Pengantar Analisis Real I

DIKTAT KULIAH – ANALISIS PENGANTAR ANALISIS REAL I (Introduction to Real Analysis I) M. Zaki Riyanto, S.Si. e-mail: z

Views 61 Downloads 2 File size 546KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend stories

Citation preview

DIKTAT KULIAH – ANALISIS

PENGANTAR

ANALISIS REAL I (Introduction to Real Analysis I)

M. Zaki Riyanto, S.Si. e-mail: [email protected] http://zaki.math.web.id

COPYRIGHT © 2008-2009 MATH.WEB.ID

Pengantar Analisis Real I

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tulisan ini kami persembahkan kepada penggiat dan pemerhati Matematika di Indonesia

ii

Pengantar Analisis Real I

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, akhirnya penulisan buku ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sebagian besar materi buku ini diambil dari catatan kuliah Pengantar Analisis Real I di Jurusan Matematika Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004 dan 2005. Pengantar Analisis Real I merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa S-1 Matematika. Semoga dengan buku yang sederhana ini dapat membantu para mahasiswa dalam mempelajari dan memahaminya. Diharapkan mahasiswa telah mempelajari konsep logika pembuktian, himpunan, dan Kalkulus Lanjut. Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua teman kuliah di Matematika UGM angkatan 2002 dan 2003, khususnya yang telah banyak membantu, juga kepada rekan-rekan kuliah di Pascasarjana Matematika UGM angkatan 2008. Kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi kelanjutan dan sempurnanya buku ini, terima kasih.

Yogyakarta, 26 Agustus 2008 Hormat Kami

M. Zaki Riyanto, S.Si. E-mail : [email protected] http://zaki.math.web.id

iii

Pengantar Analisis Real I

DAFTAR ISI Halaman Judul……...…………………………...……………......…………….... i Halaman Persembahan..................……………………………………….............

ii

Kata Pengantar..............................……………………………………….............

iii

Daftar Isi.........……………………………………………………........................ iv Bab I.

BILANGAN REAL 1.1. Sifat-sifat Aljabar dan Urutan dalam ℝ ......................................

1

1.2. Nilai Mutlak dan Garis Bilangan Real.........................................

13

1.3. Sifat Lengkap ℝ …….………….………………………............

17

1.4. Penggunaan Sifat Aksioma Supremum........................................ 21 1.5. Interval dalam ℝ ……….………….………..…………............. Bab II.

27

BARISAN DAN DERET 2.1. Barisan dan Limit Barisan............................................................ 38 2.2. Teorema-teorema Limit................................................................ 45 2.3. Barisan Monoton .........................................................................

53

2.4. Barisan Bagian.............................................................................

56

2.5. Barisan Cauchy............................................................................

62

2.6. Sifat Barisan Divergen.................................................................

65

2.7. Deret Tak Berhingga....................................................................

68

Daftar Pustaka…………………………………………………………….....…...

74

iv

Pengantar Analisis Real I

BAB 1

BILANGAN REAL

Pada bab ini dibahas sifat-sifat penting dari sistem bilangan real ℝ , seperti sifat-sifat aljabar, urutan, dan ketaksamaan. Selanjutnya, akan diberikan beberapa pengertian seperti bilangan rasional, harga mutlak, himpunan terbuka, dan pengertian lainnya yang berkaitan dengan bilangan real.

1.1. Sifat-sifat Aljabar dan Urutan dalam ℝ Sebelum menjelaskan tentang sifat-sifat ℝ , diberikan terlebih dahulu tentang struktur aljabar dari sistem bilangan real. Akan diberikan penjelasan singkat mengenai sifat-sifat dasar dari penjumlahan dan perkalian, sifat-sifat aljabar lain yang dapat diturunkan dalam beberapa aksioma dan teorema. Dalam terminologi aljabar abstrak, sistem bilangan real membentuk lapangan (field) terhadap operasi biner penjumlahan dan perkalian biasa.

Sifat-sifat Aljabar ℝ Pada himpunan semua bilangan real ℝ terdapat dua operasi biner, dinotasikan dengan “+” dan “.” yang disebut dengan penjumlahan (addition) dan perkalian (multiplication). Operasi biner tersebut memenuhi sifat-sifat berikut:

(A1)

a + b = b + a untuk semua a, b ∈ ℝ (sifat komutatif penjumlahan)

(A2)

(a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a, b, c ∈ ℝ (sifat assosiatif penjumlahan)

(A3)

terdapat 0 ∈ ℝ sedemikian hingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a ∈ ℝ (eksistensi elemen nol)

(A4)

untuk setiap a ∈ ℝ terdapat − a ∈ ℝ sedemikian hingga a + (− a ) = 0 dan (−a ) + a = 0 (eksistensi elemen negatif atau invers penjumlahan)

(M1)

a ⋅ b = b ⋅ a untuk semua a, b ∈ ℝ (sifat komutatif perkalian)

(M2)

(a ⋅ b) ⋅ c = a ⋅ (b ⋅ c) untuk semua a, b, c ∈ ℝ (sifat assosiatif perkalian)

1

Pengantar Analisis Real I

(M3)

terdapat 1∈ ℝ sedemikian hingga 1 ⋅ a = a dan a ⋅1 = a untuk semua a ∈ ℝ

(eksistensi elemen unit 1)

(M4)

untuk setiap a ∈ ℝ , a ≠ 0 terdapat

1 1 ∈ ℝ sedemikian hingga a ⋅   = 1 dan a a

1   ⋅ a = 1 (eksistensi invers perkalian) a

(D)

a ⋅ (b + c) = (a ⋅ b) + (a ⋅ c) dan (b + c) ⋅ a = (b ⋅ a ) + (c ⋅ a ) untuk semua a, b, c ∈ ℝ (sifat distributif perkalian atas penjumlahan)

Sifat-sifat di atas telah umum diketahui. Sifat (A1)-(A4) menjelaskan sifat penjumlahan, sifat (M1)-(M4) menjelaskan sifat perkalian, dan sifat terakhir menggabungkan kedua operasi. Selanjutnya, diberikan beberapa teorema tentang elemen 0 dan 1 yang telah diberikan pada sifat (A3) dan (M3) di atas. Juga akan ditunjukkan bahwa perkalian dengan 0 akan selalu menghasilkan 0.

Teorema 1.1.1. (a)

Jika z , a ∈ ℝ dengan z + a = a , maka z = 0 .

(b)

Jika u dan b ≠ 0 elemen ℝ dengan u ⋅ b = b , maka u = 1 .

(c)

Jika a ∈ ℝ , maka a ⋅ 0 = 0 .

Bukti. (a) Menggunakan aksioma (A3), (A4), (A2), asumsi z + a = a , dan (A4), diperoleh

z = z+0 = z + ( a + (−a ) )

= ( z + a ) + ( −a ) = a + ( −a ) = 0. (b) Menggunakan aksioma (M3), (M4), (M2), asumsi u ⋅ b = b , dan (M4), diperoleh

2

Pengantar Analisis Real I

u = u ⋅1

  1  = u ⋅b ⋅    b  1 = (u ⋅ b) ⋅   b 1 = b ⋅  b = 1. (c) Karena a + a ⋅ 0 = a ⋅1 + a ⋅ 0 = a. (1 + 0 ) = a ⋅1 = a , maka a ⋅ 0 = 0 . Dengan demikian, maka teorema terbukti.



Teorema 1.1.2. Jika a ∈ ℝ , maka (a)

( −1) .a = −a .

(b)

− ( −a ) = a .

(c)

( −1) ⋅ ( −1) = 1 .

Selanjutnya, diberikan dua sifat penting dari operasi perkalian, yaitu sifat ketunggalan elemen inversnya dan bahwa perkalian dua bilangan itu hasilnya nol apabila salah satu faktornya adalah nol.

Teorema 1.1.3. (a)

Jika a + b = 0 , maka b = − a .

(b)

Jika a ≠ 0 dan b ∈ ℝ sedemikian hingga a ⋅ b = 1 , maka b =

(c)

Jika a ⋅ b = 0 , maka a = 0 atau b = 0 .

1 . a

Bukti. (a) Karena a + b = 0 , maka a+b = 0 ⇔

( −a ) + ( a + b ) = ( −a ) + 0

3

Pengantar Analisis Real I



( ( −a ) + a ) + b = −a

(A2 dan A3)

⇔ 0 + b = −a

(A4)

⇔ b = −a .

(A3)

(b) Karena a ⋅ b = 1 , maka 1 1 a ⋅ b = 1 ⇔   ( a ⋅ b ) = ⋅1 a a 1 1  ⇔  ⋅ a  (b ) = a a  ⇔ 1⋅ b = ⇔ b=

1 a

1 . a

(c) Diketahui a ⋅ b = 0 , maka 1 1 a ⋅b = 0 ⇔   ⋅(a ⋅ b) =   ⋅ 0 a a 1  ⇔  ⋅ a  (b ) = 0 a  1  ⇔  ⋅ a  (b ) = 0 a  ⇔ 1⋅ b = 0 ⇔ b = 0. Dengan cara yang sama, kedua ruas dikalikan dengan Dengan demikian teorema terbukti.

1 , maka diperoleh a = 0 . b



Teorema tersebut di atas menjelaskan beberapa sifat aljabar sederhana dari sistem bilangan real. Beberapa akibat dari teorema tersebut diberikan sebagai bahan latihan soal di bagian akhir subbab ini.

4

Pengantar Analisis Real I

Operasi pengurangan (substraction) didefinisikan dengan a − b := a + (−b) untuk a, b ∈ ℝ . Sama halnya dengan operasi pembagian (division), untuk a, b ∈ ℝ dengan b ≠ 0 didefinisikan

a 1 := a ⋅   . b b

Untuk selanjutnya, a ⋅ b cukup dituliskan dengan ab , dan penulisan a 2 untuk aa, a 3 untuk ( a 2 ) a , dan secara umum didefinisikan a n +1 := ( a n ) a untuk n ∈ ℕ . Lebih lanjut, a1 = a , dan jika a ≠ 0 , maka dapat ditulis a 0 = 1 dan a −1 untuk

1 , dan jika a

n

n ∈ ℕ , dapat ditulis a

−n

1 untuk   . a

Bilangan Rasional dan Irrasional Telah diketahui bahwa himpunan ℕ dan ℤ adalah subset dari ℝ . Elemen ℝ yang dapat dituliskan dalam bentuk

b di mana a, b ∈ ℤ dan a ≠ 0 disebut dengan bilangan a

rasional (rational numbers). Himpunan semua bilangan rasional di ℝ dinotasikan dengan ℚ . Dapat ditunjukkan bahwa penjumlahan dan perkalian dua bilangan rasional adalah bilangan rasional. Lebih lanjut, sifat-sifat lapangan juga berlaku untuk ℚ . Akan tetapi, tidak semua elemen ℝ merupakan elemen ℚ , seperti tidak dapat dinyatakan ke dalam bentuk

2 yang

b . Elemen ℝ yang bukan elemen ℚ disebut a

bilangan irrasional (irrational numbers). Akan ditunjukkan bahwa tidak terdapat bilangan rasional yang kuadratnya adalah 2. Untuk membuktikannya digunakan istilah genap dan ganjil. Suatu bilangan asli disebut genap apabila bilangan itu mempunyai bentuk 2n untuk suatu n ∈ ℕ , dan disebut ganjil apabila bilangan itu mempunyai bentuk 2n − 1 untuk suatu n ∈ ℕ .

Teorema 1.1.4. Tidak ada elemen r ∈ ℚ sedemikian hingga r 2 = 2 .

5

Pengantar Analisis Real I

Bukti. Andaikan ada r ∈ ℚ sedemikian hingga r 2 = 2 . Karena r ∈ ℚ , maka r dapat dituliskan sebagai

p dengan p dan q tidak mempunyai faktor berserikat selain 1, q 2

 p sehingga diperoleh   = 2 atau p 2 = 2q 2 . Karena 2q 2 genap, maka p 2 genap. q Akibatnya p juga genap, sebab jika ganjil, maka p = 2m − 1 untuk suatu m ∈ ℕ , atau

p 2 = ( 2m − 1) = 4m2 − 4m + 1 = 2 ( 2m2 − 2m ) + 1 yang berarti bahwa p 2 ganjil. Jadi, p 2

haruslah genap. Karena p genap, maka

p = 2k untuk suatu k ∈ ℕ , sehingga

p 2 = ( 2k ) = 4k 2 . Di lain pihak diketahui p 2 = 2q 2 dan p genap, akibatnya q ganjil, 2

sebab jika q genap, maka faktor berserikat p dan q bukan 1. Jadi, q haruslah ganjil. Sehingga diperoleh p 2 = 2q 2 ⇔ 4k 2 = 2q 2 ⇔ 2k 2 = q 2 yang berarti q genap. Timbul kontradiksi bahwa q ganjil. Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah tidak ada r ∈ ℚ sedemikian hingga r 2 = 2 .



Sifat-sifat Urutan pada ℝ Sifat urutan menjelaskan tentang kepositifan (positivity) dan ketaksamaan (inequalities) di antara bilangan-bilangan real. Ada subset tak kosong P ⊂ ℝ , yang disebut dengan himpunan bilangan-

bilangan real positif tegas, yang memenuhi sifat-sifat berikut: (i)

Jika a, b ∈ P , maka a + b ∈ P .

(ii)

Jika a, b ∈ P , maka ab ∈ P .

(iii) Jika a ∈ P , maka memenuhi tepat satu kondisi berikut: a∈P,

a =0,

−a ∈ P .

Sifat pertama dan kedua pada teorema di atas menjelaskan tentang sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan dan perkalian. Sifat yang ketiga (iii) sering disebut

Sifat Trikotomi (Trichotomy Property), sebab akan membagi ℝ ke dalam tiga jenis elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan {− a : a ∈ P} dari bilangan

6

Pengantar Analisis Real I

real negatif tidak mempunyai elemen yang sama dengan himpunan bilangan real positif. Lebih lanjut, ℝ merupakan gabungan tiga himpunan saling asing tersebut, yaitu

ℝ = P ∪ {− a : a ∈ P} ∪ {0} .

Definisi 1.1.5. (i)

Jika a ∈ P , ditulis a > 0 , artinya a adalah bilangan real positif.

(ii)

Jika a ∈ P ∪ {0} , ditulis a ≥ 0 , artinya a adalah bilangan real nonnegatif.

(iii) Jika − a ∈ P , ditulis a < 0 , artinya a adalah bilangan real negatif. (iv) Jika − a ∈ P ∪ {0} , ditulis a ≤ 0 , artinya a adalah bilangan real nonpositif. Definisi 1.1.6. Diberikan a, b ∈ ℝ . (a)

Jika a − b ∈ P , maka ditulis a > b atau b < a .

(b)

Jika a − b ∈ P ∪ {0} , maka ditulis a ≥ b atau b ≤ a .

Sifat Trikotomi di atas berakibat bahwa untuk a, b ∈ ℝ memenuhi tepat satu kondisi berikut: a >b,

a =b,

a b dan b > c , maka a > c .

(b)

Jika a > b , maka a + c > b + c .

(c)

Jika a > b dan c > 0 , maka ca > cb . Jika a > b dan c < 0 , maka ca < cb .

(d)

Jika a > 0 , maka Jika a0. a

1 b dan b > c , a, b, c ∈ ℝ . Karena a > b , maka a − b ∈ P . Karena b > c , maka b − c ∈ P . Menurut sifat urutan, maka a + b ∈ P , sehingga diperoleh

( a − b ) + (b + c ) ∈ P

⇔ a −b +b −c∈P

⇔ ( a − c ) + ( −b + b ) ∈ P ⇔ (a − c) + 0 ∈ P ⇔ a −c∈P ⇔ a > c.

(b) Jika a − b ∈ P , maka

( a + c ) − (b − c ) = a − b ∈ P .

Sehingga diperoleh bahwa

a+c >b+c. (c) Jika a − b ∈ P dan c ∈ P , maka ca − cb = c ( a − b ) ∈ P . Akibatnya ca > cb untuk c > 0 . Gunakan langkah yang sama untuk c < 0 (d) Cobalah Anda buktikan sendiri.



Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa bilangan asli juga merupakan bilangan real positif. Sifat ini diperoleh dari sifat dasar urutan, berikut ini diberikan teoremanya.

Teorema 1.1.8. (a)

Jika a ∈ ℝ dan a ≠ 0 , maka a 2 > 0 .

(b)

1> 0.

(c)

Jika n ∈ ℕ , maka n > 0 .

Teorema 1.1.9. Jika a, b ∈ ℝ dan a < b , maka a
0 , maka diperoleh 2 0
0 , maka

a =0.

Bukti. Andaikan a > 0 , maka a >

a a > 0 . Diambil ε 0 = 2 2

( ε 0 bilangan real positif

tegas), maka a > ε 0 > 0 . Kontradiksi dengan pernyataan 0 ≤ a < ε untuk setiap ε > 0 . Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah a = 0 .



Perkalian antara dua bilangan positif hasilnya adalah positif. Akan tetapi, hasil perkalian yang positif belum tentu setiap faktornya positif.

Teorema 1.1.11. Jika ab > 0 , maka berlaku (i)

a > 0 dan b > 0 , atau

(ii)

a < 0 dan b < 0 .

9

Pengantar Analisis Real I

Akibat 1.1.12. Jika ab < 0 , maka berlaku (i)

a < 0 dan b > 0 , atau

(ii)

a > 0 dan b < 0 .

Ketaksamaan (Inequalities) Selanjutnya, akan ditunjukkan bagaimana sifat urutan dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu ketaksamaan. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh 1.1.13. Tentukan himpunan A dari bilangan real x sedemikian hingga 2 x + 3 ≤ 6 .

(a)

Jawab. Diketahui x ∈ A dan 2 x + 3 ≤ 6 , maka 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤

3 . 2

3  Jadi, A =  x ∈ ℝ : x ≤  . 2  Diberikan B = { x ∈ ℝ : x 2 + x > 2} . Tentukan bentuk lain dari B.

(b)

Jawab.

Diketahui

x∈B

dan

x2 + x > 2

( x − 1)( x + 2 ) > 0 . Sehingga diperoleh bahwa (i)

atau

x2 + x − 2 > 0

atau

x − 1 > 0 dan x + 2 > 0 , atau

(ii) x − 1 < 0 dan x + 2 < 0 . Untuk kasus (i) diperoleh bahwa x > 1 dan x > −2 , yang berarti x > 1 . Untuk kasus (ii) diperoleh bahwa x < 1 dan x < −2 , yang berarti x < −2 . Jadi, himpunannya adalah

B = { x ∈ ℝ : x > 1} ∪ { x ∈ ℝ : x < −2} . Teorema 1.1.14. Jika a ≥ 0 dan b ≥ 0 , maka (a)

a < b ⇔ a2 < b2 ⇔ a < b .

(b)

a ≤ b ⇔ a2 ≤ b2 ⇔ a ≤ b .

1.1.15. Ketaksamaan Bernoulli

Jika x > −1 , maka (1 + x) n ≥ 1 + nx untuk semua

n∈ℕ.

10

Pengantar Analisis Real I

Bukti. Akan dibuktikan menggunakan induksi. Untuk n = 1 , maka

(1 + x )

1

≥ 1 + 1 ⋅ x ⇔ 1 + x ≥ 1 + x (pernyataan benar).

Misalkan benar untuk n = k , yaitu (1 + x) k ≥ 1 + kx . Akan dibuktikan benar untuk n = k + 1 , yaitu (1 + x) k +1 = (1 + x)k (1 + x) ≥ (1 + kx )(1 + x ) = 1 + kx + x + kx 2 = 1 + ( k + 1) x + kx 2 .

Karena kx 2 ≥ 0 , maka (1 + x) k +1 ≥ 1 + ( k + 1) x , yang berarti benar untuk n = k + 1 . Jadi, terbukti bahwa (1 + x) n ≥ 1 + nx untuk semua n ∈ ℕ .



1.1.16. Ketaksamaan Cauchy Jika n ∈ ℕ dan a1 ,..., an , b1 ,..., bn ∈ ℝ , maka

( a1b1 + a2b2 + ... + anbn )

2

≤ ( a12 + a2 2 + ... + an 2 )( b12 + b2 2 + ... + bn 2 )

atau 2

 n   n  n  a b  ∑ i i  ≤  ∑ ai  ∑ ai  .  i =1   i =1  i =1  2

 n   n  n  Selanjutnya, jika tidak semua bi = 0 , maka  ∑ aibi  =  ∑ ai 2  ∑ bi 2  jika dan  i =1   i =1  i =1  hanya jika terdapat s ∈ ℝ sedemikian hingga a1 = sb1 , a2 = sb2 , ..., an = sbn .

Bukti. Didefinisikan fungsi F : ℝ → ℝ sebagai berikut: F (t ) = ( a1 − tb1 ) + ( a2 − tb2 ) + ... + ( an − tbn ) , t ∈ ℝ . 2

2

2

Jelas bahwa F (t ) ≥ 0 , untuk setiap t ∈ ℝ . Selanjutnya, F (t ) = ( a12 − 2ta1b1 + t 2b12 ) + ( a2 2 − 2ta2b2 + t 2b2 2 ) + ... + ( an 2 − 2tan bn + t 2bn 2 ) = ( a12 + a2 2 + ... + an 2 ) − 2t ( a1b1 + a2b2 + ... + an bn ) + t 2 ( b12 + b2 2 + ... + bn 2 )

 n   n   n  =  ∑ ai 2  − 2t  ∑ ai bi  + t 2  ∑ bi 2  .  i =1   i =1   i =1 

11

Pengantar Analisis Real I

Ingat bahwa A + 2 Bt + Ct 2 ≥ 0 jika dan hanya jika ( 2 B ) − 4 AC ≤ 0 , yang berakibat 2

B 2 ≤ AC . Sehingga diperoleh bahwa 2

 n   n  n  a b  ∑ i i  ≤  ∑ ai  ∑ ai  .  i =1   i =1  i =1  Dengan demikian teorema terbukti.



SOAL LATIHAN SUBBAB 1.1 1. Jika a, b ∈ ℝ , tunjukkan bahwa: (a)

−(a + b) = (− a ) + (−b) .

(b)

(− a )(−b) = ab .

(c)

− a

( b ) = −ba jika b ≠ 0 .

2. Selesaikan persamaan berikut. (a)

2x + 5 = 8 .

(b)

x2 = 2 x .

3. Jika a ≠ 0 dan b ≠ 0 , tunjukkan bahwa

1  1  1  =    . (ab)  a   b 

4. Buktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t sedemikian hingga t 2 = 3 . 5. Buktikan bahwa jika a > 0 , maka

1 = a. 1 a

( )

6. Jika a, b ∈ ℝ , tunjukkan bahwa a 2 + b 2 = 0 jika dan hanya jika a = b = 0 . 2

1 1  7. Buktikan bahwa  (a + b)  ≤ ( a 2 + b 2 ) , untuk semua a, b ∈ ℝ . 2 2  8. Tunjukkan bahwa jika a ∈ ℝ dan m, n ∈ ℕ , maka a m + n = a m a n dan (a m )n = a mn . (Gunakan induksi matematik.)

12

Pengantar Analisis Real I

1.2. Nilai Mutlak dan Garis Bilangan Real Dari sifat Trikotomi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika a ∈ ℝ dan a ≠ 0 , maka a atau − a merupakan bilangan real positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai nilai positif dari dua bilangan tersebut.

Definisi 1.2.1.

Nilai mutlak (absolute value) dari suatu bilangan real a, dinotasikan

dengan |a|, didefinisikan sebagai

 a jika a > 0.  a :=  0 jika a = 0. − a jika a < 0. 

Sebagai contohnya, |3| = 3 dan −9 = 9 . Dapat dilihat dari definisi di atas bahwa

a ≥ 0 untuk semua a ∈ ℝ , dan bahwa a = 0 jika dan hanya jika a = 0 . Juga bahwa − a = a untuk semua a ∈ ℝ . Berikut ini diberikan beberapa sifat nilai mutlak.

Teorema 1.2.2. (a)

ab = a b untuk semua a ∈ ℝ .

(b)

a = a 2 untuk semua a ∈ ℝ . 2

(c)

Jika c ≥ 0 , maka a ≤ c jika dan hanya jika −c ≤ a ≤ c .

(d)

− a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ ℝ .

Bukti. (a) Jika a = b = 0 , maka terbukti. Jika a > 0 dan b > 0 , maka ab > 0 , sehingga

ab = ab = a b .

Jika

a>0

dan

b < 0,

maka

ab < 0 ,

sehingga

ab = − ab = a ( −b ) = a b .

13

Pengantar Analisis Real I

(b) Karena a 2 ≥ 0 , maka a 2 = a 2 = aa = a a = a . 2

(c) Jika a ≤ c , maka a ≤ c dan − a ≤ c yang berarti −c ≤ a ≤ c . Sebaliknya, jika −c ≤ a ≤ c , maka diperoleh a ≤ c dan − a ≤ c . Jadi, a ≤ c . (d) Gunakan langkah yang sama seperti pada (c) dengan mengambil c = a .



Berikut ini diberikan sebuah teorema yang disebut dengan Ketaksamaan Segitiga (Triangle Inequality).

1.2.3. Ketaksamaan Segitiga Jika a, b ∈ ℝ , maka a + b ≤ a + b .

Bukti. Dari Teorema 1.2.2(d), diketahui − a ≤ a ≤ a dan − b ≤ b ≤ b . Dengan menjumlahkan kedua ketaksamaan diperoleh −( a + b ) ≤ a + b ≤ a + b . Menggunakan Teorema 1.2.2.(c) diperoleh bahwa a + b ≤ a + b .



Akibat 1.2.4. Jika a, b ∈ ℝ , maka (a)

a − b ≤ a −b .

(b)

a −b ≤ a + b .

Bukti. (a) Tulis a = a − b + b dan masukkan ke dalam Ketaksamaan Segitiga. Sehingga a = ( a − b ) + b ≤ a − b + b . Kurangkan kedua ruas dengan b , diperoleh

a − b ≤ a − b . Gunakan cara yang sama untuk b = b − a + a , diperoleh − a − b ≤ a − b . Kombinasikan kedua ketaksamaan tersebut, diperoleh − a −b ≤ a − b ≤ a −b . Menggunakan Teorema 1.2.2(c) diperoleh bahwa a − b ≤ a − b .

14

Pengantar Analisis Real I

(b) Gantilah b pada Ketaksamaan Segitiga dengan –b, sehingga diperoleh

a − b ≤ a + −b . Karena −b = b , maka diperoleh bahwa a − b ≤ a + b .



Ketaksamaan segitiga di atas dapat diperluas sehingga berlaku untuk sebarang bilangan real yang banyaknya berhingga.

Akibat 1.2.5. Jika a1 , a2 ,..., an adalah sebarang bilangan real, maka

a1 + a2 + ... + an ≤ a1 + a2 + ... + an .

Contoh 1.2.6. Diberikan fungsi f yang didefinisikan dengan f ( x) =

2 x 2 − 3x + 1 untuk x ∈ [ 2,3] . 2x −1

Tentukan konstanta M sedemikian hingga f ( x) ≤ M , untuk setiap x ∈ [ 2,3] . Diketahui f ( x) =

2 2 x 2 − 3x + 1 2 x − 3x + 1 = , 2x −1 2x −1

2 x 2 − 3 x + 1 ≤ 2 x 2 + −3 x + 1 = 2 x2 + 3 x + 1 ≤ 2 ( 3) + 3 ( 3) + 1 2

= 28 dan 2x −1 ≥ 2x − 1 ≥ 2 ( 2) − 1 = 3. Sehingga

f ( x) =

2 x 2 − 3x + 1 2x −1



28 28 . Jadi, dengan mengambil M = , didapat 3 3

f ( x) ≤ M , untuk setiap x ∈ [ 2,3] .

15

Pengantar Analisis Real I

Garis Bilangan Real (The Real Line) Interpetasi geometri yang dikenal di antaranya garis bilangan real (real line). Pada garis real, nilai mutlak a dari suatu elemen a ∈ ℝ adalah jarak a ke 0. Secara umum, jarak (distance) antara elemen a dan b di ℝ adalah a − b . Perhatikan gambar berikut.

-3

-2

-1

0

1

2

3

−2 − (1) = 3 Gambar 1.1. Jarak antara a = −2 dan b = 1 . Definisi 1.2.6. Diberikan a ∈ ℝ dan ε > 0 . Persekitaran- ε ( ε -neighborhood) dari a didefinisikan sebagai himpunan Vε (a ) := { x ∈ ℝ : x − a < ε } = ( a − ε , a + ε ) .

Vε (a )

a −ε

a

a +ε

Gambar 1.2. Persekitaran Vε (a ) . Dapat dilihat bahwa x ∈ Vε (a ) jika dan hanya jika a − ε < x < a + ε . Persekitaran juga sering disebut dengan kitaran.

Teorema 1.2.7.

Diberikan a ∈ ℝ . Jika x berada dalam persekitaran Vε (a ) untuk

setiap ε > 0 , maka x = a .

Bukti. Jika x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0 , maka berdasarkan Teorema 1.1.10 diperoleh bahwa x − a = 0 , yang berakibat x = 0 .



16

Pengantar Analisis Real I

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.2 1. Jika a, b ∈ ℝ dan b ≠ 0 , tunjukkan bahwa: (a)

a = a2 ,

(b)

a a = . b b

2. Jika x, y, z ∈ ℝ dan x ≤ z , tunjukkan bahwa x ≤ y ≤ z jika dan hanya jika

x− y + y−z = x−z . 3. Jika a < x < b dan a < y < b , tunjukkan bahwa x − y < b − a . 4. Carilah semua nilai x ∈ ℝ sedemikian hingga x + 1 + x − 2 = 7 . 5. Buatlah sketsa grafik persamaan y = x − x − 1 . 6. Diberikan ε > 0 dan δ > 0 , dan a ∈ ℝ . Tunjukkan bahwa Vε (a ) ∩ Vδ (a ) dan Vε (a ) ∪ Vδ (a ) merupakan persekitaran- γ dari a untuk suatu nilai γ . 7. Tunjukkan bahwa jika a, b ∈ ℝ , dan a ≠ b , maka terdapat persekiran- ε U dari a dan V dari b sedemikian hingga U ∩ V = ∅ . 8. Tunjukkan bahwa jika a, b ∈ ℝ , maka 1 1 a + b + a − b ) dan min {a, b} = ( a + b − a − b ) . ( 2 2

(a)

max {a, b} =

(b)

min {a, b, c} = min {min {a, b} , c} .

1.3. Sifat Lengkap ℝ Pada bagian ini akan diberikan salah satu sifat dari ℝ yang sering disebut dengan Sifat Lengkap (Completeness Property). Tetapi sebelumnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep supremum dan infimum.

Supremum dan Infimum Berikut ini diperkenalkan konsep tentang batas atas dan batas bawah dari suatu himpunan bilangan real.

17

Pengantar Analisis Real I

Definisi 1.3.1. Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ . (a)

Himpunan S dikatakan terbatas ke atas (bounded above) jika terdapat suatu bilangan u ∈ ℝ sedemikian hingga s ≤ u untuk semua s ∈ S . Setiap bilangan u seperti ini disebut dengan batas atas (upper bound) dari S.

(b)

Himpunan S dikatakan terbatas ke bawah (bounded below) jika terdapat suatu bilangan w∈ ℝ sedemikian hingga w ≤ s untuk semua s ∈ S . Setiap bilangan w seperti ini disebut dengan batas bawah (lower bound) dari S.

(c)

Suatu himpunan dikatakan terbatas (bounded) jika terbatas ke atas dan terbatas ke bawah. Jika tidak, maka dikatakan tidak terbatas (unbounded).

Sebagai contoh, himpunan S := { x ∈ ℝ : x < 2} ini terbatas ke atas, sebab bilangan 2 dan sebarang bilangan lebih dari 2 merupakan batas atas dari S. Himpunan ini tidak mempunyai batas bawah, jadi himpunan ini tidak terbatas ke bawah. Jadi, S merupakan himpunan yang tidak terbatas.

Definisi 1.3.2. Diberikan S subset tak kosong ℝ . (a)

Jika S terbatas ke atas, maka suatu bilangan u disebut supremum (batas atas terkecil) dari S jika memenuhi kondisi berikut:

(1)

u merupakan batas atas S, dan

(2)

jika v adalah sebarang batas atas S, maka u ≤ v .

Ditulis u = sup S .

(b)

Jika S terbatas ke bawah, maka suatu bilangan u disebut infimum (batas bawah terbesar) dari S jika memenuhi kondisi berikut:

(1)

w merupakan batas bawah S, dan

(2)

jika t adalah sebarang batas bawah S, maka t ≤ w .

Ditulis w = inf S . Mudah untuk dilihat bahwa jika diberikan suatu himpunan S subset dari ℝ , maka hanya terdapat satu supremum, atau supremumnya tunggal. Juga dapat ditunjukkan bahwa jika u ' adalah sebarang batas atas dari suatu himpunan tak kosong

18

Pengantar Analisis Real I

S, maka sup S ≤ u ' , sebab sup S merupakan batas atas terkecil dari S. Suatu subset tak kosong S ⊂ ℝ mempunyai empat kemungkinan, yaitu

(i)

mempunyai supremum dan infimum,

(ii)

hanya mempunyai supremum,

(iii) hanya mempunyai infimum, (iv) tidak mempunyai infimum dan supremum. Setiap bilangan real a ∈ ℝ merupakan batas atas dan sekaligus juga merupakan batas bawah himpunan kosong ∅ . Jadi, himpunan ∅ tidak mempunyai supremum dan infimum.

Lemma 1.3.3. Suatu bilangan u merupakan supremum dari subset tak kosong S ⊂ ℝ jika dan hanya jika u memenuhi kondisi berikut:

(1)

s ≤ u untuk semua s ∈ S ,

(2)

jika v < u , maka terdapat s ' ∈ S sedemikian hingga x < s ' .

Lemma 1.3.4. Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ , (a)

u = sup S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat s1 ∈ S sedemikian hingga u − ε < s1 .

(b)

w = inf S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat s2 ∈ S sedemikian hingga u − ε < s2 .

Bukti. (a) ⇒ Diketahui u = sup S dan diberikan ε > 0 . Karena u − ε < u , maka u − ε bukan merupakan batas atas S. Oleh karena itu, terdapat s1 ∈ S yang lebih besar dari u − ε , sehingga u − ε < s1 . ⇐ Diketahui u − ε < s1 . Jika u merupakan batas atas S, dan jika memenuhi

v < u , maka diambil ε := u − v . Maka jelas ε > 0 , dan diperoleh bahwa u = sup S . (b) Coba buktikan sendiri.

19

Pengantar Analisis Real I

Contoh 1.3.5. (a) Jika suatu himpunan tak kosong S1 mempunyai elemen sebanyak berhingga, maka dapat dilihat bahwa S1 mempunyai elemen terbesar, namakan u, dan elemen terkecil, namakan w. Maka u = sup S1 dan w = inf S1 , dan keduanya merupakan elemen S1 . (b) Himpunan S2 := { x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai batas atas 1. Akan dibuktikan bahwa 1 merupakan supremumnya. Jika v < 1 , maka terdapat s ' ∈ S 2 sedemikian hingga v < s ' . Oleh karena itu, v bukan merupakan batas atas S2 dan karena v merupakan sebarang v < 1 , maka dapat disimpulkan bahwa sup S 2 = 1 . Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa inf S 2 = 0 .

Sifat Lengkap ℝ Akan ditunjukkan bahwa subset tak kosong ℝ yang terbatas ke atas pasti mempunyai batas atas terkecil. Sifat seperti ini disebut Sifat Lengkap ℝ . Sifat Lengkap juga sering disebut dengan Aksioma Supremum ℝ .

1.3.6. Sifat Lengkap ℝ

Jika subset tak kosong S ⊂ ℝ terbatas ke atas, maka

supremumnya ada, yaitu terdapat u ∈ ℝ sedemikian hingga u = sup S .

Akibat 1.3.7.

Jika subset tak kosong S ⊂ ℝ terbatas ke bawah, maka infimumnya

ada, yaitu terdapat w∈ ℝ sedemikian hingga w = inf S .

Bukti. Misalkan himpunan T terbatas ke bawah, T ⊂ ℝ . Dibentuk himpunan

S = {−t : t ∈ T } , maka S terbatas ke atas dan tidak kosong. Menurut Aksioma Supremum, sup S ada, namakan u = sup S , maka −u = inf T .



20

Pengantar Analisis Real I

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.3 1. Diberikan

S = { x ∈ ℝ : x > 0} . Apakah S mempunyai batas bawah dan batas

atas? Apakah inf S dan sup S ada? Buktikan jawabanmu.

{

}

2. Diberikan T := 1 − ( −1) n : n ∈ ℕ . Carilah inf T dan supT . n

3. Diberikan S subset tak kosong ℝ yang terbatas ke bawah. Buktikan bahwa

inf S = − sup {− s : s ∈ S } . 4. Tunjukkan bahwa jika A dan B subset terbatas dari ℝ , maka A ∪ B merupakan himpunan terbatas. Tunjukkan bahwa sup ( A ∪ B ) = sup {sup A,sup B} . 5. Diberikan S ⊆ ℝ dan misalkan s* := sup S dalam S. Jika u ∉ S , tunjukkan bahwa sup ( S ∪ {u} ) = sup {s*, u} . 6. Tunjukkan bahwa himpunan berhingga S ⊆ ℝ memuat supremumnya. 7. Jelaskan dan buktikan Lemma 1.3.3.

1.4. Penggunaan Sifat Aksioma Supremum Pada subbab ini dibahas beberapa akibat dari aksioma supremum.

Teorema 1.4.1.

Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ yang terbatas ke atas dan

sebarang a ∈ ℝ . Didefinisikan himpunan a + S := {a + s : s ∈ S } , maka berlaku

sup ( a + S ) = a + sup ( S ) . Bukti. Jika diberikan u := sup S , maka

x≤u

untuk semua

x ∈ S , sehingga

a + x ≤ a + u . Oleh karena itu, a + u merupakan batas atas dari himpunan a + S . Akibatnya sup ( a + S ) ≤ a + u . Selanjutnya, misalkan v adalah sebarang batas atas a + S , maka a + x ≤ v untuk semua x ∈ S . Akibatnya x ≤ v − a untuk semua x ∈ S , sehingga v − a merupakan batas atas S. Oleh karena itu, u = sup S ≤ v − a . Karena v adalah sebarang batas atas a + S , maka dengan mengganti v dengan u = sup S ,

21

Pengantar Analisis Real I

diperoleh a + u ≤ sup ( a + S ) . Di lain pihak diketahui sup ( a + S ) ≤ a + u . Akibatnya terbukti bahwa sup ( a + S ) = a + u = a + sup S .



Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ yang terbatas dan sebarang

Teorema 1.4.2.

bilangan real a > 0 . Didefinisikan himpunan aS := {as : s ∈ S } , maka berlaku

inf ( aS ) = a inf ( S ) . Bukti. Tulis u = inf aS dan v = inf S . Akan dibuktikan bahwa u = av . Karena u = inf aS , maka u ≤ as , untuk setiap s ∈ S . Karena v = inf S , maka v ≤ s untuk setiap s ∈ S . Akibatnya av ≤ as untuk setiap s ∈ S . Berarti av merupakan batas bawah aS. Karena u batas bawah terbesar aS, maka av ≤ u . Karena u ≤ as untuk setiap s ∈ S , maka diperoleh

u u ≤ s untuk setiap s ∈ S (sebab a > 0 ). Karena v = inf S , maka ≤ v a a

yang berakibat u ≤ av . Di lain pihak diketahui av ≤ u . Akibatnya u = av . Jadi, terbukti bahwa inf ( aS ) = a inf ( S ) .



Teorema 1.4.3. Jika A dan B subset tak kosong ℝ dan memenuhi a ≤ b untuk semua a ∈ A dan b ∈ B , maka sup A ≤ inf B .

Bukti. Diambil sebarang b ∈ B , maka a ≤ b untuk semua a ∈ A . Artinya bahwa b merupakan batas atas A, sehingga sup A ≤ b . Selanjutnya, karena berlaku untuk semua b ∈ B , maka sup A

merupakan batas bawah B. Akibatnya diperoleh bahwa

sup A ≤ inf B .



Sifat Archimedes Berikut ini diberikan salah satu sifat yang mengaitkan hubungan antara bilangan real dan bilangan asli. Sifat ini menyatakan bahwa apabila diberikan sebarang bilangan real x, maka selalu dapat ditemukan suatu bilangan asli n yang lebih besar dari x.

22

Pengantar Analisis Real I

1.4.4. Sifat Archimedes. Jika x ∈ ℝ , maka terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n . Bukti. Ambil sebarang x ∈ ℝ . Andaikan tidak ada n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n , maka n ≤ x , untuk setiap n ∈ ℕ . Dengan kata lain, x merupakan batas atas ℕ . Jadi,

ℕ ⊂ ℝ , ℕ ≠ ∅ , dan ℕ terbatas ke atas. Menurut aksioma supremum, maka sup ℕ ada, tulis u = sup ℕ . Karena u − 1 < u , maka terdapat m ∈ ℕ dengan sifat u − 1 < m . Akibatnya u < m + 1 dengan m + 1 ∈ ℕ . Timbul kontradiksi dengan u = sup ℕ . Berarti u batas atas ℕ , yaitu ada m + 1 ∈ ℕ sehingga u < m + 1 (u bukan batas atas ℕ ). Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah ada n ∈ ℕ sedemikian hingga x < n .



1  Akibat 1.4.5. Jika S :=  : n ∈ ℕ  , maka inf S = 0 . n 

Bukti. Karena S ≠ ∅ terbatas ke bawah oleh 0, maka S mempunyau infimum, tulis w := inf S . Jelas bahwa w ≥ 0 . Untuk sebarang ε > 0 , menggunakan Sifat Archimedes, terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga

1

ε

< n , akibatnya

1 < ε . Oleh karena itu, diperoleh n

bahwa 0≤w≤

1 0 sebarang, maka berdasarkan Teorema 1.1.10 berakibat bahwa w = 0 . Terbukti bahwa inf S = 0 .

Akibat 1.4.6. Jika t > 0 , maka terdapat nt ∈ ℕ sedemikian hingga 0
0 , maka terdapat n y ∈ ℕ sedemikian hingga n y − 1 < y < n y . Bukti. Sifat Archimedes menjamin bahwa subset E y := {m ∈ ℕ : y < m} dari ℕ tidak kosong. Menggunakan Sifat Urutan, E y mempunyai elemen yang paling kecil, yang dinotasikan dengan n y . Oleh karena itu, n y − 1 bukan elemen E y . Akibatnya diperoleh bahwa n y − 1 < y < n y .



Eksistensi Bilangan Real dan Densitas Bilangan Rasional di ℝ Salah satu penggunaan Sifat Supremum adalah dapat digunakan untuk memberikan jaminan eksistensi bilangan-bilangan real. Berikut ini akan ditunjukkan bahwa ada bilangan real positif x sedemikian hingga x 2 = 2 .

Teorema 1.4.8. Ada bilangan real positif x sedemikian hingga x 2 = 2 . Bukti. Dibentuk himpunan S = {s ∈ ℝ : s ≥ 0 dan s 2 < 2} . Jelas bahwa S ≠ ∅ sebab 0 ∈ S dan 1 ∈ S . S terbatas ke atas dengan salah satu batas atasnya adalah 2. Jika t ≥ 2 , maka t 2 ≥ 4 . Jadi, t = 2 ∉ S . Menggunakan Aksioma Supremum, S ⊂ ℝ , S ≠ ∅ , dan S terbatas ke atas, maka S mempunyai supremum. Namakan x = sup S , dengan x ∈ ℝ . Akan dibuktikan bahwa x 2 = 2 . Andaikan x 2 ≠ 2 , maka x 2 < 2 atau x 2 > 2 .

Kemungkinan I: Untuk x 2 < 2 . Karena x 2 < 2 , maka 2 − x 2 > 0 . Karena

1 1 ≤ , maka n2 n

2

1 2 1 1  2 2  x +  = x + x + 2 ≤ x + ( 2 x + 1) . n n n n  Karena 2 − x 2 > 0 dan 2 x + 1 > 0 , maka

2 − x2 > 0 . Menurut akibat Sifat Archimedes, 2x +1

dapat ditemukan n ∈ ℕ sehingga

24

Pengantar Analisis Real I

1 2 − x2 < . n 2x + 1 Akibatnya 1 ( 2 x + 1) < 2 − x 2 n dan 2

1 1  2 2 2  x +  < x + ( 2 x + 1) < x + 2 − x = 2 . n n  2

1 1  Diperoleh bahwa  x +  < 2 , yang berarti bahwa x + ∈ S . Kontradiksi dengan n n  x = sup S . Oleh karena itu tidak mungkin x 2 < 2 .

Kemungkinan II: x 2 > 2 . Karena x 2 > 2 , maka x 2 − 2 > 0 . Perhatikan bahwa 2

1 2x 1 2x  2 + 2 > x2 − . x−  = x − m m m m  Karena x 2 − 2 > 0 dan 2 x > 0 , maka dipilih m ∈ ℕ sedemikian hingga m>

2x 2x atau < x2 − 2 . x −2 m 2

Akibatnya 2

1 2x  2 > x2 − ( x2 − 2) = 2 . x−  > x − m m  2

1 1 1  Diperoleh bahwa  x −  > 2 . Berarti x − ∉ S , yaitu x − batas atas. Kontradiksi m m m  dengan x = sup S . Oleh karena itu, tidak mungkin x 2 > 2 . Jadi, pengandaiannya salah, yang benar adalah x 2 = 2 .



1.4.9. Teorema Densitas (The Density Theorem) Jika x, y ∈ ℝ dengan x < y , maka ada bilangan rasional q ∈ ℚ sedemikian hingga x < q < y .

25

Pengantar Analisis Real I

Bukti. Dengan tidak mengurangi keumuman (without loss of generality), diambil x > 0 . Karena x < y , maka y > 0 dan y − x > 0 . Akibatnya

1 > 0 , sehingga dapat dipilih y−x

n ∈ ℕ sedemikian hingga n>

1 . y−x

Untuk n di di atas, berlaku ny − nx > 1 , yaitu nx + 1 < ny . Karena nx > 0 , maka dapat dipilih m ∈ ℕ sehingga m − 1 ≤ nx < m . Bilangan m di atas juga memenuhi m < ny , sebab dari m − 1 ≤ nx diperoleh m ≤ nx + 1 < ny . Jadi nx < m < ny . Akibatnya untuk q = rasional q =

m m mempunyai sifat x < = q < y . Jadi, terdapat bilangan n n

m dengan sifat x < q < y . n



Berikut ini diberikan akibat dari Teorema Densitas, yaitu di antara dua bilangan real pasti dapat ditemukan bilangan irrasional.

Akibat 1.4.10.

Jika x, y ∈ ℝ dengan x < y , maka ada bilangan irrasional r

sedemikian hingga x < r < y .

Bukti. Menggunakan Teorema Densitas, ada bilangan real ada bilangan rasional q dengan sifat merupakan bilangan irrasional.

x dan 2

y dengan sifat 2

x y 0 , tunjukkan bahwa terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga

5.

Jika u > 0 adalah sebarang bilangan real dan x < y , tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sedemikian hingga x < ru < y .

1.5. Interval dalam ℝ Jika diberikan a, b ∈ ℝ dengan a < b , maka interval terbuka yang ditentukan oleh a dan b adalah himpunan

( a, b ) = { x ∈ ℝ : a < x < b} . Titik a dan b disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung tidak termuat dalam interval terbuka. Jika kedua titik ujung digabungkan ke dalam interval terbukanya, maka disebut interval tertutup, yaitu himpunan

[ a, b] = { x ∈ ℝ : a ≤ x ≤ b} . Interval setengah terbuka atau setengah tertutup adalah interval yang memuat salah satu titik ujungnya. Gabungan interval terbuka dengan titik ujung a, ditulis [a, b) , dan gabungan interval terbuka dengan titik ujung b, ditulis (a, b] . Masing-masing interval tersebut terbatas dan mempunyai panjang (length) yang didefinsikan dengan b − a . Jika a = b , maka interval terbukanya berkorespondensi dengan himpunan kosong

27

Pengantar Analisis Real I

(a, a ) = ∅ , dan interval tertutupnya berkorespondensi dengan himpunan singleton

[ a, a ] = {a} . Berikut ini diberikan lima jenis interval tidak terbatas. Simbol ∞ (atau +∞ ) dan −∞ digunakan sebagai simbol titik ujungnya yang tak berhingga. Interval terbuka tak

terbatas adalah himpunan dengan bentuk

( a, ∞ ) := { x ∈ ℝ : x > a}

dan ( −∞, b ) := { x ∈ ℝ : x < b} .

Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas dan yang kedua tidak mempunyai batas bawah. Himpunan

( a, ∞ )

sering juga disebut dengan sinar terbuka (open a ray).

Diberikan interval tertutup tak terbatas, yaitu

[a, ∞) := { x ∈ ℝ : a ≤ x} dan (−∞, b] := { x ∈ ℝ : x ≤ b} . Himpunan [a, ∞) sering disebut dengan sinar tertutup (close a ray). Himpunan ℝ dapat dituliskan sebagai ( −∞, ∞ ) := ℝ . Perhatikan bahwa ∞ dan −∞ bukan elemen ℝ .

1.5.1. Teorema Karakteristik Interval Jika S adalah subset ℝ yang memuat paling sedikit dua titik dan mempunyai sifat: jika x, y ∈ S dan x < y , maka [ x, y ] ⊆ S , maka S merupakan suatu interval.

Interval Susut (Nested Intervals) Telah diketahui bahwa barisan adalah fungsi f : ℕ → A ≠ ∅ . Jika A adalah himpunan interval-interval, maka terbentuk barisan interval

{I n }n≥1 .

Untuk mempersingkat

penulisan, barisan { I n }n ≥1 cukup ditulis I n .

Definisi 1.5.2. (Interval Susut)

Barisan I n , n ∈ ℕ dikatakan interval susut (nested

intervals) jika I1 ⊇ I 2 ⊇ I 3 ... ⊇ I n ⊇ I n +1 ⊇ ... .

28

Pengantar Analisis Real I

Contoh 1.5.3.  1  1  1 (1) Diberikan I n = 0,  , n ∈ ℕ . Yaitu I1 = [ 0,1] , I 2 = 0,  , I 3 =  0,  , ....  n  2  3 Maka I1 ⊇ I 2 ⊇ I 3 ⊇ ... (nested) dan



∩ I = {0} (mempunyai titik berserikat). n

n =1

 1 (2) Diberikan I n =  0,  , n ∈ ℕ . Diperoleh bahwa I n ⊃ I n +1 , untuk setiap n ∈ ℕ .  n ∞

Tetapi

∩I

n

= ∅ . Jadi, interval susut belum tentu mempunyai titik berserikat.

n =1



Sebab, andaikan terdapat x ∈ ∩ I n , maka x ∈ I n untuk setiap n ∈ ℕ . Karena n =1

x > 0 , maka terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga

1 < x . Kontradiksi dengan n ∞

pengandaian. Jadi pengandaian salah, yang benar adalah

∩I

n

= ∅.

n =1

1   1  1 (3) Diberikan I n = 0,1 +  , maka I1 = [ 0, 2] , I 2 = 0,1  , I 2 = 0,1  , .... n   2  3 ∞

Diperoleh

∩ I = [0,1] ≠ ∅ . n

n =1

(Ada tak hingga banyak ξ ∈ [ 0,1] ). Perhatikan

 1  bahwa inf 1 + : n ∈ ℕ  = 1 .  n 

1.5.4. Sifat Interval Susut (Nested Interval Property)

Jika I n = [ an , bn ] , n ∈ ℕ

interval tertutup terbatas dan I n ⊇ I n +1 untuk setiap n ∈ ℕ (interval susut), maka ∞

∩I

n

≠∅,

n =1

yaitu terdapat ξ ∈ ℝ sedemikian hingga ξ ∈ I n untuk setiap n ∈ ℕ . Selanjutnya, jika panjang I n = bn − an memenuhi inf {bn − an : n ∈ ℕ} = 0 , maka elemen berserikat ξ tersebut tunggal.

29

Pengantar Analisis Real I

Bukti. Dibentuk himpunan A = {an : n ∈ ℕ} . Jelas A ≠ ∅ sebab a1 ∈ A , dan A ⊂ ℝ . Himpunan A terbatas ke atas, sebab I n ⊇ I n +1 untuk setiap n ∈ ℕ . Sehingga diperoleh bahwa an ≤ bn untuk setiap n ∈ ℕ , yang berarti b1 batas atas A. Menggunakan Sifat Lengkap ℝ , maka supremum A ada, yaitu terdapat ξ ∈ ℝ sedemikian hingga ξ = sup A . Jelas bahwa am ≤ ξ untuk setiap m ∈ ℕ . Selanjutnya, untuk sebarang m, n ∈ ℕ berlaku an ≤ an + m ≤ bn + m ≤ bm atau an ≤ bm . Hal ini berakibat

sup {an : n ∈ ℕ} ≤ bm atau ξ ≤ bm . Karena am ≤ ξ dan ξ ≤ bm , maka diperoleh am ≤ ξ ≤ bm untuk setiap m ∈ ℕ , berarti

ξ ∈ I n = [ an , bn ] , untuk setiap n ∈ ℕ . Sehingga ∞

ξ ∈ ∩ In , n =1



yang berakibat

∩I n =1

n

≠ ∅ . Jika η = inf {bn : n ∈ ℕ} , maka dengan cara yang sama

(sebelumnya), diperoleh η ∈ I m untuk setiap m ∈ ℕ . Sehingga diperoleh ∞

η ∈ ∩ In . n =1

Akan dibuktikan ketunggalannya, yaitu η = ξ . Diambil sebarang ε > 0 . Jika

inf {bn − an : n ∈ ℕ} = 0 , maka terdapat n0 ∈ ℕ sehingga 0 ≤ η − ξ ≤ bn0 − an0 < ε atau 0 ≤ η − ξ < ε . Karena berlaku untuk sebarang ε > 0 , maka η − ξ = 0 atau η = ξ . Jadi, terbukti bahwa ∞

η = ξ ∈ ∩ I n tunggal.



n =1

30

Pengantar Analisis Real I

Himpunan Terhitung (Countable) Diberikan J n = {1, 2,3,..., n} , n ∈ ℕ . Dua himpunan A dan B dikatakan ekuivalen, ditulis A ∼ B jika ada fungsi bijektif f : A → B . Contoh: 1. Misalkan A = {1, 2,3} dan B = {a, b, c} , maka A ∼ B . 2. Misalkan f : A → C dengan C = {w, x, y, z} , maka A ∼ C .

Suatu himpunan dikatakan tak berhingga (infinite) jika himpunan tersebut ekuivalen dengan salah satu himpunan bagian sejatinya. Jika tidak demikian, maka himpunan tersebut dikatakan berhingga (finite), yaitu ekuivalen dengan J n . Contoh: 1. Himpunan A = {1, 2,3} berhingga. 2. ℕ = {1, 2,3,...} , T = {2, 4, 6,...} ⊂ ℕ . fungsi f :ℕ →T n ֏ f ( n) = 2n Jadi, ℕ tak berhingga, T juga tak berhingga.

Suatu himpunan D dikatakan denumerable jika D ∼ ℕ . Suatu himpunan dikatakan terhitung (countable) jika himpunan tersebut berhingga atau denumerable. Jika tidak, maka dikatakan himpunan tak terhitung (uncountable atau non denumerable), yaitu himpunan yang tidak ekuivalen dengan ℕ . Jika himpunan A terhitung, maka A dapat disajikan sebagai A = { x1 , x2 , x3 ,...} dengan xi ≠ x j untuk i ≠ j . Contoh: 1. Himpunan ∅ terhitung berhingga. 2. Himpunan ℕ terhitung tak berhingga. 3. Himpunan A = {1, 2,3} terhitung berhingga.

Dapat ditunjukkan bahwa ℝ merupakan himpunana tak terhitung. Untuk membuktikannya cukup hanya dengan membuktikan I = [ 0,1] tak terhitung. Berikut ini diberikan teoremanya.

31

Pengantar Analisis Real I

Teorema 1.5.5. Himpunan I = [ 0,1] tak terhitung.

Bukti. Andaikan I terhitung, maka dapat ditulis dengan

I = { x1 , x2 , x3 ,..., xn ,...} . Dikonstruksikan

barisan

interval

tertutup,

terbatas,

susut

(nested),

dan

inf {bn − an : n ∈ ℕ} = 0 . Interval I = [ 0,1] dibagi menjadi tiga sama panjang, yaitu 0, 1  ,  1 , 2  , dan  2 ,1 . 3  3 3   3  Titik x1 ∈ I termuat dalam paling banyak dua sub interval. Pilih sub interval yang tidak memuat x1 , namakan I1 = [ a1 , b1 ] . Jadi, x1 ∉ I1 . Selanjutnya, I1 dibagi menjadi tiga sama panjang, yaitu

 a1 , a1 + 1  ,  a1 + 1 , a1 + 2  , dan  a1 + 2 , b1  . 9  9 9 9    Kemudian pilih sub interval yang tidak memuat x2 , namakan I1 = [ a2 , b2 ] . Jadi, x2 ∉ I 2 . Jika

proses

diteruskan,

I1 ⊃ I 2 ⊃ I 3 ⊃ ... ⊃ I n

diperoleh

barisan

interval

tertutup,

terbatas,

1  dengan inf {bn − an : n ∈ ℕ} = inf  ℕ  . Menggunakan sifat 3  ∞

Nested Interval, maka terdapat dengan tunggal y ∈ ∩ I n . Berarti y ∈ I , yaitu y = xn n =1



untuk suatu n ∈ ℕ . Akibatnya xn ∈ ∩ I n , yaitu xn ∈ I n . Sedangkan dari konstruksi n =1

diperoleh xn ∉ I n . Timbul kontradiksi, yang benar adalah I = [ 0,1] tak terhitung, sehingga ℝ juga tak terhitung.



Teorema Bolzano-Weierstrass Sebelum dijelaskan tentang Teorema Bolzano-Weierstrass, terlebih dahulu dijelaskan mengenai titik cluster. Berikut diberikan definisinya.

32

Pengantar Analisis Real I

Definisi 1.5.6. (Titik Cluster)

Diberikan subset tak kosong S ⊂ ℝ . Titik x ∈ ℝ

disebut titik cluster (cluster points)

jika setiap persekitaran Vε ( x) = ( x − ε , x + ε )

memuat paling sedikit satu titik anggota S yang tidak sama dengan x. Titik cluster sering disebut dengan titik akumulasi atau titik limit. Dengan kata lain, x titik cluster S jika untuk setiap ε > 0

(Vε ( x) ∩ S ) − { x} ≠ ∅

berlaku

atau (Vε ( x) − { x} ) ∩ S ≠ ∅ .

Ekuivalen dengan mengatakan bahwa x titik cluster S jika untuk setiap n ∈ ℕ , terdapat sn ∈ S sedemikian hingga 0 < sn − x
0 , maka Vε ( 0 ) = ( 0 − ε , 0 + ε ) = ( −ε , ε ) . Menggunakan Teorema Densitas, maka 0 merupakan titik cluster S dan 0 ∉ S . Demikian juga bahwa

1 1 merupakan titik cluster S dan ∈ S . 2 2

(2) Diberikan A = [1, 2] ∪ {4} . Apakah 4 titik cluster? Jawab. Persekitaran- ε dari 4 adalah Vε ( 4 ) = ( 4 − ε , 4 + ε ) . Misal diambil 1

 

1

1  1  

1

ε = , maka Vε ( 4 ) =  4 − , 4 +  =  3 , 4  . Sehingga diperoleh bahwa 2 2 2 2 2 

 1 1  3 , 4  ∩ [1, 2] − {4} = ∅ . Jadi, 4 bukan titik cluster.  2 2 1   1 1 1  (3) Diberikan B =  : n ∈ ℕ  = 1, , , ,... . Tunjukkan bahwa 0 titik cluster B n   2 3 4  dengan 0 ∉ B . Jawab. Menggunakan Sifat Archimedes, jika diberikan sebarang ε > 0 , maka terdapat n ∈ ℕ sedemikian hingga 0
0 , Vε (1) = (1 − ε ,1 + ε ) ⊄ B dan 1 − ε ∉ B . Dapat ditunjukkan juga bahwa B c terbuka, yaitu B c = ( −∞,1) ∪ ( 2, ∞ ) terbuka.

1.5.11. Sifat Himpunan Terbuka (a) Jika A himpunan indeks (berhingga atau tak berhingga) dan Gx terbuka untuk setiap λ ∈ A , maka

∪ Gλ

terbuka.

λ ∈A

n

(b) Jika G1 , G2 ,..., Gn masing-masing merupakan himpunan terbuka, maka

∩G

i

i =1

terbuka.

Bukti. (a) Namakan

G = ∪ Gλ . Diambil sebarang

x ∈ G , maka terdapat

λ∈ A

sedemikian

hingga

x ∈ Gλ0 .

Karena

Gλ0

terbuka,

maka

λ0 ∈ A terdapat

35

Pengantar Analisis Real I

Vε ( x ) ⊂ G0 ⊂ G . Jadi, terbukti bahwa untuk setiap x ∈ G , terdapat Vε ( x ) ⊂ G , yang berarti G = ∪ Gλ terbuka. λ∈ A

n

(b) Namakan H = ∩ Gi . Akan ditunjukkan bahwa H terbuka. Diambil sebarang i =1

x ∈ H , maka x ∈ Gi , i = 1, 2,..., n . Karena x ∈ G1 dan G1 terbuka, maka terdapat ε1 > 0 sehingga Vε1 ( x ) ⊂ G1 . Karena x ∈ G2 dan G2 terbuka, maka terdapat ε 2 > 0 sehingga Vε 2 ( x ) ⊂ G2 . Demikian seterusnya. Karena x ∈ Gn dan Gn terbuka, maka terdapat ε n > 0 sehingga Vε n ( x ) ⊂ Gn . Namakan ε = min {ε1 , ε 2 ,..., ε n } , jelas bahwa ε > 0 . Maka Vε ( x ) ⊂ Vεi ( x ) ⊂ Gi untuk setiap i = 1, 2,..., n , yang berakibat bahwa

n

Vε ( x ) ⊂ H = ∩ Gi . Jadi, i =1

n

terbukti bahwa

∩G

i

terbuka.



i =1

Berikut ini diberikan akibat dari sifat himpunan terbuka, yaitu sifat untuk himpunan tertutup.

Akibat 1.5.12. (a) Jika A himpunan indeks (berhingga atau tak berhingga) dan Gx tertutup untuk setiap λ ∈ A , maka

∪ Gλ

tertutup.

λ ∈A

(b) Jika G1 , G2 ,..., Gn masing-masing merupakan himpunan tertutup, maka n

∪G

i

tertutup.

i =1

36

Pengantar Analisis Real I

SOAL LATIHAN SUBBAB 1.5 1. Jika I := [ a, b ] dan I ′ := [ a′, b′] interval tertutup dalam ℝ , tunjukkan bahwa I ⊆ I ′ jika dan hanya jika a′ ≤ a dan b ≤ b′ . 2. Jika S ⊆ ℝ tidak kosong, tunjukkan bahwa S terbatas jika dan hanya terdapat interval tertutup terbatas I sedemikian hingga S ⊆ I . 3. Jika S ⊆ ℝ tidak kosong dan terbatas, dan I S := [inf S ,sup S ] , tunjukkan bahwa S ⊆ I S . Selanjutnya, jika J adalah sebarang interval tertutup terbatas yang memuat S, tunjukkan bahwa I S ⊆ J . 4. Diberikan K n := ( n, ∞ ) untuk n ∈ ℕ . Buktikan bahwa



∩K

n

= ∅.

n =1

5. Jika S himpunan terbatas di ℝ dan T ⊂ S tidak kosong, buktikan bahwa inf S ≤ inf T ≤ sup T ≤ sup S . 6. Buktikan Akibat 1.5.1.2.(b).

37

Pengantar Analisis Real I

BAB 2

BARISAN DAN DERET

Pada bab ini dibahas mengenai pengertian barisan dan deret. Selanjutnya, dibahas tentang limit dan konvergensi dari suatu barisan. Di antaranya adalah Teorema Konvergen Monoton, Teorema Bolzano-Weierstrass, dan Kriteria Cauchy untuk barisan yang konvergen.

2.1. Barisan dan Limit Barisan Barisan (sequence) pada himpunan S adalah suatu fungsi dengan domain ℕ dan mempunyai range dalam S. Pada subbab ini akan dibahas mengenai barisan di ℝ dan konvergensi dari suatu barisan.

Definisi 2.1.1.

Barisan bilangan real adalah suatu fungsi yang didefinisikan pada

himpunan ℕ dengan range dalam ℝ . Dengan kata lain, barisan dalam ℝ mengawankan setiap bilangan asli n = 1, 2,3,... kepada suatu bilangan real. Jika X : ℕ → ℝ merupakan barisan, maka biasanya dituliskan dengan nilai dari X pada n dengan notasi xn . Barisan sering dinotasikan dengan X atau

( xn )

atau

( xn : n ∈ ℕ )

atau

{ xn }

atau

{ xn }n≥1 .

Apabila

diketahui suatu barisan Y, artinya Y = ( yk ) .

Contoh 2.1.2. (a) Barisan ( xn ) dengan xn = ( −1) adalah barisan −1,1, −1,1, −1,1,..., ( −1) ,... . n

(b) Barisan ( xn ) dengan xn =

n

1  1 1  1 1 1 ,  n : n ∈ ℕ  = , , ,..., n ,... . n 2 2 2  2 4 8

(c) Barisan konstan ( kn ) dengan kn = 3 adalah 3, 3, 3,3,.... .

38

Pengantar Analisis Real I

n  n  1 2 3 (d) Barisan  ,... .  = , , ,..., n +1  n +1 2 3 4

Definisi 2.1.3. Diberikan barisan bilangan real ( xn ) dan ( yn ) , dan α ∈ ℝ . Maka dapat didefinisikan

(i)

( xn ) ± ( yn ) = ( xn ± yn ) .

(ii)

α ( xn ) = (α xn ) .

(iii)

( xn ) ⋅ ( yn ) = ( xn ⋅ yn ) .

(iv)

( xn ) =  xn  , asalkan ( yn )  yn 

yn ≠ 0 .

Definisi 2.1.4. (Limit Barisan) Diketahui ( xn ) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikatakan limit barisan

( xn )

jika untuk setiap ε > 0 terdapat K ( ε ) ∈ ℕ

sedemikian hingga untuk setiap n ∈ ℕ dengan n ≥ K ( ε ) berlaku xn − x < ε . Jika x adalah limit suatu barisan ( xn ) , maka dikatakan ( xn ) konvergen ke x, atau ( xn ) mempunyai limit x. Dalam hal ini ditulis lim ( xn ) = x atau lim ( xn ) = x atau n →∞

xn → x . Jika ( xn ) tidak konvergen, maka ( xn ) dikatakan divergen.

Teorema 2.1.5.

Jika barisan ( xn ) konvergen, maka ( xn ) mempunyai paling banyak

satu limit (limitnya tunggal).

Bukti. Andaikan lim ( xn ) = x′ dan lim ( xn ) = x′′ dengan x′ ≠ x′′ . Maka untuk sebarang n →∞

n →∞

ε > 0 terdapat K ′ sedemikian hingga xn − x′ < ε 2 untuk setiap n ≥ K ′ , dan terdapat K ′′ sedemikian hingga xn − x′′ < ε

2

untuk setiap n ≥ K ′′ . Dipilih K = max { K ′, K ′′} .

Menggunakan Ketaksamaan Segitiga, maka untuk n ≥ K diperoleh

39

Pengantar Analisis Real I

x′ − x′′ = x′ − xn + xn − x′′ = x′ − xn + xn − x′′ < ε + ε = ε. 2 2 Karena berlaku untuk setiap ε > 0 , maka x′ − x′′ = 0 yang berarti x′ = x′′ . Kontradiksi dengan pengandaian. Jadi, terbukti bahwa limitnya tunggal.



Teorema 2.1.6. Jika ( xn ) barisan bilangan real dan x ∈ ℝ , maka empat pernyataan berikut ekuivalen.

(a) Barisan ( xn ) konvergen ke x. (b) Untuk setiap ε > 0 terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn − x < ε .

(c) Untuk setiap ε > 0 terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku x − ε < xn < x + ε .

(d) Untuk setiap persekitaran Vε ( x ) dari x , terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn ∈ Vε ( x ) .

Bukti. (a) ⇒ (b) Jelas (dari definisi). (b) ⇒ (c) xn − x < ε ⇔ −ε < xn − x < ε ⇔ x − ε < xn < x + ε . (c) ⇒ (d) x − ε < xn < x + ε ⇔ xn ∈ ( x − ε , x + ε ) ⇔ xn ∈ Vε ( x ) . (d) ⇒ (a) xn ∈ Vε ( x ) ⇔ x − ε < xn < x + ε ⇔

xn − x < ε .



Contoh 2.1.7. (a) Tunjukkan bahwa lim

n →∞

1 = 0. n

40

Pengantar Analisis Real I

( xn ) = 

1 1 → 0 . Harus  konvergen ke 0, yaitu n n

Jawab. Akan ditunjukkan bahwa

dibuktikan bahwa untuk setiap ε > 0 terdapat K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk 1 −0 0 , maka

K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga

ε 1

ε

> 0 . Menurut Sifat Archimedes, maka terdapat

< K ( ε ) , atau

1

K (ε )

< ε . Akibatnya untuk setiap

1 1 1 1 −0 = = ≤ < ε . Jadi, terbukti bahwa untuk setiap ε > 0 n n n K (ε )

n ≥ K ( ε ) berlaku

terdapat K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ∈ ℕ dengan n ≥ K ( ε ) berlaku 1 1 − 0 < ε , atau lim = 0 . n →∞ n n

(b) Tunjukkan bahwa lim

n →∞

1 = 0. n2

Jawab. Akan ditunjukkan bahwa untuk setiap ε > 0 terdapat K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ∈ ℕ dengan n ≥ K ( ε ) berlaku

ε > 0 , maka ε

1

2

> 0 , akibatnya

K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga

1

ε

1

2

1

ε

1

1 − 0 < ε . Diambil sebarang n2

> 0 . Menurut Sifat Archimedes, terdapat 2

< K ( ε ) atau

Akibatnya untuk setiap n ≥ K ( ε ) berlaku

1

K (ε )

1

< ε 2 , diperoleh

1 K (ε )

2

0 terdapat K ( ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ∈ ℕ dengan n ≥ K ( ε ) berlaku

1 1 − 0 < ε , atau lim 2 = 0 . 2 n →∞ n n

41

Pengantar Analisis Real I

Contoh 2.1.8. Tunjukkan bahwa Jawab. Andaikan

n

n

(( −1) ) konvergen, berarti terdapat bilangan real x sehingga untuk n

setiap ε > 0 terdapat K ∈ ℕ

( −1)

(( −1) ) divergen. sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K

berlaku

− x < 1 . Untuk n ≥ K dan n genap, maka ( −1) = 1 , diperoleh n

1 − x < 1 ⇔ −1 < 1 − x < 1 , yang berakibat x > 0 . Untuk n ≥ K dan n ganjil, maka ( −1) = −1 , diperoleh n

−1 − x < 1 ⇔ −1 < −1 − x < 1 , yang berakibat x < 0 . Timbul kontradiksi, yaitu x > 0 dan x < 0 . Jadi pengandaian salah, yang benar

(( −1) ) divergen.

Teorema 2.1.9.

Diberikan barisan bilangan real X = ( xn : n ∈ ℕ ) dan m ∈ ℕ . Maka

n

X m = ( xm + n : n ∈ ℕ ) konvergen jika dan hanya jika X konvergen. Dalam hal ini lim X m = lim X .

Bukti. Perhatikan bahwa untuk sebarang p ∈ ℕ , elemen ke-p dari X m adalah elemen ke- ( p + m ) dari X. Sama halnya, jika q > m , maka bentuk elemen ke-q dari X m adalah elemen ke- ( q − m ) dari X. Diasumsikan bahwa X konvergen ke x. Diberikan sebarang ε > 0 , pada barisan X untuk n ≥ K (ε ) berlaku xn − x < ε , maka pada X m untuk k ≥ K (ε ) − m berlaku

xk − x < ε . Dapat diambil K m (ε ) = K (ε ) − m , sehingga X m konvergen ke x. Sebaliknya, jika pada X m untuk k ≥ K m (ε ) berlaku xk − x < ε , maka pada X untuk n ≥ K (ε ) + m berlaku xn − x < ε . Dapat diambil K (ε ) = K m (ε ) + m . Dengan demikian terbukti bahwa X konvergen ke x jika dan hanya jika X m konvergen ke x.



42

Pengantar Analisis Real I

Teorema 2.1.10. Diberikan barisan bilangan real ( xn ) dan x ∈ ℝ . Jika ( an ) adalah suatu barisan bilangan real positif dengan lim ( an ) = 0 dan jika untuk c > 0 dan m ∈ ℕ berlaku

xn − x ≤ can

untuk semua n ≥ m ,

maka lim ( xn ) = x .

Bukti. Diambil ε > 0 , maka

ε c

( c )∈ℕ

> 0 . Karena lim ( an ) = 0 , maka terdapat K ε

( c)

sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K ε

( c)

setiap n ≥ K ε

berlaku xn − x ≤ c an < c ⋅

berlaku an − 0 < ε . Akibatnya untuk c

ε c

= ε atau xn − x < ε . Terbukti bahwa

lim ( xn ) = x .



1 = 0. n →∞ 1 + na

Contoh 2.1.11. Jika a > 0 , tunjukkan bahwa lim

Jawab. Karena a > 0 , maka 0 < na < 1 + na yang berakibat bahwa 0
0 berakibat bahwa lim = 0. n →∞ 1 + na a

43

Pengantar Analisis Real I

SOAL LATIHAN SUBBAB 2.1 1. Tuliskan lima bilangan pertama dari barisan ( xn ) untuk xn berikut. (a) xn

( −1) :=

n

.

n

(b) xn :=

1 . n +2 2

2. Tentukan rumus ke-n untuk barisan berikut. (a) 5, 7, 9, 11, .... (b)

1 1 1 1 , − , , − ,.... 2 4 8 16

b 3. Untuk sebarang b ∈ ℝ , buktikan bahwa lim   = 0 . n

4. Tunjukkan (menggunakan definisi limit barisan).  2n  (a) lim   = 2.  n +1

 n2 −1  1 (b) lim  2 = .  2n + 3  2 5. Tunjukkan bahwa lim ( xn ) = 0 jika dan hanya jika lim ( xn ) = 0 . 6. Tunjukkan bahwa jika xn ≥ 0 untuk semua n ∈ ℕ dan lim ( xn ) = 0 , maka lim

( x ) =0. n

7. Buktikan bahwa jika lim ( xn ) = x dan jika x > 0 , maka terdapat M ∈ ℕ sedemikian hingga xn > 0 untuk semua n ≥ M . 1  1 8. Tunjukkan bahwa lim  − =0.  n n +1

 n2  9. Tunjukkan bahwa lim   = 0 .  n!  10. Jika lim ( xn ) = x > 0 , tunjukkan bahwa terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga jika n ≥ K , maka

1 x < xn < 2 x . 2

44

Pengantar Analisis Real I

2.2. Teorema-teorema Limit Pada subbab ini akan dibahas mengenai beberapa teorema yang berkaitan dengan limit pada barisan bilangan real, seperti barisan terbatas dan kekonvergenan barisan.

Definisi 2.2.1.

Barisan bilangan real X = ( xn ) dikatakan terbatas jika terdapat

bilangan real M > 0 sedemikian hingga xn ≤ M untuk semua n ∈ ℕ . Oleh karena itu, barisan ( xn ) terbatas jika dan hanya jika himpunan { xn : n ∈ ℕ} merupakan subset terbatas dalam ℝ .

Teorema 2.2.2. Jika X = ( xn ) konvergen, maka X = ( xn ) terbatas. Bukti. Diketahui X = ( xn ) konvergen, misalkan konvergen ke x. Diambil ε = 1 , maka terdapat

K ∈ℕ

sedemikian hingga untuk setiap

n≥K

berlaku

xn − x < 1 .

Menggunakan akibat Ketaksamaan Segitiga, maka xn − x < 1 atau xn < 1 + x untuk semua n ≥ K . Namakan M = max { x1 , x2 ,..., xk −1 , x + 1} , maka xn ≤ M , untuk semua n ∈ ℕ . Jadi, terbukti bahwa X = ( xn ) terbatas.



Teorema 2.2.3. Jika X = ( xn ) → x , Y = ( yn ) → y , dan c ∈ ℝ , maka (i)

X ±Y → x + y .

(ii)

X ⋅ Y → xy .

(iii) cX → cx .

Bukti. (i)

Ambil sebarang ε > 0 . Karena X = ( xn ) → x , maka terdapat n0 ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ n0 berlaku xn − x
0 terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn yn − xy < ε . Diketahui xn yn − xy = xn yn − xn y + xn y − xy ≤ xn yn − xn y + xn y − xy = xn yn − y + xn − x y . Karena

( xn ) → x ,

maka

( xn )

terbatas, akibatnya terdapat M 1 > 0 sedemikian

hingga xn ≤ M 1 , untuk semua n ∈ ℕ . Namakan M = max {M 1 , y } . Diambil sebarang ε > 0 . Karena

( xn ) → x ,

maka terdapat K1 ∈ ℕ sedemikian hingga

untuk setiap n ≥ K1 berlaku xn − x
0 . Karena

( xn ) → x ,

hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn − x
0 sedemikian hingga

xn ≤ M , untuk semua n ∈ ℕ . Akibatnya xn c − 1 + xn − x < M . c − 1 +

ε 2

= ( M . c −1 ) +

ε 2

0 terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku cxn − x < ε . Dengan kata lain, terbukti bahwa cX → cx . 

Teorema 2.2.4. Jika X = ( xn ) → x dan Z = ( zn ) → z ≠ 0 dengan zn ≠ 0 untuk semua n ∈ ℕ , maka

X  xn = Z  zn

 x → . z 

Bukti. Terlebih dahulu harus dibuktikan bahwa

1 1 1 1 =   → . Diambil α = z , Z  zn  z 2

maka α > 0 . Karena lim ( zn ) = z , maka terdapat K1 ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K1 berlaku zn − z < α . Menggunakan akibat Ketaksaman Segitiga bahwa

−α ≤ − zn − z ≤ zn − z untuk n ≥ K1 , yang berarti Oleh karena

1 z = z − α ≤ zn untuk n ≥ K1 . 2

1 2 ≤ untuk n ≥ K1 , maka diperoleh zn z z − zn 1 1 1 2 − = = ≤ 2 z − zn . zn z zn z zn z z

47

Pengantar Analisis Real I

Selanjutnya, diberikan ε > 0 , maka terdapat K 2 ∈ ℕ sedemikian hingga jika n ≥ K 2 , 1 2 maka zn − z < ε z . Jika diambil K (ε ) = max { K1 , K 2 } , maka 2

1 1 − 0 , maka terbukti bahwa lim   zn konvergen ke

1 barisan   zn

 1 1  = atau    z  zn 

1 . Menggunakan Teorema 2.2.3(ii) dan dengan mengambil Y sebagai z

  xn  1 x  , maka X ⋅ Y =   → x   = . z z   zn 

Teorema 2.2.5.



Jika X = ( xn ) barisan bilangan real dengan xn ≥ 0 untuk semua

n ∈ ℕ dan ( xn ) → x , maka x ≥ 0 .

Bukti. Diambil ε = − x > 0 . Karena ( xn ) → x , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku

xn − x < ε ⇔ −ε < xn − x < ε ⇔ x − ε < xn < x + ε ⇔ x − (− x) < xn < x + (− x)

.

⇔ 2 x < xn < 0. Kontradiksi dengan pernyataan bahwa xn ≥ 0 , untuk semua n ∈ ℕ . Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah x ≥ 0 .

Teorema 2.2.6.

Jika

( xn ) → x , ( yn ) → y ,

 dan xn ≤ yn untuk semua n ∈ ℕ , maka

x≤ y.

Bukti. Diberikan zn := yn − xn sehingga Z := ( zn ) = Y − X dan zn ≥ 0 untuk semua n ∈ ℕ . Menggunakan Teorema 2.2.5 dan 2.2.3 diperoleh bahwa

48

Pengantar Analisis Real I

0 ≤ lim Z = lim ( yn ) − lim ( xn ) atau lim ( xn ) ≤ lim ( yn ) . Jadi, terbukti bahwa x ≤ y .



Teorema 2.2.7. Jika X = ( xn ) konvergen ke x dan jika a ≤ xn ≤ b untuk semua n ∈ ℕ , maka a ≤ x ≤ b .

Bukti. Diberikan Y barisan konstan ( b, b, b,...) . Menggunakan Teorema 2.2.6 diperoleh bahwa lim X ≤ lim Y = b . Dengan cara yang sama diperoleh a ≤ lim X . Jadi, terbukti bahwa a ≤ lim X ≤ b atau a ≤ x ≤ b .



Berikut ini diberikan sebuah teorema yang menyatakan bahwa jika suatu barisan Y berada (terselip) di antara dua barisan yang konvergen ke titik yang sama, maka Y juga konvergen ke titik yang sama.

Teorema 2.2.8. (Squeeze Theorem)

Diberikan barisan bilangan real X = ( xn ) ,

Y = ( yn ) , dan Z = ( zn ) sedemikian hingga xn ≤ yn ≤ zn

untuk semua n ∈ ℕ ,

dan lim ( xn ) = lim ( zn ) . Maka Y konvergen dan

lim ( xn ) = lim ( yn ) = lim ( zn ) . Bukti. Misalkan w := lim ( xn ) = lim ( zn ) . Jika diberikan ε > 0 , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn − w < ε dan zn − w < ε , atau dengan kata lain −ε < xn − w < ε dan −ε < zn − w < ε . Karena xn ≤ yn ≤ zn , maka xn − w ≤ yn − w ≤ zn − w . Akibatnya diperoleh bahwa −ε < yn − w < ε . Karena berlaku untuk semua n ≥ K dan

ε > 0 , maka terbukti bahwa lim ( yn ) = w .



49

Pengantar Analisis Real I

Teorema 2.2.9. Jika X = ( xn ) → x , maka X = ( xn ) → x . Bukti. Diberikan ε > 0 . Karena X = ( xn ) → x , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn − x < ε . Menggunakan akibat Ketaksamaan Segitiga, diperoleh bahwa untuk setiap n ∈ ℕ berlaku xn − x ≤ xn − x < ε . Jadi, diperoleh bahwa xn − x < ε , atau X = ( xn ) → x .

Teorema 2.2.10.

( x )→ n



Jika X = ( xn ) → x dan xn ≥ 0 , maka barisan bilangan real positif

x.

Bukti. Menurut Teorema 2.2.5 diperolah bahwa x ≥ 0 . Akan ditunjukkan bahwa teorema benar untuk x = 0 dan x > 0 .

Kasus I: Jika x = 0 , diberikan ε > 0 . Karena

( xn ) → x = 0 ,

maka terdapat K ∈ ℕ

sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku 0 ≤ xn = xn − 0 < ε 2 . Sehingga diperoleh bahwa 0 ≤ xn < ε . Karena berlaku untuk setiap ε > 0 , maka terbukti bahwa

( x )→ n

x.

Kasus II: Jika x > 0 , maka

x > 0 . Diberikan ε > 0 , maka terdapat K ∈ ℕ

sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku xn − x < ε . Perhatikan bahwa

xn − x = Karena

(

xn − x

)(

xn + x

xn + x

)=

xn − x . xn + x

xn + x ≥ x > 0 , maka diperoleh

ε  1  xn − x ≤  .  xn − x < x  x Karena berlaku untuk setiap ε > 0 , maka terbukti bahwa

( x )→ n

x.



50

Pengantar Analisis Real I

x  Teorema 2.2.11. Jika ( xn ) barisan bilangan real (tegas) dengan lim  n +1  = L (ada)  xn  dan L < 1 , maka ( xn ) konvergen dan lim ( xn ) = 0 .

Bukti. Dipilih r ∈ ℝ sedemikian hingga L < r < 1 . Diambil ε = r − L > 0 . Karena

x  lim  n +1  = L , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K berlaku  xn  xn +1 − L < ε . Karena xn xn +1 x − L ≤ n +1 − L , xn xn maka

xn +1 − L 0 , tunjukkan bahwa lim

(

( n + a )( n + b ) − n ) =

a+b . 2

6. Gunakan Teorema Squeeze (2.2.8) untuk menentukan limit barisan berikut. (a)

 n 

1

n2

 . 

(b)

(( n!) ) . 1

n2

x  7. Berilah sebuah contoh barisan konvergen ( xn ) dengan lim  n −1  = 1 .  xn  x  8. Diberikan barisan bilangan real positif X = ( xn ) dengan lim  n −1  = L > 1 .  xn  Tunjukkan bahwa X tidak terbatas dan tidak konvergen. 9. Diberikan ( xn ) barisan konvergen dan

( yn )

sedemikian hingga untuk sebarang

ε > 0 terdapat M ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ M

berlaku

xn − yn < ε . Apakah ( yn ) konvergen? 10. Tunjukkan bahwa jika ( xn ) dan ( yn ) barisan konvergen, maka barisan ( un ) dan

( vn )

yang didefinisikan dengan

un := max { xn , yn }

dan

vn := min { xn , yn }

konvergen.

52

Pengantar Analisis Real I

2.3. Barisan Monoton Berikut ini diberikan pengertian mengenai barisan naik dan turun monoton.

Definisi 2.3.1. Diberikan barisan bilangan real X = ( xn ) . (i)

Barisan X dikatakan naik (increasing) jika xn ≤ xn +1 untuk semua n ∈ ℕ .

(ii)

Barisan X dikatakan naik tegas (strictly increasing) jika xn < xn +1 untuk semua n∈ℕ.

(iii) Barisan X dikatakan turun (decreasing) jika xn ≥ xn +1 untuk semua n ∈ ℕ . (iv) Barisan X dikatakan turun tegas (strictly decreasing) jika xn > xn +1 untuk semua n ∈ ℕ .

Definisi 2.3.2.

Barisan X = ( xn ) dikatakan monoton jika berlaku salah satu X naik

atau X turun.

Contoh 2.3.3. (a) Barisan berikut ini naik (monoton). (i)

(1, 2, 3, 4,..., n,...).

(ii)

(1, 2, 2, 3, 3, 3, ...).

(iii)

( a, a , a , a ,..., a ,...) jika a > 1 . 2

3

4

n

(b) Barisan berikut ini turun (monoton). (i)

1   1 1 1, , ,..., ,...  . n   2 3

(ii)

1  1 1 1  1, , 2 , 3 ,..., n −1 ,...  . 2  2 2 2 

(iii)

( b, b , b , b ,..., b ,...) jika 0 < b < 1 . 2

3

4

n

(c) Barisan berikut ini tidak monoton. (i)

( +1, −1, +1,..., ( −1)

(ii)

( −1, +2, −3, +4,...) .

n +1

)

,... .

53

Pengantar Analisis Real I

2.3.4. Teorema Konvergensi Monoton (a)

Jika X = ( xn ) naik (monoton) dan terbatas ke atas, maka X = ( xn ) konvergen dengan

lim ( xn ) = sup { xn : n ∈ ℕ} . (b)

Jika X = ( xn ) turun (monoton) dan terbatas ke bawah, maka X = ( xn ) konvergen dengan

lim ( xn ) = inf { xn : n ∈ ℕ} .

Bukti. (a)

Karena X = ( xn ) terbatas ke atas, maka terdapat M ∈ ℕ sedemikian hingga xn ≤ M

untuk semua n ∈ ℕ . Namakan A = { xn : n ∈ ℕ} , maka A ⊂ ℝ ,

terbatas ke atas dan tidak kosong. Menurut Sifat Lengkap ℝ , maka supremum A ada, namakan x = sup A . Diambil ε > 0 , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga x − ε < xk ≤ x . Karena X naik monoton, maka untuk n ≥ K berlaku x − ε < xk ≤ xn ≤ x < x + ε atau x − ε < xn < x + ε ⇔ xn − x < ε . Jadi, terbukti bahwa X = ( xn ) konvergen ke x = lim ( xn ) = sup { xn : n ∈ ℕ} . (b)

Gunakan cara yang hampir sama dengan pembuktian (a).



Contoh 2.3.5. Diketahui barisan ( yn ) dengan y1 = 1 dan yn +1 = 2 + yn , n ≥ 1 . Apakah

( yn ) konvergen? Jika ya, tentukan lim ( yn ) . Jawab. Akan ditunjukkan menggunakan induksi bahwa ( yn ) naik monoton. Untuk n = 1 , diperoleh y2 = 2 + 1 = 3 ≥ 1 (benar). Misalkan benar untuk n = k , yaitu yk +1 = 2 + yk , yk +1 ≥ yk . Akan dibuktikan benar untuk n = k + 1 , yaitu yk + 2 = 2 + yk +1 ≥ 2 + yk = yk +1 .

54

Pengantar Analisis Real I

Berarti benar untuk n = k + 1 . Jadi, menurut induksi ( yn ) naik monoton. Selanjutnya, ditunjukkan bahwa

( yn )

terbatas ke atas (oleh 3), yaitu yn ≤ 3 , untuk semua n ∈ ℕ .

Untuk n = 1 benar, sebab y1 = 1 ≤ 3 . Misalkan benar untuk n = k , yaitu yk ≤ 3 . Maka yk +1 = 2 + yk ≤ 2 + 3 = 5 ≤ 3 yang berarti benar untuk n = k + 1 . Jadi, menurut induksi terbukti bahwa yn ≤ 3 , untuk semua n ∈ ℕ . Karena terbatas ke atas, maka menurut Teorema 2.3.4 barisan

( yn )

( yn )

naik monoton dan

konvergen. Misalkan

y = lim ( yn ) , maka diperoleh y = 2 + y ⇔ y 2 = 2 + y ⇔ y 2 − y − 2 = 0 ⇔ ( y − 2 )( y + 1) = 0 . Diperoleh y = 2 atau y = −1 . Untuk y = −1 jelas tidak mungkin, sebab 1 ≤ yn ≤ 3 untuk semua n ∈ ℕ . Jadi, terbukti bahwa ( yn ) konvergen dan lim ( yn ) = 2 .

SOAL LATIHAN SUBBAB 2.3 1. Diberikan x1 > 1 dan xn +1 := 2 −

1 untuk n ∈ ℕ . Tunjukkan bahwa ( xn ) terbatas xn

dan monoton. Carilah nilai limitnya. 2. Diberikan x1 ≥ 2 dan xn +1 := 1 + xn − 1 untuk n ∈ ℕ . Tunjukkan bahwa

( xn )

turun dan terbatas ke bawah oleh 2. Carilah nilai limitnya. 3. Diberikan A ⊂ ℝ tak berhingga yang terbatas ke atas dan misalkan u := sup A . Tunjukkan bahwa terdapat barisan naik ( xn ) dengan xn ∈ A untuk semua n ∈ ℕ sedemikian hingga u = lim ( xn ) . 4. Tentukan apakah barisan ( yn ) konvergen atau divergen, dengan yn :=

1 1 1 + + ... + n +1 n + 2 2n

untuk n ∈ ℕ .

55

Pengantar Analisis Real I

5. Diberikan xn :=

1 1 1 + 2 + ... + 2 untuk setiap n ∈ ℕ . Buktikan bahwa ( xn ) naik 2 1 2 n

( xn )

dan terbatas, sehingga

konvergen. (Petunjuk: Jika

k ≥ 2 , maka

1 1 1 1 ≤ = − ). 2 k k ( k − 1) k − 1 k 6. Tentukan konvergensi dan hitunglah limit barisan berikut.

  1 n +1  (a)  1 +   .  n    

  1 2 n  (b)  1 +   .  n    

n  1   (c)  1 + .   n + 1    

  1 n  (d)  1 −   .  n    

2.4. Barisan Bagian Pada bagian ini akan diberikan konsep barisan bagian (subsequences) dari suatu barisan bilangan real.

Definisi 2.4.1.

Diberikan barisan bilangan real X = ( xn ) dan diberikan barisan

( ) dengan

bilangan asli naik tegas n1 < n2 < ... < nk < ... . Barisan X ′ = xnk

(x ) = (x nk

n1

, xn2 ,..., xnk ,...

)

disebut dengan barisan bagian atau sub barisan (subsequences) dari X.

1  1 1 1 Contoh 2.4.2. Diberikan X :=  , , ,..., ,...  . n  1 2 3 (i)

1 1 1 1  Barisan X 1′ =  , , ,..., ,...  merupakan barisan bagian dari X. 2n  2 4 6

(ii)

1 1 1 1  Barisan X 2′ =  , , , ,...  merupakan barisan bagian dari X. 4 5 6 7 

1 1 1 1  (iii) Barisan X 3′ =  , , , ,...  bukan barisan bagian dari X, sebab n2 < n1 . 3 2 4 5 

56

Pengantar Analisis Real I

( )

Teorema 2.4.3. Jika X = ( xn ) konvergen ke x, maka setiap barisan bagian X ′ = xnk dari X juga konvergen ke x.

Bukti. Diambil ε > 0 . Karena ( xn ) → x , maka terdapat K (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K (ε ) berlaku xn − x < ε . Karena untuk setiap n ∈ ℕ berlaku nk +1 ≥ nk , maka untuk setiap n ≥ K (ε ) berlaku nk ≥ k ≥ K (ε ) . Sehingga xnk − x < ε .

( ) konvergen ke x.

Terbukti bahwa X ′ = xnk



Teorema 2.4.4. Diberikan barisan bilangan real X = ( xn ) , maka pernyataan berikut ini ekuivalen.

(i)

Barisan X = ( xn ) tidak konvergen ke x ∈ ℝ .

(ii)

Ada ε 0 > 0 sedemikian hingga untuk sebarang k ∈ ℕ , terdapat nk ∈ ℕ sedemikian hingga nk ≥ k dan xnk − x ≥ ε 0 .

( )

(iii) Ada ε 0 > 0 dan suatu barisan bagian X ′ = xnk

sedemikian hingga

xnk − x ≥ ε 0 untuk semua k ∈ ℕ .

Bukti. (i) ⇒ (ii) Jika ( xn ) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε 0 > 0 tidak mungkin ditemukan k ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap nk ≥ k berlaku

xnk − x < ε 0 .

Akibatnya tidak benar bahwa untuk setiap k ∈ ℕ , n ≥ k memenuhi xnk − x < ε 0 . Dengan kata lain, untuk setiap k ∈ ℕ terdapat nk ∈ ℕ sedemikian hingga nk ≥ k dan xnk − x ≥ ε 0 .

57

Pengantar Analisis Real I

(ii) ⇒ (iii) Diberikan ε 0 > 0 sehingga memenuhi (ii) dan diberikan n1 ∈ ℕ sedemikian hingga n1 ≥ 1 dan xn1 − x ≥ ε 0 . Selanjutnya, diberikan n2 ∈ ℕ sedemikian hingga n2 > n1 dan xn2 − x ≥ ε 0 . Demikian seterusnya sehingga diperoleh suatu barisan bagian

( ) sehingga berlaku

X ′ = xnk

xnk − x ≥ ε 0 untuk semua k ∈ ℕ .

( )

(iii) ⇒ (i) Misalkan X = ( xn ) mempunyai barisan bagian X ′ = xnk

yang memenuhi

( )

sifat (iii). Maka X tidak konvergen ke x, sebab jika konvergen ke x, maka X ′ = xnk

( )

juga konvergen ke x. Hal ini tidak mungkin, sebab X ′ = xnk

tidak berada dalam

persekitaran Vε 0 ( x ) .



Teorema 2.4.5. (Kriteria Divergensi) Jika barisan bilangan real X = ( xn ) memenuhi salah satu dari sifat berikut, maka barisan X divergen.

(i)

( )

X mempunyai dua barisan bagian konvergen X ′ = xnk

( )

dan X ′′ = xrk

dengan limit keduanya tidak sama.

(ii)

X tidak terbatas.

 1 1  Contoh 2.4.6. Tunjukkan bahwa barisan 1, ,3, ,...  divergen.  2 4  Jawab. Namakan barisan di atas dengan Y = ( yn ) , dengan yn =

1 jika n genap, dan n

yn = n jika n ganjil. Jelas bahwa Y tidak terbatas. Jadi, barisan Y = ( yn ) divergen.

Berikut ini diberikan sebuah teorema yang menyatakan bahwa barisan bilangan real X = ( xn ) pasti mempunyai barisan bagian yang monoton. Untuk membuktikan teorema ini, diberikan pengertian puncak (peak), xm disebut puncak jika xm ≥ xn untuk semua n sedemikian hingga n ≥ m . Titik xm tidak pernah didahului oleh sebarang

58

Pengantar Analisis Real I

elemen barisan setelahnya. Perhatikan bahwa pada barisan yang menurun, setiap elemen adalah puncak, tetapi pada barisan yang naik, tidak ada elemen yang menjadi puncak. Jika X = ( xn ) barisan bilangan real,

2.4.7. Teorema Barisan Bagian Monoton

maka terdapat barisan bagian dari X yang monoton.

Bukti. Pembuktian dibagi menjadi dua kasus, yaitu X mempunyai tak hingga banyak puncak, dan X mempunyai berhingga banyak puncak.

Kasus I: X mempunyai tak hingga banyak puncak. Tulis semua puncak berurutan naik,

( ) merupakan

yaitu xm1 , xm2 ,..., xmk ,... . Maka xm1 ≥ xm2 ≥ ... ≥ xmk ,... . Oleh karena itu, xmk barisan bagian yang turun (monoton).

Kasus II: X mempunyai berhingga banyak puncak. Tulis semua puncak berurutan naik, yaitu xm1 , xm2 ,..., xmr . Misalkan s1 := mr + 1 adalah indeks pertama dari puncak yang terakhir. Karena xs1 bukan puncak, maka terdapat s2 > s1 sedemikian hingga xs1 < xs2 . Karena xs2 bukan puncak, maka terdapat s3 > s2 sedemikian hingga xs2 < xs3 . Jika

( )

proses ini diteruskan, diperoleh barisan bagian xsk yang naik (monoton).

Teorema 2.4.8. (Bolzano-Weierstrass)



Setiap barisan bilangan real yang terbatas

pasti memuat barisan bagian yang konvergen.

Bukti. Diberikan barisan bilangan real terbatas X = ( xn ) . Namakan S = { xn : n ∈ ℕ} range barisan, maka S mungkin berhingga atau tak berhingga.

Kasus I: Diketahui S berhingga. Misalkan S = { x1 , x2 ,..., xt } , maka terdapat m ∈ ℕ dengan

1≤ m ≤ t

dan

barisan

( rk : k ∈ ℕ )

dengan

(

r1 < r2 < r3 < ...

sehingga

)

xr1 = xr2 = ... = xm . Hal ini berarti terdapat barisan bagian xrk : k ∈ ℕ yang konvergen ke xm .

59

Pengantar Analisis Real I

Kasus II: Karena S tak berhingga dan terbatas, maka S mempunyai titik cluster atau 1 1  titik limit, namakan x titik limit S. Misalkan U k =  x − , x +  persekitaran titik x. k k  Untuk k = 1, maka terdapat xr1 ∈ S ∩ U1 , xr1 ≠ x sedemikian hingga xr1 − x < 1 . Untuk k = 2, maka terdapat xr2 ∈ S ∩ U 2 , xr2 ≠ x sedemikian hingga xr2 − x
0 adalah batas dari barisan X sehingga xn ≤ M untuk semua n ∈ ℕ . Andaikan X tidak konvergen ke x, maka menggunakan Teorema 2.4.4 terdapat

ε 0 > 0 dan barisan bagian X ′ = ( xn

k

)

sedemikian hingga xnk − x ≥ ε 0 untuk semua

K ∈ ℕ . Karena X ′ barisan bagian dari X, maka M juga batas dari X ′ . Menggunakan Teorema Bolzano-Weierstrass berakibat bahwa X ′ memuat barisan bagian X ′′ . Karena X ′′ juga barisan bagian dari X, maka X ′′ juga konvergen ke x. Dengan demikian, akan selalu berada dalam persekitaran Vε 0 ( x ) . Timbul kontradiksi, yang benar adalah X selalu konvergen ke x.



60

Pengantar Analisis Real I

SOAL LATIHAN SUBBAB 2.4. 1. Tunjukkan bahwa barisan berikut ini divergen. nπ  (b)  sin 4 

1 n  (a) 1 − ( −1) +  . n 

 . 

2. Berikan contoh barisan tak terbatas yang memuat barisan bagian konvergen. 3. Diberikan barisan X = ( xn ) dan Y = ( yn ) . Diberikan barisan Z = ( zn ) dengan definisi z1 := x1 , z2 := y1 ,..., z2 n −1 := xn , z2 n := yn . Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya jika X dan Y konvergen dan lim ( xn ) = lim ( yn ) . 4. Tentukan konvergensi dan limit barisan berikut. 2n  1   (b) 1 + 2   n  

2  1   (a)  1 + 2   .  n    

2

 .  

5. Hitunglah limit barisan berikut. 3n  1   (b)  1 +   .   2n    

1   (a)  ( 3n ) 2 n  .  

6. Misalkan setiap barisan bagian dari X = ( xn ) mempunyai suatu barisan bagian yang konnvergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim ( xn ) = 0 . 7. Diberikan

barisan

terbatas

( xn )

dan

untuk

setiap

n∈ℕ

diberikan

sn := sup { xk : k ≥ n} dan S := inf {sn } . Tunjukkan bahwa terdapat barisan bagian dari ( xn ) yang konvergen ke S.

(

8. Jika xn ≥ 0 untuk semua n ∈ ℕ dan lim ( −1) xn

)

ada, tunjukkan

( xn )

terbatas, maka terdapat barisan bagian

(x )

n

konvergen. 9. Tunjukkan bahwa jika

( xn )

 1 sedemikian hingga lim   xn  k

nk

 =0.  

10. Diberikan barisan terbatas ( xn ) dan s := sup { xn : n ∈ ℕ} . Tunjukkan bahwa jika

s ∉ { xn : n ∈ ℕ} , maka terdapat barisan bagian dari ( xn ) yang konvergen ke s.

61

Pengantar Analisis Real I

2.5. Barisan Cauchy Definisi 2.5.1.

Barisan bilangan real X = ( xn ) disebut barisan Cauchy jika untuk

setiap ε > 0 terdapat H (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap n, m ∈ ℕ dengan n, m ≥ H (ε ) , berlaku xn − xm < ε .

1 Contoh 2.5.2. Barisan   merupakan barisan Cauchy. n Jika diberikan ε > 0 , dapat dipilih H = H (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga H > jika n, m ≥ H , diperoleh

2

ε

. Maka

1 1 ε 1 ε ≤ < dan dengan cara yang sama diperoleh < . n H 2 m 2

Oleh karena itu, jika n, m ≥ H (ε ) , maka 1 1 1 1 ε ε − ≤ + < + =ε . n m n m 2 2

1 Karena berlaku untuk sebarang ε > 0 , maka dapat disimpulkan bahwa   merupakan n barisan Cauchy.

Lemma 2.5.3.

Jika X = ( xn ) barisan bilangan real yang konvergen, maka X

merupakan barisan Cauchy.

( 2)∈ℕ

Bukti. Misalkan x := lim X . Diberikan ε > 0 , maka terdapat K ε

( 2 ) , maka

hingga jika n ≥ K ε

xn − x
0 , maka terdapat H = H (ε ) > 0 sedemikian hingga untuk setiap n, m ∈ ℕ dengan n, m ≥ H berlaku xn − xm
0 dan xn −1 := ( 2 + xn )

−1

untuk n ≥ 1 , tunjukkan bahwa ( xn ) merupakan

barisan kontraktif. Tentukan limitnya.

2.6. Sifat Barisan Divergen Pada subbab ini diberikan beberapa sifat dari suatu barisan bilangan real

( xn )

yang

mendekati atau menuju ke ±∞ , yaitu lim ( xn ) = +∞ dan lim ( xn ) = −∞ . Ingat bahwa barisan divergen adalah barisan yang tidak konvergen.

Definisi 2.6.1. Diberikan barisan bilangan real ( xn ) . (i)

Barisan

( xn )

dikatakan mendekati +∞ , ditulis lim ( xn ) = +∞ , jika untuk

setiap α ∈ ℝ terdapat K (α ) ∈ ℕ sedemikian hingga jika n ≥ K (α ) , maka xn > α .

(ii)

Barisan

( xn )

dikatakan mendekati −∞ , ditulis lim ( xn ) = −∞ , jika untuk

setiap β ∈ ℝ terdapat K ( β ) ∈ ℕ sedemikian hingga jika n ≥ K ( β ) , maka xn < β . Barisan ( xn ) dikatakan divergen proper (tepat/tegas) jika lim ( xn ) = +∞ atau

lim ( xn ) = −∞ . Berikut ini diberikan contoh bahwa lim ( n 2 ) = +∞ .

65

Pengantar Analisis Real I

Contoh 2.6.2. lim ( n 2 ) = +∞ . Jika K (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga K (α ) > α , dan jika n ≥ K (α ) , maka diperoleh n 2 ≥ n > α .

Teorema 2.6.3.

Barisan bilangan real monoton merupakan barisan divergen proper

jika dan hanya jika barisannya tidak terbatas.

(a) Jika ( xn ) barisan naik tak terbatas, maka lim ( xn ) = +∞ . (b) Jika ( xn ) barisan turun tak terbatas, maka lim ( xn ) = −∞ .

Bukti. (a) Misalkan ( xn ) barisan naik. Jika ( xn ) terbatas, maka ( xn ) konvergen. Jika ( xn ) tidak terbatas, maka untuk sebarang α ∈ ℝ terdapat n(α ) ∈ ℕ sedemikian hingga

α < xn (α ) . Tetapi karena ( xn ) naik, diperoleh α < xn untuk semua n ≥ n(α ) . Karena

α sebarang, maka diperoleh bahwa lim ( xn ) = +∞ . (b) Bukti hampir sama dengan (a).

Teorema 2.6.4.

Diberikan barisan bilangan real



( xn )

dan

( yn ) ,

dengan xn ≤ yn

untuk semua n ∈ ℕ .

(a) Jika lim ( xn ) = +∞ , maka lim ( yn ) = +∞ . (b) Jika lim ( yn ) = −∞ , maka lim ( xn ) = −∞ .

Bukti. (a) Jika lim ( xn ) = +∞ dan jika diberikan α ∈ ℝ , maka terdapat K (α ) ∈ ℕ sedemikian hingga jika n ≥ K (α ) , maka α < xn . Karena diketahui xn ≤ yn untuk semua n ∈ ℕ , maka α < yn untuk semua n ≥ K (α ) . Karena α sebarang, maka lim ( yn ) = +∞ . (b) Bukti hampir sama dengan (a).



66

Pengantar Analisis Real I

Teorema 2.6.5.

Diberikan barisan bilangan real

( xn )

dan

( yn ) ,

dan untuk suatu

L ∈ ℝ , L > 0 diperoleh

x lim  n  yn

 =L. 

Maka lim ( xn ) = +∞ jika dan hanya jika lim ( yn ) = +∞ .

x Bukti. Diketahui lim  n  yn

  = L , artinya terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk setiap 

n ≥ K berlaku x 1 3 L < n < L. 2 yn 2

1  3  Oleh karena itu, diperoleh  L  yn < xn <  L  yn untuk semua n ≥ K . Sehingga 2  2  menggunakan Teorema 2.6.4, teorema terbukti.



SOAL LATIHAN SUBBAB 2.6 1. Tunjukkan bahwa jika

( xn )

barisan tak terbatas, maka

( xn )

memuat barisan

bagian yang divergen proper. 2. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua n ∈ ℕ , maka lim ( xn ) = 0 jika dan

1 hanya jika lim   = +∞ .  xn  3. Tentukan apakah barisan berikut ini divergen proper. (a)

( n).

(c)

(

(b)

)

n −1 .

(

)

n +1 .

 n  (d)  .  n +1 

4. Diberikan ( xn ) barisan divergen proper dan diberikan ( yn ) sedemikian hingga

lim ( xn yn ) ∈ ℝ . Tunjukkan bahwa ( yn ) konvergen ke 0.

67

Pengantar Analisis Real I

5. Tentukan apakah barisan berikut ini konvergen atau divergen. (a)

(

 n  . (b)  2  ( n + 1)   

)

n2 + 2 .

 ( n 2 + 1)  . (c)    n  

(d)

a 6. Tunjukkan bahwa jika lim  n  n

(sin n ) .

  = L , dengan L > 0 , maka lim ( an ) = +∞ . 

2.7. Deret Tak Berhingga Berikut ini diberikan pengantar singkat mengenai suatu deret tak berhingga dari bilangan real.

Definisi 2.7.1. Jika X := ( xn ) barisan di ℝ , maka deret tak berhingga (cukup disebut deret) yang dibentuk oleh X adalah barisan S := ( sk ) yang didefinisikan dengan s1 := x1

( = x1 + x2 )

s2 := s1 + x2 ...

( = x1 + x2 + ... + xk )

sk := sk −1 + x2 ...

xn disebut dengan terms dari deret, dan sk disebut jumlahan parsial (partial sum). Jika lim S ada, maka deret S dikatakan konvergen dan nilai limitnya adalah hasil dar jumlahan deret. Jika limitnya tidak ada, maka dikatakan deret S divergen. Deret tak berhingga S yang dibangun oleh barisan X := ( xn ) disimbolkan dengan

∑ ( xn )

atau

∑ xn



atau

∑x n =1

n

.

68

Pengantar Analisis Real I

Contoh 2.7.2. Diberikan barisan X := ( r n )

∞ n=0

dengan r ∈ ℝ yang membangun deret: ∞

∑r

n

= 1 + r + r 2 + ... + r n + ... .

n =0

Akan ditunjukkan bahwa jika r < 1 , maka deret ini konvergen ke

1 . (1 − r )

Misalkan sn := 1 + r + r 2 + ... + r n + ... untuk n ≥ 0 , dan jika sn dikalikan dengan r dan mengurangkan hasilnya dari sn , maka diperoleh

sn (1 − r ) = 1 − r n +1 . Oleh karena itu, diperoleh sn −

1 r n +1 =− . 1− r 1− r

Sehingga n +1

r 1 sn − ≤− . 1− r 1− r Karena r

n +1

→ 0 saat r < 1 , maka deret geometri



∑r n =0

n

konvergen ke

1 saat (1 − r )

r 0 terdapat M (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga jika m > n ≥ M (ε ) , maka

sm − sn = xn +1 + xn + 2 + ... + xm < ε . Teorema 2.7.5. Diberikan ( xn ) barisan bilangan real nonnegatif. Maka deret

∑x

n

konvergen jika dan hanya jika barisan S = ( sk ) dari jumlahan parsialnya terbatas. Dalam hal ini, ∞

∑x n =1

n

= lim ( sk ) = sup {sk : k ∈ ℕ} .

Bukti. Karena xn > 0 , maka barisan jumlahan parsial S naik monoton, yaitu s1 ≤ s2 ≤ ... ≤ sk ≤ ... . Menggunakan Teorema 2.3.4, barisan S = ( sk ) konvergen jika dan hanya jika barisannya terbatas, dalam hal ini limitnya sama dengan sup {sk } . ∞

Contoh 2.7.6. Deret

1

∑n n =1

2



konvergen.

Karena jumlahan parsialnya monoton, maka cukup ditunjukkan bahwa barisan bagian

( sk )

terbatas. Jika k1 := 21 − 1 = 1 , maka sk1 = 1 . Jika k2 := 22 − 1 = 3 , maka 1  1 1 2 1 sk2 = +  2 + 2  < 1 + 2 = 1 + , 1 2 3  2 2

dan jika k3 := 23 − 1 = 7 , maka diperoleh 4 1 1  1 1 1 1  sk3 = sk2 +  2 + 2 + 2 + 2  < sk2 + 2 < 1 + + 2 . 4 2 2 4 5 6 7  Menggunakan induksi matematik, diperoleh bahwa jika k j := 2 j − 1 , maka 2

1 1 1 0 < sk j < 1 + +   + ... +   2 2 2

j −1

.

70

Pengantar Analisis Real I

Karena ruas kanan merupakan jumlahan parsial dari deret geometri dengan r =

lim ( sk ) =

1  1 1 −   2

= 2 . Jadi, deret



1

∑n n =1

2

1 , maka 2

konvergen.

2.7.7. Tes Perbandingan (Comparison Tests)

Diberikan barisan bilangan real

X := ( xn ) dan Y := ( yn ) , dan misalkan untuk suatu K ∈ ℕ berlaku 0 ≤ xn ≤ yn

∑y (b) Jika ∑ x (a) Jika

n

n

untuk n ≥ K .

∑ x konvergen. divergen, maka ∑ y divergen. konvergen, maka

n

n

Bukti. (a) Misalkan

∑y

n

konvergen. Diberikan ε > 0 dan M (ε ) ∈ ℕ sedemikian hingga jika

m > n ≥ M (ε ) , maka yn −1 + ... + ym < ε . Jika m > max { K , M (ε )} , maka diperoleh bahwa 0 ≤ xn +1 + ... + xm ≤ yn +1 + ... + ym < ε ,

∑x

yang berakibat bahwa

n

konvergen.

(b) Menggunakan kontraposisi dari (a), maka teorema terbukti.

2.7.8. Tes Perbandingan Limit



Misalkan X := ( xn ) barisan positif naik tegas dan

misalkan limit berikut ada dalam ℝ , yaitu

x  r := lim  n  .  yn 

∑x (b) Jika r = 0 , maka ∑ y (a) Jika r ≠ 0 , maka

n

n

∑y konvergen jika dan hanya jika ∑ x

konvergen jika dan hanya jika

n

konvergen.

n

konvergen.

71

Pengantar Analisis Real I

Bukti.

x  (a) Diketahui r := lim  n  dan dari soal latihan 2.1.10, maka terdapat K ∈ ℕ  yn  sedemikian hingga untuk n ≥ K berlaku

x 1 r ≤ n ≤ 2r , sehingga diperoleh 2 yn

1   r  yn ≤ xn ≤ ( 2r ) yn . 2  Menggunakan Tes Perbandingan 2.7.7 dua kali, maka pernyataan (a) terbukti. (b) Jika r = 0 , maka terdapat K ∈ ℕ sedemikian hingga untuk n ≥ K berlaku 0 < xn ≤ yn . Menggunakan Teorema 2.7.7 (a), maka pernyataan (b) terbukti. ∞

Contoh 2.7.9. Deret

∑n n =1

2



1 konvergen. +n

Diketahui ketaksamaan berikut benar 0
0 , jika α > 0 . n =0 ∞

(c)

1

1

∑ n ( n + 1)( n + 2 ) = 4 . n =1

72

Pengantar Analisis Real I

2. Jika

∑x

n

dan

∑y

n

konvergen, tunjukkan bahwa

3. Berikan contoh deret konvergen hingga

∑(x

n

∑x

∑(x

n

+ yn ) konvergen.

∑y

dan deret divergen

n

n

sedemikian

+ yn ) konvergen. Jelaskan. ∞

4. (a) Tunjukkan bahwa deret

∑ cos n

divergen.

n =1 ∞

(b) Tunjukkan bahwa deret 5. Jika

∑a

n

cos n konvergen. 2 n =1 n



dengan an > 0 konvergen, maka apakah



an an +1 juga konvergen?

Tunjukkan atau beri contoh penyangkalnya jika tidak terbukti. 6. Jika deret

∑a

n

, dengan an > 0 konvergen, dan jika bn :=

n ∈ ℕ , maka tunjukkan bahwa

∑b

n

( a1 + ... + an ) n

untuk

divergen.

7. Tunjukkan bahwa jika c > 0 , maka deret berikut ini konvergen. (a)

∑n

1

( ln n )

c

.

(b)

∑n

1

( ln n )( ln ln n )

c

.

73

Pengantar Analisis Real I

DAFTAR PUSTAKA Apostol, T.M, 1974, Mathematical Analysis, Second Edition, Addison-Wiley, Massacheusetts USA. Bartle, R.G and Sherbert, D.R, 2000, Introduction to Real Analysis, Third Edition, John Wiley and Sons, Inc, USA.

74