitizer dengan bahan

aktif dari alam . b.

Melakukan pengujian dan mengevaluasi sifat fisik sediaan hand

sanitizer. III. DASAR TEORI 3.1 Definisi Hand sanitizer Sanitizer adalah disenfektan khusus yang mengurangi jumlah kumankuman kontaminasi sampai tingkat yang aman bagi kesehatan masyarakat. Hand sanitizer adalah gel dengan berbagai kandungan yang cepat membunuh mikroorganisme yang ada di kulit tangan. Hand sanitizer banyak digunakan karena alasan kepraktisan pada saat darurat tidak ada air. Hand satitizer mudah dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Kelebihan hand sanitizer di utarakan menurur US FDA (Food and Drug Administration) dapat membunuh kuman dalam waktu relatif cepat (Lachman et. al 1994). 3.2 Definisi Gel Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular. 3.3 Penggolongan Gel Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu:

1. Gel sistem dua fase Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas. 2. Gel sistem fase tunggal Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan. 3.4 Keuntungan dan Kekurangan Gel Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 : a. Keuntungan sediaan gel Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik. b. Kekurangan sediaan gel Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. 3.5 Sifat dan Karakteristik Gel Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut: Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi

dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical. 1.Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan. 2.Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan. 3.Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel. 4.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. Klasifikasi Gel : 



Berdasarkan bahan pembentuk : a.

Senyawa organic

b.

Senyawa anorganic

Berdasarkan pelarut : a.

Hidrogels, pelarutnya H2O

b.

Organogels, pelarutnya etanol

3.6 Evaluasi Sediaan 1. Organoleptis Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik. 2. Homogenitas Uji untuk melihat apakah suatu sediaan sudah homogen, antara satu komponen dengan komponen yang lain tercampur merata.

3. Viskositas Viskositas diukur dengan menggunakan bantuan viscometer Brookfield. Bahan handsanitizer dimasukkan ke dalam beaker gelas dan ujung viskometer dimasukkan ke dalam sediaan dan diukur nilai viskositasnya. Pengukuran dilakukan dengan 3x pengujian (Lachman et. al 1994).. 4. pH Sebanyak 5 gram gel dilarutkan dengan aquades hingga 50 ml (larutan sampel gel 10% b/v). Elektroda pada pH meter dicuci terlebih dahulu dengan aquades selanjutnya di kalibrasi pada larutan standart pH 4 dan pH 7. Elektroda yang telah dikalibrasi dicelupkan ke sampel dan diketahui angka yang ditunjukkan pada pH meter (Lachman et. al 1994).. 5. Ukuran partikel Dilakukan dengan mengoleskan gel pada objek gelas bersih kemudian ditutup dengan cover glass, kemudian diamati menggunakan mikroskop. Diamati pada beebrapa bagian apakah menunjukkan ukuran yang sama atau berbeda jauh (Lachman et. al 1994). 6. Uji konsistensi Dilakukan dengan mengamati perubahan konsistensi dari sediaan gel yang dibuat

apakah

terjadi

pemisahan

antara

bahan

pembentuk

gel

denganpembawanya yaitu air. Pengujian konsistensi menggunakan pengujian centrifugal test dimana sampel gel disentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam kemudian diamatiperubahan fisiknya (Lachman et. al 1994). 7. Daya sebar Gel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di atas geldiletakkan kaca bulat lain atau bahan transparan lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 150 g, didiamkan 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya. Daya sebar gel yang baik antara 5-7 cm (Lachman et. al 1994). 8. Uji stabilitas

Gel disimpan pada suhu 40ºC, 25ºC, 45ºC di kulkas, suhu ruang, oven selama 30 hari hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan kelembapan. Dari hasil penyimpanan ini, diamati parameter fisikanya (Laud et al. 1994).

DAFTAR PUSTAKA [Depkes RI] .1989. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI] .1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Lachman L, Herbert A.L., Joseph L.K.. 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri II edisi ketiga. Jakarta : UI-Press. Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th edition., Principle and Practice Of Pharmaceutics, The Pharmaceutical Press, London.

LAMPIRAN

Gambar 1. Proses pembuatan basis gel

Gambar 2. Penambahan ekstrak mahkota dewa

Gambar 3. Pengujian pH sediaan

Gambar 4. Hasil uji stabilitas hand sanitizer pada suhu dingin

Gambar 5. Hasil uji stabilitas hand sanitizer dari oven