Materi Acting Workshop

THE ART OF ACTING AKTING TEATER, FILM, & TV OLEH EKA D. SITORUS Sakti Actor Studio Juli 2019 2 PENGANTAR Sejak Edis

Views 180 Downloads 78 File size 1MB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend stories

Citation preview

THE ART OF ACTING AKTING TEATER, FILM, & TV

OLEH EKA D. SITORUS

Sakti Actor Studio Juli 2019

2

PENGANTAR Sejak Edisi Pertama buku The Art of Acting, sudah banyak informasi baru yang dianggap patut telaah kembali untuk dapat menulis buku The Art of Acting menjadi edisi ke dua. Informasi baru tersebut tentunya tidak dapat tercipta tanpa bantuan dari sesepuh sesepuh yang sudah mengisi Edisi Pertama buku ini, seperti Konstantin Stanislavski, Lee Strasberg, Uta Hagen, Estella Adle r, Sarah Bernhardt, Benoit Constant Coquelin, Eleonora Duse, Robert Benedetti, dari skripsi -skripsi, ulasan -ulasan, esei -esei, diskusi diskusi dengan para dosen akting dan mahasiswa, serta pakar -pakar seni teater di Indonesia seperti Tatiek Maliyati, Prama na Padmodarmaya, dan Wiratmo Soekito. Edisi Kedua ini, sama halnya dengan Edisi Pertama, masih lebih tepat dianggap sebagai hasil dari pemikiran banyak orang yang dengan rela, melalui tulisan mereka, menyumbangkan pikirannya. Maksud saya menjelaskan hal d iatas adalah, pertama, supaya Edisi Kedua ini tidak dianggap sebagai satu sistem atau pendekatan akting yang baru tetapi hanya salah satu dari banyak cara untuk mendekati, memasuki, dan menghidupi peran. Kedua, bahwa semua pendekatan akting yang ada di dun ia ini hanyalah alat pendukung untuk membuat si aktor, yang pada dasarnya sudah menjadi seorang aktor dalam kehidupan sosialnya, menjadi seorang aktor panggung atau actor film yang lebih peka dan terfokus. Ketiga, supaya harkat keaktoran di Indonesia dapat ditingkatkan, terutama karena fungsinya yang semakin kompleks dalam sebuah proses produksi dan pementasan. Harapan saya bagi para mahasiswa atau para pembaca yang budiman pun demikian, yaitu menggunakan buku ini sebagai pendukung untuk berperan, bukan se bagai satu sistem baru. Edisi Kedua buku ini hanya untuk membimbing membangunkan kembali aktor yang sudah ada dalam dirinya sambil melatih beberapa teknik fisik, intelektual dan spiritual yang dapat menolong untuk menampilkan pertunjukan yang berarti dan d apat dipercaya. Sama halnya dengan Edisi Pertama, Edisi Kedua buku The Art of Acting ini tetap berusaha menekankan bahwa disiplin pribadi adalah satu–satunya cara untuk dapat menguasai ketramp ilanketrampilan berperan karena disiplin adalah jembatan antar a tujuan dan pencapaian. Metode yang disampaikan oleh buku ini tergantung dari disiplin tersebut. Dengan demikian, si actor bertanggungjawab mengajar dirinya sendiri. Buku ini, dan guru aktingnya, hanya dapat menyokong dan membimbing.

3

Selain itu, di Edis i Kedua ini, penulis menambahkan beberapa Halaman Workshop di akhir bab untuk membantu para pengajar yang ingin memakai buku ini sebagai pedoman. Demikian pula tujuan utama buku ini , sama halnya dengan Edisi Pertama, bahwa guru akting hanya menolong di actor menyadari dan mengenal siapa diri pribadi nya. Guru akting melakukan semua ini karena dia tertarik dan sekaligus mempunyai perhatian total pada pribadi si aktor sambil berharap dapat membebaskan bakat terpendam yang dimilikinya. Dia memili ki tanggung jawab etika tersebut pada teater, film, dan tv. Keinginannya yang terdalam adalah menolong si aktor untuk menyadari misi –misi kemanusiaan yang terkandung dalam dunia teater, film, dan televisi.

4

UCAPAN TERIMA KASIH Sejak tahun 2012, ketika saya memulai penulisan Edisi Kedua buku ini, banyak yang sudah membantu dan tanpa bantuan orang – orang tersebut buku ini tidak akan selesai. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada, pertama -tama ibu yang terkasih, almarhum Ny . Masito Sitorus, yang tahu benar bahwa menempuh profesi yang pernah digeluti suaminya ini, sangat kompleks. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing saya, Almarhum Bapak Pramana Padmodarmaya, yang tidak pernah melepaskan perhatiannya, tuntunannya, dan yang te rpenting, percayanya pada kemampuan saya menyelami dunia teater ini. Terima kasih banyak kepada Ibu DR. Toeti Herati Noerhadi dan Ibu Pia Alisyahbana, para pelindung Jakarta Shakespeare Theatre, yang sejak saya mulai mengajar di Institut Kesenian Jakarta, telah menolong, membimbing, dan mendukung di semua bidang kerja saya. Tidak lupa rasa terima kasih saya yang sebesar -besarnya kepada semua aktor dan tim produksi Jakarta Shakespeare Theare yang naskah -naskah, konsep produksi, dan terutama, proses akting pa ra aktornya saya pakai di buku ini. Terima kasih saya ucapkan kepada sutradara Key Mangunsong dan adiknya novelis Dewi Lestari, sepupu -sepupuku yang baik, yang terus mendukung saya menggeluti dunia film dan televisi lewat proses produksi serta lewat novel -novel yang diangkat ke layar lebar. Ucapan terima kasih ini juga saya tujukan kepada Yaditimo, Gita Asmara, Jerry Octavianus, dan Oim Ibrahim, yang tidak henti hentinya membantu saya, sejak penulisan Edisi Pertama buku ini sampai ke Edisi Keduanya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para alumni Sakti Actor Studio, seperti Agnes Monica, Nicky Tirta, Ariyo Wahab, Nessa Sadin, Winky Wiryawan, Kenes Andari, Arifin Putra, Verdi Sulaiman, Ahmad Zaki, Tizza Radia, Ikhsan Samiaji, Stanley Saklil, para pelopor berdirinya Sakti Actor Studio yang sekaligus menjadi pendukung terciptanya Edisi Kedua ini. Tidak lupa pula, terima kasih saya kepada semua alumni dan siswa siswi Sakti Actor Studio, yang dengan setia dan sabar memberikan saya kesempatan memakai kalian sebagai “kelinci percobaan” untuk dapat mempraktekkan latihan -latihan baru yang tertera di Edisi Kedua ini. Kesetiaan dan kesabaran kalian, tidak akan pernah terlupakan.

5

Akhirnya, terima kasih yang sebesar -besarnya, kepada asisten saya , Yoga Arizona, siswa yang tadinya menempuh pendidikan di Sakti Actor Studio lewat bea siswa sampai menjadi asisten bidang pendidikan. Tak henti -hentinya Yoga menggeluti metode yang saya ajarkan, tak henti -hentinya Yoga membantu saya menulis ulang, merevisi, mendesain penataan yang tepat pelajaran -pelajaran di buku ini. Terima kasih Yoga, tanpamu, buku ini tidak mungkin dapat tercipta. Jakarta, 6 Juni 2019 EKA D. SITORUS

6

PENDAHULUAN Akting membutuhkan bakat. Bakat di kamus diartikan sebagai suatu kemampuan alamiah dari seseorang yang mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang bersifat spesial dan kreatif. Dalam diri seorang aktor, kemampuan -kemampuan ini adalah sensitivitas yang tinggi dan responsif terhadap penglihatan, bunyi, sentuhan, rasa, dan bau, s ensitif terhadap orang lain, mudah tergerak oleh keindahan dan penderitaan, dan memiliki imajinasi yang tinggi tanpa kehilangan kontrol terhadap realita. Jika seseorang sudah diberkati oleh kemampuan -kemampuan ini, maka hasratnya yang tak tergoyahkan untuk menjadi aktor diiringi oleh keinginannya untuk mengekspresikan yang sudah dirasakannya itu, lalu diidentifikasikan sebagai karakter, akan nyata di atas panggung atau di depan kamera. Walaupun demikian, perlu dicamkan bahwa maksud sensitif disini dan keinginan untuk mengekspresikan jangan disalahartikan dengan niat egois untuk tampil. Pada dasarnya, seorang aktor adalah seorang seniman yang mengekspresikan dirinya sendiri. Ketika dia mempersiapkan diri untuk sebuah pertunjukan atau memainkan sebuah adegan di depan kamera, usaha yang dilakukannya adalah mendefinisikan kembali atau membuat definisi baru. Dia masuk ke dalam sebuah pengalaman hidup, atau realita yang baru yang berkembang, tetapi lebih peka, dari kehidupannya sendiri. Kemampuannya untuk m enjadi “orang baru”, serta pengertiannya tentang pengalaman yang dijabarkan naskah dan yang disampaikan nya dalam sebuah pertunjukan , menggerakkan perasaan dan pikiran penonton sehingga mereka mengalami kesamaan suasana jiwa dengan yang dialaminya itu. Untuk membuatnya mampu mendefinisikan kembali atau membuat definisi baru di atas panggung atau di depan kamera, si aktor harus melalui tiga fase proses pendidikan akting itu sendiri. Pertama-tama, dia harus meningkatkan kemampuan ekspresinya. Dia harus mampu menggali ke dalam dirinya, ke dalam kehidupannya sehari–hari, untuk menciptakan satu sistem keseimbangan tubuh sehingga mampu mengekspresikan reaksi –reaksi yang sangat tinggi dan fleksibel tingkat responnya yang dituntut dalam sebuah pertunjukan. Kedua, dia harus meningkatkan kemampuan analisa. Dia harus mampu menyelidiki naskah dan membuka kekayaan –kekayaan yang tersembunyi didalamnya , sehingga kreasinya sendiri tentu akan memenuhi tuntutan yang dimaksud oleh naskah. Ketiga, d ia harus meningkatkan kemamp uan transformasi. Transformasi adalah kemampuan yang memberi arti dan bentuk kepada kemampuan ekspresi dan analisa, yaitu kemampuan “naluri” untuk

7

mentransformasikan diri memainkan peran dan kemampuan imajinatif menaruh diri sepenuhnya dalam karakter yang fiktif. Proses meningkatkan kemampuan fisik al (ekspresi), intelektual (analisa), dan spiritual (transformasi ) inilah yang dituntut dari seorang aktor yaitu proses memahami dirinya sebagai satu bentuk fisik unik yang terdiri dari ketiga bagian di atas. Kemampuan kemampuan tersebut saling menyokong dan jika salah satu diantaranya tidak ada, yang dua lainnya tidak berguna. Tentu, semua itu tidak dapat dicapai tanpa disiplin. Karena tanpa disiplin ketiga hal di atas tidak mungkin dapat dikembangkan. Disiplin dalam konteks ini adalah rasa hormat pada diri, rasa hormat pada teman main, dan rasa hormat pada pekerjaan utama si aktor sendiri. Sambil meningkatkan kemampuan fisik al, intelektual dan spiritualnya, dia akan melakukan latihan -latihan teknis yang membantu meningkatkan ketrampilannya. Usahanya adalah melakukan semua latihan tersebut dengan dedikasi yang tinggi dan penuh disiplin , karena tanpa disiplin, sensitifitas, kepekaan dan konsentrasi, semua yang ingin dihasilkan tidak akan pern ah tercapai.

8

DUNIA KEAKTORAN DI INDONESIA Sebelum kita berbicara mengenai dunia keaktoran di Indonesia, mungkin terlebih dahulu kita perlu membahas tentang dunia teater Indonesia sekarang ini karena akting memang berasal dari teater dan tidak terpisah darinya. Pendapat ini perlu dicamkan karena masih banyak anggapan yang mengatakan bahwa akting teater berbeda dengan akting film dan televisi. Anggapan yang salah ini sangat merusak generasi baru para aktor Indonesia, baik bagi m ereka yang berkecimpung di dunia teater saja maupun dunia film dan televisi. Untuk melihat dunia teater Indonesia, lebih baik jika kita menelaah tulisan Tommy F. Awuy di buku Teater Indonesia. Ia mengatakan bahwa teater Indonesia adalah teater yang penuh dengan ambiguitas 1. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, terutama, menurutnya, teater Indonesia hingga kini masih amatiran baik dari segi penyutradaraan, akting , dan penataan artistik. Ketiga bagian yang berkolaborasi menciptakan karya seni teater ini masih saling meraba meyakini fungsi, bidang pekerjaannya dan tugasnya masing masing. Selanjutnya, Tommy F. Awuy berkata bahwa ambiguitas ini juga disebabkan oleh alasan fanatik yang mengatakan bahwa teater tergantung pada ekspresi realitasnya s ehingga bukan sebuah pertunjukan yang ilusivitasnya tinggi. Teater seharusnya mengelak, menolak, bahkan mentransendensi realita. Banyak lagi contoh problema yang disampaikannya tetapi kedua masalah di atas adalah hal yang paling tepat untuk menjadi dasar u lasan kita tentang dunia keaktoran di Indonesia. Masalah keamatiran sudah jelas adalah “momok” yang paling menghambat mengalirnya lava penuh gejolak perteateran di Indonesia. Keamatiran perteateran di Indonesia disebabkan oleh hal yang sangat mendasar ya itu kurikulum pendidikannya. Kurikulum pendidikan teater yang amatir tentu menciptakan teater yang amatir. Sebagai contoh yang paling menonjol dari keamatiran ini adalah program studi akting dan penyutradaraan. Dalam kurikulum nasional program studi akting, mata kuliah yang diajarkan kebanyakan tidak berhubungan dengan akting tetapi dengan “studi teater tentang akting”. Akhirnya alumni -alumni yang dihasilkan dari kurikulum yang campuraduk seperti ini adalah pakar -pakar debat kusir seni akting dan bukan aktor-aktor yang mampu dan berpengalaman. Ambiguitas Kurikulum Nasional lebih nyata kelemahannya di program studi penyutradaraan. Hanya di Indonesia, program studi 1

T omm y F . Aw u y , “T e a te r I n do ne sia da la m Ambi g uita s da n Ir o ni ”, da la m

Teater Indo ne sia , p e n y un ti ng T om my F . Aw u y, Ja ka rta : Dewa n K ese nia n Ja ka r ta , 1 9 9 9 . ha l . 3 3 0 - 3 3 5.

9

penyutradaraan diajarkan di jenjang S1. Di negara-negara lain, penyutradaraan adalah bidang ilmu yang dianggap sangat tinggi (mungkin karena melihat umur mahasiswa yang masih kurang pengalaman hidupnya) sehingga hanya diajarkan di tingkat S2 dan S3. Di Indonesia, mahasiswa yang mengambil pr ogram studi Penyutradaraan tidak perlu mempelajari akting sama sekali. Lingkaran setan ini berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi, dimana sutradara-sutradara muda yang tadinya belum siap untuk belajar menjadi sutradara ini sudah dibayang -bayangi dengan pendapat sesepuh -sesepuh mereka. Misalnya, Nano Riantiarno dalam buku Teater Indonesia mengatakan bahwa sutradara Teater ada lah pemimpin, jendral. Dia itu pemimpin tunggal 2 atau Teguh Karya disebut sutradara auteur atau penggagas tunggal. Sehingga aktor d an para pekerja lainnya terkadang tak lebih dari sekedar robot 3 atau Putu Wijaya dengan gamblang mengatakan bahwa teaternya tidak boleh batal kalau tidak ada pemain. Teater tidak membutuhkan pemain. 4 Sutradara adalah pemimpin spiritual . 5 Selanjutnya Putu Wijaya dalam artikelnya tentang Teater Mandiri juga mengatakan bahwa sutradara adalah seorang jenderal, peran yang memiliki kekuasaan sangat besar dan tak terbantah dalam proses produksi. Ia bahkan seorang dewa . 6 Kalau memang demikian adanya, sudah ten tu teater Indonesia akan penuh dengan ambiguitas. Apalagi jika pendapat seperti ini nantinya akan dianut oleh sutradara -sutradara yang belum siap. Para sesepuh-sesepuh di dunia teater Indonesia yang mendukung penafsiran bahwa sutradara adalah seorang dik tator ini, memang bukanlah para seniman yang dipanggil untuk menentukan kurikulum nasional. Tetapi mereka mau tidak mau adalah juga salah satu unsur yang menyebabkan ambiguitas perteateran di Indonesia. Seharusnya mereka menyadari bahwa teater adalah seni campuran dimana unsur -unsur seni lain seperti sastra, seni rupa, arsitektur, musik, dan tari masuk didalamnya dan menciptakan sebuah karya seni yang disebut teater, bahwa teater adalah juga seni kerja sama (bukan berarti kerja kolektif) sehingga masalah kedudukan tidak terstruktur Na n o R ia nt ia r no , “T e n ta ng S ut ra da ra da n Pe n yu tra da ra a n ”, da la m Teater Indo ne sia , pe ny u nt i n g T om m y F. Aw u y, Ja ka rta : Dewa n Ke se nia n J a ka r ta , 2

1 99 9 . ha l. 1 8 0 . 3 Adi Pra na ja ya , Me mba ca Teg uh Kar ya , da la m Teate r I ndo ne sia , pen y u nti n g T o mm y F. Aw u y Ja ka rta : Dewa n Kese ni a n Ja k a rta , 1 99 9. ha l. 4 4. 4 P ut u W ija ya , Teate r M and iri , da la m Teate r I nd o nes ia , pe ny u nt in g T omm y F. Aw u y J a ka rta : De w a n Kese n ia n Ja ka r ta , 1 9 9 9. ha l. 15 0 . 5 Ib id . ha l . 1 6 1. 6 Ib id . ha l 1 6 4 .

10

seperti satu tingkat komando dari atas ke bawah, d engan sutradara paling tinggi tingkatnya. Perlu diketahui bahwa kerjasama di sini berarti kebersamaan, yaitu komitmen setiap pendukungnya melalui komunikasi yang bebas dan terbuka untuk menciptakan sebuah karya seni yang handal. Dengan demikian, karya seni yang dihasilkan oleh orang-orang yang tergabung di dalam produksi ini tidak sepenuhnya dihasilkan oleh si sutradara. Kesimpulannya sudah jelas bahwa ambiguitas tidak saja disebabk an oleh kurikulum nasional tetapi juga oleh tradisi teater Indonesia itu sendiri. Tidak hanya itu, sejarah membuktikan bahwa teater tidak dimulai oleh sutradara tetapi penulis naskah dan aktor. Sutradara baru tampil dalam proses produksi teater kurang le bih seratus tahun yang lalu. Penyutradaraan, yang tadinya tidak disebut penyutradaraan, pada zaman Yunani dan zaman Elizabeth, dipegang oleh penulis naskah sendiri dan dilanjutkan oleh aktor -aktor yang sudah senior atau yang sudah pensiun. Aktor -aktor senior ini mengambil alih proses produksi tidak hanya sebagai manager grup tetapi mereka juga menulis kembali naskah -naskah misalnya karya -karya Shakespeare, dan sekaligus menyutradarainya. Mereka leb ih memberi kebebasan kepada semua pekerja yang ikut ambil bagian dalam produksinya bahkan membebaskan para aktor memakai kostum pilihan mereka sendiri. Penafsiran -penafsiran yang lebih inovatif tentang naskah naskah klasik dengan produksi yang sangat terin tegrasi sering dilakukan oleh para aktor -manajer ini. Baru pada tahun 1866, sutradara merangkap manajer pertama, George II, Hertog dari Saxe Meiningen di Jerman, melakukan revolusionarisasi tentang prinsip prinsip pengadeganan di teater. Dalam pertunjukan di grup milik Hertog dari Saxe -Meiningen ini, tidak ada bintang, malah aktor pemegang peran utama dirotasi dengan aktor pemegang peran pembantu. Adegan keramaian tidak dibloking menurut aktor senior lalu turun ke junior tetapi perhatian diutamakan pada ger ak dan tingkah-laku individu, dikoordinasikan menurut tuntutan naskah. Selama Teater Indonesia tidak melakukan reformasi total terutama dengan maksud untuk menanamkan pengertian -pengertian yang paling mendasar tentang teater itu sendiri, me ngubah sistem pendidikannya menjadi lebih praktis dan terarah, maka ambiguitas itu akan terus berlanjut . Sementara yang akan terus terlantar adalah para aktor, yang sudah dengan susah payah bekerja tetapi masih dianggap boneka. Selanjutnya, Tommy F. Awuy juga berpendapa t bahwa teater Indonesia tergantung pada ekspresi realitasn ya sehingga teater bukanlah sebuah pertunjukan berilusivitas tinggi. Dia berpendapat bahwa teater s eharusnya mengelak, menolak, bahkan mentransendensi realita . Hal ini lebih pantas diaplikasikan ke bidang

11

akting yang sebenarnya Indonesia itu sendiri.

dapat

menerangkan

dunia

keaktoran

Pada dasarnya, tujuan dari teater adalah menciptakan ilusi ilusi, karena memang dunia yang diciptakannya adalah fiktif semata. Teater tergantung pada ekspresi realita snya karena aktor sebagai manusia yang hidup harus terlebih dulu tergantung pada ekspresi realita dunia sebelum dia mampu menciptakan ilusi -ilusi yang dituntut oleh naskah. Pada bagian Kemampuan Transformasi di buku ini, dijelaskan bahwa aktor adalah ketur unan dari dewa Dyonisus, dan seyogyanya dia mampu menciptakan ilusivitas yang tertinggi. Jika teater Indonesia sekarang ini tidak menunjukkan ilusivitas yang tinggi, maka itu karena keamatiran tadi, apalagi untuk bidang akting . Di Indonesia saat ini, tidak ada satupun proses pendidikan akting yang sistematis yang dapat menciptakan aktor yang mampu mengekspresikan ilusivitas tertinggi yang diharapkan oleh teater di atas. Kurikulum pendidikan akting yang campuraduk, isi mata kuliahnya yang tid ak sistematis, serta pendapat sesepuh -sesepuh yang diktator di atas, malah menciptakan teater Indonesia yang ilusivitasnya terlampau tinggi. Tetapi memang itulah teater Indonesia yang ambiguitas. Penonton datang ke teater bukan untuk melihat “ realita” yang total atau, sebaliknya, teater yang “apa adanya”. Mereka ingin disuguhkan dengan ilusi, tetapi pencipta -penciptanya harus mampu dengan tulus dan jujur mengalami dunia fiktif tersebut sebelum mereka mampu menyatakannya sebagai sebuah ilusi. Da sar dari pendidikan akting yang diajarkan oleh Konstantin Stanislavski adalah juga bersifat ilusif tetapi dimulai dengan cara bagaimana mensikapi kehidupan ilusif tersebut dengan tulus dan jujur . Pada tingkat yang lebih tinggi, dia mengajarkan ekspresi -ekspresi fisikal yang ilusivitasnya sangat tinggi. Sayangnya pendekatan ini disalahartikan dan bergeser menjadi teater yang lebih mengutamakan ekspresi ekspresi fisikal. Dengan demikian, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa duni a teater di Indonesia terutama bidang penyutradaraan dan akting lebih tepat mengalami kemunduran dari pada kemajuan. Disebabkan oleh kemunduran tersebut, eksistensi aktor Indonesia mengalami perubahan yang drastis bahkan sangat emosional. Sepertinya memberontak tanpa pandang bulu apalagi persiapan yang matang. Bintang -bintang sinetron bermunculan tanpa perlu pendidikan formal akting sama sekali (buat apa pendidikan kalau kurikulumnya menciptakan profesional -profesional teater yang amatir). Bintang-bintang ini sangat laris karena selain dari pada cantik dan tampan, mereka sangat menjaga dan melatih alat ekspresi mereka, seperti fostur tubuh yang tegap dan perawakan yang ditata

12

keindahannya. Sebagian besar dari merek a juga menuntut dirinya dipanggil sebagai seorang aktor bukan “artis” (memang tidak ada istilah lain untuk mereka selain dari pada “bintang” karena nyata tugas dan fungsi mereka menunjukkan definisi aktor yang sebenarnya, walaupun yang mereka kerjakan mung kin instan). Demikian pula perubahan sudah mulai terlihat di bidang penyutradaraan dimana pengaruh sutradara dalam sebuah proses produksi sudah mulai terkikis . Istilah Teater Sutradara yang sering terdengar di tahun 70 dan 80an tidak lagi terdengar seper ti Teater Kecil dengan Arifin C. Noernya, Bengkel Teater dengan Rendranya, Teater Populer dengan Teguh Karyanya, atau Teater Koma dengan Nano Riantiarnonya. Pengganti Sutradara sebagai seniman utama di teater adalah aktor -aktor yang bekerja di grup -grup teater yang lebih kecil dimana tampuk pimpinan dipegang oleh seorang aktor senior yang mengatur produksi dari segi artistiknya. Aktor -aktor ini bekerjasama membangun sebuah produksi dengan penuh semangat dan menciptakan sebuah pementasan yang ensemble dimana cap “konsep” sutradara sudah tidak terlihat tetapi sebuah karya dari hasil kerjasama yang sifatnya lebih mengarah kepada eksplorasi. Perubahan ini mungkin juga karena kendala yang dihadapi oleh para sutradara ketika menerangkan konsep pertunjukannya diman a dia tidak dapat lagi mendikte, mengajari, bahkan mengkopinya di dalam diri para aktor mereka karena p ara aktor yang sudah merasa mampu ini tidak dapat menerima cara -cara seperti ini lagi. Selain itu tentunya karena tidak ada eksplorasi bakat -bakat baru d i bidang penyutradaraan, atau tidak dilakukannya usaha untuk mempersiapkan sutradara masa depan. Perubahan terjadi mungkin juga disebabkan oleh karena para aktor sendiri sudah mulai mengerti bahwa penafsirannya mempunyai implikasi yang patut dipertimbang kan untuk mendukung karya seni yang akan diciptakan. Bahwa pengalaman hidup mereka mempunyai andil yang besar terhadap pengalaman hidup yang disampaikan oleh naskah. Bahwa proses mentransfer (melalui identifikasi) pengalaman hidup pribadi menjadi pengalama n hidup karakter yang dimainkan membuat aktingnya lebih jujur. Bahwa dunia fiksi yang diciptakan si penulis naskah menjadi realitis oleh karena pengalaman pribadi yang diaplikasikannya itu. Bahwa dengan mentransfer, si aktor membuktikan saran Constantin St anislavski sendiri, yang mengatakan: “Jangan sampai kau kehilangan dirimu di atas panggung. Bertindaklah selalu berdasarkan pribadimu sebagai seorang seniman. Kau tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari dirimu sendiri. Begitu kau kehilangan dirimu di a tas panggung, maka kau tidak akan lagi menghayati peranmu dengan sesungguhnya,

13

melainkan akan mulai suatu permainan yang palsu dan berlebih lebihan” 7. Oleh karena teater adalah seni kerjasama maka semua unsur seni yang tercakup didalamnya yaitu penyutradaraan, akting , desain, bahkan penonton bekerjasama dan mempunyai posisi setara dalam menciptakan sebuah karya seni teater di atas panggung . Dengan demikian, s udah sepatutnyalah sutradara mengakui bahwa dia tidak dapat bekerja sendi ri dalam menciptakan karya seni di teater atau film. Begitu pula sebaliknya, aktor tidak dapat mencipta tanpa sutradara dan para penata. Perubahan yang terlihat ini bukan berarti hilangnya pengaruh sutradara dalam suatu proses produksi, tetapi untuk menu njukan peningkatan kemampuan pekerja seni teater itu sendiri, terutama bidang akting. Peningkatan kemampuan para aktor masih memiliki kendala dan yang paling menyolok terlihat di bagian kapasitas dan potensi aktor itu sendiri. Pengetahuan d an buku-buku tentang akting masih kurang terutama di bidang teori, teknik, serta aplikasi praktis pendekatan-pendekatan akting yang ada. Untuk itu, buku ini akan menelusuri segi akting yang semakin lama semakin kompleks dengan mengetenga hkan pendekatan pendekatan akting, terutama yang sifatnya “subtil” , tidak berlebih lebihan dan palsu . Tentu saja seorang penulis akan berusaha menulis apa yang dia percaya dengan memberikan fakta -fakta konkrit dari apa yang dipercayainya itu. Penulis lebi h setuju dengan akting yang dimaksud oleh Konstantin Stanislavski yaitu akting yang menelusuri kehidupan alamiah manusia. Kehidupan yang realistis di lingkungan yang dihidupinya dimana melalui ingatan emosi melakukan identifikasi antara pengalaman hidupnya dengan pengalaman hidup si karakter dalam latihan dan mengaplikasikannya di atas panggung atau di depan kamera untuk menciptakan sebuah kehidupan yang jujur di dunia yang fiktif.

Co nst a n ti n Sta ni sla vs ki , A n A ct or P repa re s , ver si I ndo ne sia “ Per s ia pa n Se ora ng A kt or ” o le h Asr ul Sa ni , ha l. 1 89 , Pene rb it P usta ka Ja ya . Ceta k miri n g ole h pe ne r bit . 7

PROSES KERJASAMA DI DUNIA TEATER Proses kerjasama yang terjadi dalam dunia teater dibagi dalam empat bagian besar dimana semua seniman yang ikut campur didalamnya mengambil peranan penting dalam menciptakan sebuah produksi yang “ ensemble” (harmonis). Pembagian kerja untuk menerapkan konsep sutradara dalam sebuah karya seni tersebut dilakukan sesuai porsi masing -masing dan selalu sejajar tingkat komandonya. Pembagian kerja ini dapat dilihat juga dari proses manifestasi naskah dari sebuah karya sastra yang murni menuju sebuah karya teater. Naskah yang menjadi petunjuk utama dieksplorasi oleh sutradara yang nantinya akan menjadi konsep produksinya. Para aktor dan penata artistik akan melakukan penafsiran dan eksplorasi untuk menentuka n pilihan-pilihan mereka menciptakan sebuah peristiwa atas konsep sutradara ini yang nantinya dinikmati oleh penonton dalam sebuah pertunjukan. Penulis Naskah adalah pencipta konsep pertama yang di nyatakan dalam sebuah teks naskah. Teks ini berisi visi (atau “biji” naskah) yaitu pesan yang ingin disampaikannya dan given circumstances (istilah Stanislavski yang berarti situasi-situasi yang diberikan penulis naskah dalam teksnya). Sutradara akan menganalisa teks ini serta menyesuaikan dengan tradisi -tradisi teater yang sudah ada pada saat naskah tersebut ditulis, dengan dunia di mana naskah tersebut ditulis, dan dengan visi yang ingin disampaikan oleh si penulis naskah. Dia membentuknya menjadi sebuah konsep produksi dan dibagikan kepada setiap seniman yang ikut ambil bagian. Bentuk teknis dari konsep produksi ini terdiri dari banyak hal terutama visi, tema -tema naskah (sutradara memilih satu tema untuk menjadi pesan yang ingin disampaikan), fungsi -fungsi karakter terhadap tema tersebut, lingkungan fisik nask ah (set), lighting, kostum dan tata rias. Selanjutnya dia akan menyampaikan konsep produksi atau hasil penafsirannya ini kepada para aktor, sehingga mereka dapat memakai konsep tersebut untuk melakukan penafsiran sendiri tentang naskah dan karakter yang dimainkan. Penafsiran mereka akan berbentuk fungsi karakter, aksi -aksi karakter, dan lain -lain, yang mendukung konsep sutradara untuk bersama -sama diaplikasikan dalam produksi. Demikian pula penafsiran penata panggung mengenai lingkungan fisik naskah yang tentunya sesuai dan mendukung konsep sutradara (konsep tentang lingkungan fisik naskah) untuk bersama -sama diaplikasikan dalam produksi. Selanjutnya, para penata lighting, kostum, dan tata rias akan bekerjasama dengan penata panggung menciptakan ling kungan fisik naskah yang didasari oleh konsep sutradara tentang set, lighting, kostum dan tata rias. Demikianlah seterusnya produksi yang sebenarnya tercipta dan disampaikan melalui sebuah pertunjukan untuk diterima sebagai sebuah peristiwa “disini dan sek arang” oleh penonton. Penafsiran yang diaplikasikan oleh para aktor dan para penata artistik ke dalam konsep sutradara tercipta melalui sebuah proses yang terkadang berlangsung lama tetapi juga dapat terjadi dengan singkat. Proses aplikasi yang dilakukan para aktor terjadi dalam latihan -latihan yang dilakukannya bersama sutradara sementara proses aplikasi yang dilakukan oleh sutradara dan para penata artistik terjadi dalam rapat -rapat produksi. Dalam latihan, sutradara akan terus menjaga sehingga konsepn ya tidak melenceng atau berputar arah, tetapi berusaha untuk menerima, menyarankan, atau melakukan persuasi untuk

15

merubah penafsiran aktor sehingga dapat mendukung konsep produksinya. Aksi utama atau “spine” (keinginan terdalam) dari peran yang dimainkan s i aktor akan terus menjadi pedoman untuk menciptakan cara -cara menyampaikan keinginan tersebut (pilihan -pilihan), yang didasari oleh konsep sutradara tadi . Semua proses ini berlangsung terus tidak saja sampai pertunjukan itu selesai tetapi sampai produksi ini menjadi bagian dari tradisi teater itu sendiri. Diskusi-diskusi untuk mencari penafsiran -penafsiran baru atau tema -tema baru yang mungkin akan menjadi pedoman untuk produksi -produksi selanjutnya , akan terus berlangsung pada saat produksi itu sedang dal am proses pembuatan maupun ketika produksi ini sudah selesai dipertunjukkan. Hal ini membuktikan bahwa peristiwa teater selalu mengacu pada konsep “disini dan sekarang” . Relevansinya pada kehidupan manusia sangat universal dan dapat terus diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Sejarah yang akan menentukan apakah produksi yang diciptakan menjadi sebuah karya seni yang unggul, hasil dari kerjasama yang “ensemble” antar para seniman yang ikut ambil bagian didalamnya. Bagan di bawah ini menjelaskan deng an terperinci proses kerjasama tersebut. Jika diteliti dengan seksama, semua berusaha memberi masukan terhadap konsep produksi yang sudah disiapkan oleh sutradara melalui keputusan-keputusan yang disebut di dunia teater : pilihan-pilihan. Seluruh pernafsiran selalu berhubungan dengan bidang yang dikuasai setiap senimannya. Para penata artistik tentu tidak akan berbicara banyak mengenai akting seorang aktor, tetapi dia dapat berbicara tentang tempat duduk dalam setnya yang akan sering diduduki si aktor, atau bentuk artistik kostum yang dipakainya di mana kostum ini memegang peranan penting terhadap proses transformasi si aktor menjadi si karakter. Dia akan memberikan saran -saran yang sifatnya lebih eksternal tentang set atau kostum yang dipakai si k arakter. Set, properti, kostum, dan tata rias si karakter ini pasti akan memegang peranan penting bagi si aktor untuk mengerti situasi lingkungan di mana dia hidup. Demikian sebaliknya, si aktor akan menyampaikan penafsirannya tentang lingkungan di mana dia hidup, tentang kostum yang dipakainya kepada para penata panggung, lighting, kostum, dan tata rias. Penafsiran-penafsiran ini didasari oleh konsep sutradara dan oleh “spine” si k arakter. Semuanya akan mendukung dan mentransformasikan si aktor menjadi si karakter tetapi tetap jujur dalam dunia fiktif pertunjukan.

PROSES KERJASAMA DI SENI TEATER

Ko n s ep su trad ara ten tan g lin g k u n g a n p an g g u n g / lo k a si

Ko n s ep su tr ad ar a ten tan g Vi si Na sk ah

Pen af s iran ak to r ten tan g v is i n a sk ah

PILIHAN

PI LI H AN

PENULIS NASKAH

Pen af s iran p en at a ten t an g l in g k u n g an k arak t er

SUTRADARA

PILIHAN

AKTOR

PI LI HA N

PILIHAN

Vi si d an Te m a Na sk ah

Pen af s iran su trad ar a ten t an g k ar ak ter

CO ST UM E/ TAT A RI AS

PENATA

SET

PILIHAN Pen af s iran ak to r ten tan g lin g k u n g an p an g g u n g

Ko n s ep p en a ta ten tan g l in g k u n g an p an g g u n g / lo k as i

LIGH TIN G

ELEMEN-ELEMEN DALAM DRAMA Aristoteles, dalam bukunya Poetics, menjelaskan elemen elemen yang tergabung dalam sebuah drama yang patut di mengerti para seniman di dunia teater dan film ketika mereka menulis, menyutradarai, memainkan seorang karakter, dan menata sebuah pertunjukan teater atau film . Dia mengatakan bahwa e lemen-elemen inilah yang memberi makna dramatis pada sebuah pertunjukan. Makna dramatis ini dituntut oleh penonton karena memang itu yang mereka cari ketika mereka datang menonton. Usai pertunjukan, mereka akan membawanya pulang untuk memberi makna tersendiri pada kehidupan mereka masing -masing. Makna yang mengatakan bahwa kehidupan mereka mempunyai arti dan kebenaran. Makna dramatis, menurut Artitoteles, ter cipta karena enam elemen penting yang prosesnya sama seperti sedang menumpukkan kotak-kotak satu di atas yang lainnya, yaitu plot, karakter, pikiran, diksi, melodi, dan pentas. Bagan dan keterangan di bawah ini akan mempermudah menjelaskan satu-persatu elemen tersebut: Konteks Manusia ket i ka b er ad a d al am : 1. sit ua si- s itu as in ya 2. P er an - pe r ann y a 3. Hubun ga n p r ib adi y a. d is e t ir o le h

Tensi Dramatis

Di ar ah k an ol eh

Fokus Na mp ak j el a s p ad a

Ruang

Waktu me la lu i

Bahasa

Gerak untuk m en c ipt ak an

Suasana hati

Simbol Y ang m an a se mu an y a b e r sa ma - s am a men c ipt ak an s ebu ah

MAKNA DRAMATIS

18

Konteks Manusia: Dalam pertunjukan , si karakter akan menghadapi situasi -situasi dan berperan dalam situasi -situasi tersebut. Perannya ini akan muncul dari hubungan pribadinya dengan: 1. Sesama m anusia melalui status, peran dan motivasi. 2. Ide-ide melalui sikap atau pandangan, kepercayaan. 3. Lingkungannya melalui situasi dalam lingkungan terseb ut dan konteks lingkungan tersebut pada kehidupan pribadinya. Tensi Dramatis: Untuk membuat sebuah pertunjukan menarik perhatian penonton, dibutuhkan tensi dramatis. Tensi dramatis disebabkan oleh karena ada satu tugas yang harus diselesaikan oleh s i karakter tetapi terhalang dan membuat tugas itu terhambat untuk dapat diselesaikan . Tugas yang terhambat menimbulkan konflik dan konflik meningkatkan tensi dramatis. Fokus: Dalam pertunjukan, fokus penonton diarahkan melalui perangkatperangkat fokus di bawah ini : ▪ Ruang: level, jarak, dan penggruppan (semua itu adalah bagian dari bloking yang tentunya harus sesuai dengan aksi naskah). ▪ Tempat-tempat yang mempunyai arti khusus : mesjid, gereja, kuburan (aksi dramatis akan meningk at karena tempat tersebut mengundang emosi yang dalam). ▪ Prosesi-prosesi: ritual, penyembahan atau suasana sakral yang membuat perhatian penonton lebih terpusat. ▪ Penggunaan p roperti-properti: apalagi jika jarang dilihat penonton seperti misalnya benda-benda antik. ▪ Gestur: gerak, sentuhan, signal, bahasa tubuh (yang sifatnya “sensual” atau intens itasnya tinggi biasanya mengundang fokus). ▪ Eye-contact: ke lawan main, ke arah lain, ke penonton, ke dalam diri. ▪ Vokal: Apa yang diucapkan, bagaimana mengu capkannya, bahasa yang digunakan dan variasi -variasinya (bentuk suara yang unik dapat mengundang fokus penonton). ▪ Kontras: Menentang patron yang sudah tertata, variasi -variasi (Bloking atau bentuk ekspresi yang tidak lazim dan jarang dilihat yang menentang tatanan sosial dan moral biasanya mengundang fokus penonton). Ruang dan Waktu: Ruang dan waktu didefinisikan sebagai berikut: ▪ Lokasi dan setting yang kreatif.

19



▪ ▪ ▪

Pengadeganan: penggunaan ruang, penciptaan dunia sebelum naskah di mulai, hubungan antara pengadeganan dengan penonton, hubungan antara dunia sesudah pertunjukan berakhir dengan penonton. Periode: kapan hari itu, apa musim saat itu; apa mungkin saja waktunya bebas atau abstrak. Pace dan tempo: pengelolaan waktu, mungkin waktu mempunyai arti yang khusus dalam naskah dan apakah nampak dalam pertunjukan. Ritme dan timing.

Bahasa dan Gerak: Bahasa dan gerak pemain dalam pertunjukan tergantung dari “masa”nya (genre) dan “gaya”nya, misalnya apakah bahasanya naturalistis atau bergaya. Kata -Kata dan gerak jika dikombinasikan akan membentuk imagi dramatis yang spektakular apalagi jika ditambah dengan bunyi dan musik. Suasana Hati dan Simbol: Suasana hati, atau “moods” tercipta karena hubungan timbal balik antara konteks manusia, ruang, waktu, bahasa, dan gerak. S ementara simbol adalah benda-benda yang memiliki arti khusus dan dalam atau bersifat emosional bagi si karakter. Makna Dramatis: Dengan demikian, m embangun seluruh unsur pertunjukan di atas tetapi tetap mendasari pertunjukan tersebut dengan maksud penulis naskah dan terlihat pada pertunjukannya akan menghasilkan makna dramatis, yaitu interpretasi subjektif penonton tentang apa yang dipersembahkan pada mereka.

20

PERANAN AKTOR DALAM PROSES PRODUKSI Aktor dan sutradara bekerja sama dalam latihan untuk menciptakan sebuah pengalaman hidup yang fiktif menjadi sebuah realita bagi para penonton. Didasari oleh konsep sutradara, atau apa yang diinginkan sutradara untuk terjadi di atas panggung atau di depan kamera, aktor mengaplikasikan penafsirannya dengan memakai pengalaman hidup yang dimiliki serta teknik -teknik akting yang sudah dia mengerti. Tentu sebagai seorang aktor, dia patut memiliki pengalaman hidup yang dalam serta wawasan yang luas mengenai kehidupan itu sendi ri. Perkembangan ilmu psikologi dan pendekatan -pendekatan akting yang ada saat ini membuat peranan para aktor dalam sebuah produksi semakin kompleks Sistem-sistem yang mereka gunakan untuk membuat penonton tertarik pada karakter yang dimainkannya bermacam ragam. Ada yang menggunakan kehidupan emosional pribadinya dengan jujur tetapi tidak melenceng dari tuntutan penulis naskah tentang karakter yang sedang dimainkannya . Ada sebagian aktor menyiapkan dirinya melalui sistem Stanislavski atau metode akting karya Lee Strasberg. Ada juga yang memberi jarak antara dirinya dengan penonton dengan menggunakan perangkat -perangkat alienasi karya Bertolt Brecht untuk memaksa kan respon yang sifatnya kritis, bukan empati , dari para penonton tersebut . Tetapi ada juga sekelompok aktor yang hanya dengan semangat berkumpul , mempersiapkan sebuah produksi tanpa mengerti semua pendekatan akting yang ada di dunia saat ini. Usaha eksplorasi para aktor ini melalui pendekatan -pendekatan akting yang mereka lakukan yang baru dijelaskan di atas akan dijabarkan dengan lebih konkrit melalui pendekatan -pendekatan yang ada di dunia ini. Karena memang para aktor sulit membuktikan kesenimanannya, bahwa mereka dianggap sebagai manusia -manusia yang hanya menggunakan sifat -sifat intuitifnya saja, bahwa mereka hanya mampu membuat dirinya terhipnotis tanpa mampu mengingat kembali peristiwa yang dialaminya di atas panggung, pendekatan pendekatan inilah yang akan menunjukan keseniman mereka itu yai tu pendekatan yang memiliki sejarah yang berbentuk teoritis, praktis, dan didasari oleh pengertian yang mendalam. Walaupun demikian, para aktor masih sulit membuktikan kesenimanannya. Mereka masih dianggap sebagai manusia -manusia yang hanya menggunakan s ifat-sifat intuitifnya saja. Mereka dianggap hanya mampu membuat dirinya terhipnotis tanpa mampu mengingat kembali peristiwa yang dialaminya di atas panggung. Mungkin melalui pendekatan -pendekatan ini, kesenimanan mereka

21

akan diakui dan dengan demikian per anan mereka akan menjadi penting terutama jika pendekatan itu memiliki sejarah yang berbentuk teoritis, praktis, dan berfalsafah. Tentu pertanyaan esensial yang patut dijawab untuk membuktikan kesenimanan mereka adalah apakah mereka pencipta yang orisinil, atau hanya memberi animasi pada konsep sutradara? Apakah yang mereka pelajari patut diselidiki secara objektif? Semua ini harus dijawab untuk dapat menentukan eksistensi para aktor sebagai seniman murni di dunia teater yang proses kerjanya semakin kompleks saja. Mungkin pendekatan-pendekatan yang ada dapat dibuat sebagai pedoman untuk menentukan apakah mereka dapat disebut sebagai pencipta orisinil. Selain itu, apakah karyanya, dengan memakai medium dirinya sendiri yang berdiri sendiri kesenimannya, dapat dilihat secara objektif sebagai sebuah karya seni yang kreatif dan imajinatif. Peran aktor di dunia teater dan film semakin penting sejak seni drama mengalami proses transformasi selama ini. Di zaman Yunani kuno, kemampuan individu te rbenam di kerumunan koor yang memenuhi panggung. Tetapi, tahap demi tahap, seni drama mulai menganalisa jiwa manusia, meneliti sifat -sifat asmara, cinta, kebencian, balas dendam, kesedihan dan lainnya. Seni keaktoran berkembang, sehingga semakin kompleks d an tidak mudah dilakukan oleh sembarangan orang saja. Profesi keaktoran sekarang menjadi profesi yang khusus, sehingga tugasnya sulit dan menguras seluruh energi. Peran tersebut membuat seorang aktor menjadi ujung tombak sebuah pertunjukan. Dia menjadi yang paling dominan, apalagi pada malam pertunjukan, dimana dia, selama pementasan berlangsung, tidak henti -hentinya berdiskusi dengan jiwanya, mempertanyakan eksistensinya sebagai seseorang yang sedang menjalani sebuah pengalaman hidup, mempertan yakan siapa dirinya, apa keinginannya yang terdalam, apa yang akan dilakukannya untuk mendapatkan keinginan tersebut, apa ada penghalang-penghalang untuk mendapatkan keinginan tersebut dan apa atau siapa penghalangpenghalang tersebut, apakah dia dapat men gatasi, melewati, bahkan menghancurkan penghalang -penghalang tersebut? Peristiwa yang dialaminya ini, membuat dia menjadi sosok yang memberikan realita kepada pengalaman hidup karakter yang dimainkannya. Dia menjadi pemersatu semua hasil karya seniman lain yang ikut ambil bagian dalam proses produksi. Dengan kata lain, melalui usahanya untuk hidup jujur dalam dunia yang fiktif yang diciptakan penulis naskah, dia memberi “jiwa” kepada produksi yang dipertunjukkan.

22

PENDEKATAN AKTING Sejak abad ke 17 ketik a pendapat -pendapat tentang keaktoran mulai dicatat dalam buku -buku harian, surat -surat, dan kemudian esei-esei, dua pendekatan akting yang berbeda mulai terlihat yaitu pendekatan akting representasi dan presentasi . Disatu pihak, pendidikan seorang aktor akan selesai setelah dia menguasai teknik teknik akting yang lebih mengutamakan kemampuan luarnya. Setelah itu dia mulai terjun ke atas panggung dan belajar melalui pengalaman atau dengan melihat tingkah laku yang dilakukan para aktor yang lebih senior, dengan cara mengimitasikan, mengilustrasikan aksi dan reaksinya, cara penempatan tawa dan tangis, melakukan simulasi emosi, dan lain -lain. Dia juga meminjam tingkah-laku yang tepat yang sudah dibuat menjadi “gestur -gestur” yang dibawakan denga n penuh karisma dan suasana teatrikal yang efektif seperti suara yang berdering, teriakan yang membuat penonton merinding, tingkah laku mereka yang menyentuh hati ketika menggambarkan penderitaan dan teror, bahkan gestur -gestur yang mengekspresikan kemegah an. Pendekatan formalisme yang secara umum sudah diterima dan mudah untuk dicontoh ini, diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Di pihak lain, ada beberapa aktor yang lebih suka mengisolasikan dirinya. Ketika mereka bermain, penonton dibua t terpengaruh dan tercengang oleh karena tingkah laku -tingkah laku mereka di atas panggung sangat sederhana dan dikenal dalam kehidupan sehari -hari, mereka tidak memakai semua pendekatan pendekatan teater yang umum yang ada pada saat itu. Realita kehidupan yang mereka tampilkan, penemuan mereka tentang tingkah laku yang jujur, dan cara mereka mengkomunikasikannya seperti baru pertama kali terjadi dan sangat otentik sehingga aktor -aktor lain yang mungkin menyaksikan pertunjukan itu tidak mungkin dapat menirunya. Preferensi untuk yang satu ketimbang yang lain dari kedua genre yang bertentangan ini terus menimbulkan perdebatan perdebatan serius antara para aktor maupun penonton. Para ahli sejarah memberikan istilah kepada kedua pendekatan ini dengan nama akting formalisme (representasi) dan akting realisme (presentasi). Akting representasi pada dasarnya berusaha untuk mengimitasikan dan mengilustrasikan tingkah laku karakter. Aktor representasi percaya bahwa bentuk karakter diciptakan u ntuk dilihat dan dieksekusi di atas panggung. Dengan kata lain, akting representasi berusaha memindahkan “psyche” (jiwanya) sendiri untuk mengilustrasikan tingkah laku karakter yang dimainkan sehingga

23

penonton teralienasi dari si aktor. Nilai psikologis pu jian atas kemampuan ini sama dengan pujian yang diterima oleh seorang pemain akrobat. Tepukan yang diterima adalah hasil dari kemampuan yang tampak sehingga tendensi akting representasi adalah formal dan cenderung mengikuti “fashion” yang ada. Tetapi empat i dengan tingkah laku manusia, keikutsertaan emosi si aktor dan penonton tidak ada. Akting presentasi adalah akting yang berusaha untuk menyuguhkan tingkah laku manusia melalui diri si aktor, melalui pengertian terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu se belum mengenal karakter yang dimainkannya. Aktor presentasi percaya bahwa dengan mengidentifikasikan diri pada aksi-aksi karakter yang akan dimainkan maka satu bentuk karakter dengan sendirinya tercipta, bentuk karakter yang diharapkan dan sesuai dengan situasi yang diberikan oleh penulis naskah. Kerja yang dilakukannya di atas panggung adalah proses dari saat ke saat sesuai dengan pengalaman hidupnya sendiri. Contoh yang paling tepat untuk membedakan kedua pendekatan ini adalah kompetisi yang berlangsung bertahun -tahun antara aktor Perancis, Sarah Bernhardt dan aktor Italia, Eleonora Duse ketika memerankan karakter -karakter mereka. Saat itu kedua aktor ini memainkan peran Magda dalam naskah berjudul Heimat karya Sudermann bersamaan tetapi di dua teater yang berbeda di West End, Inggris. George Bernard Shaw, kritikus teater dari Inggris, menafsirkan dan membedakan pendekatan akting kedua artis itu dengan cermat dalam tulisannya di majalah The World, tahun 1895. Katanya: “Perbedaan kedua Magda yang dimainkan oleh kedua artis ini sama ekstrimnya dengan semua keadaan yang bertolak belakang yang mungkin ada di dunia ini.” Dia menggambarkan Sarah Bernhardt seperti seseorang “…yang selalu siap dengan senyuman yang cerah menembus awan”. Shaw melanjutkan pendapatnya tentang tampang, bentuk tubuh, dan tata rias, katanya: “Bibirnya terlukis indah, pipinya merekah seperti buah persik, sementara kejelitaannya tidak manusiawi tetapi menakjubkan. Ketidakmanusiawian ini dapat dimaafkan, karena walaupun semua itu nonsen s, tidak seorangpun yang percaya pada aktingnya, apalagi si akt or sendiri, persembahan yang diberikannya adalah seni, sangat pintar, memang sebuah persembahan teater, ekspresinya penuh kemegahan, sehingga tidak mungkin diangg ap sebagai suatu pertunjukan yang tidak pantas dinikmati.” Tetapi, ketika Shaw berbicara tentang Eleonora Duse , dia berkata: ”Semua yang terjadi dalam penampilan Sarah Bernhardt, sama sekali tidak terjadi dalam diri Eleonora Duse, yan g menciptakan

24

setiap momen pertunjukan dengan penuh perasaan dan berbeda -beda. Ketika dia berada di atas panggung, semua prasyarat kemanusiaan tertera dalam aktingnya. Duse baru berada selama lima menit di atas panggung, tetapi dia sudah menunjukkan pendek atan akting 25 tahun lebih maju dari pendekatan akting wanita yang tercantik di dunia, Sarah Bernhardt. . . Semua efek -efek wajah dan tingkah laku yang dimiliki Sarah Bernhardt sama banyaknya dengan semua ide -idenya tentang drama yang jumla hnya tidak lebih dari jari tangan yang dimilikinya. Tetapi Duse, menunjukkan tingkah laku dan ide -ide drama yang berkelimpahan banyaknya dan berlangsung selamanya dengan pose dan gerak yang bervariasi. . . Hanya ide -ide dramatis yang berkelimpahan ini yang menemukan ekspresinya melalui gerakan Duse yang memberikan perbedaan jelas antara manusia dan binatang”. 8 Shaw selanjutnya berbicara tentang sebuah adegan dimana peran Magda menerima karangan bunga dari seorang pria yang diagungkannya: “Hal yang aneh ter jadi, dia mulai tersipu -sipu dengan pipi yang menjadi merah merona. Ketika menyadarinya, warna merah di pipi menjalar keseluruh muka dan semakin pekat. Setelah berusaha dengan sia -sia, dia menolehkan pandangannya ke arah lain dengan maksud menyembunyikan m ukanya, dia menyerah dan menutup warna merah yang merona itu dengan kedua tangannya. Dengan akting seperti itu, saya tidak perlu diberitahu kenapa Duse tidak memoleskan tata riasnya setebal satu inci. Saya tidak melihat tipu muslihat, yang jelas tingkah te rsebut adalah efek yang jujur dari satu imajinasi dramatis”. Duse, menurut penulis biografinya William Weaver, adalah seorang yang “tidak mengiklankan diri. . . . Dia tidak menirukan gaya -gaya indah, dia tidak mendeklamasikan dialognya, tidak menciptakan efek-efek indah, tetapi menciptakan karakter, menghidupinya dengan kesederhanaan yang tidak pernah ada sebelumnya. . . . Dia membentuk dirinya sendiri melalui observasi dan pengertian yang mendalam tentang kehidupan. . . . Kesederhanaan ekspresi didapat dari kehidupannya yang memang kompleks yang berusaha menembus sepenuhnya ke dalam diri si karakter”. 9 Contoh-contoh lain dari pertentangan kedua pendekatan di atas terjadi juga antara aktor formal Inggris, Sir Henry Irving (1838 -1905) dan aktor realis Amerika, Edwin Booth (1833 -1893), yang mana perbedaan mereka memainkan Hamlet, terus menjadi bahan pembicaraan yang hangat. Sir Henri Irving jelas menyatakan bahwa realisme terlampau dibesar -besarkan. Dia lebih setuju dengan 8

T ob y Co le & He le n Kri c h C hi n o y. A cto rs on A cti ng . Ne w Y or k : Cr ow n

Pub li s he r s, I n c. , 1 9 70 , ha l. 4 6 6 . Wi llia m We a ve r , Dus e . New Y or k : Ha r co u rt Bra ce J o va no vi c h , 1 98 4, ha l . 1 22 . V e r si ba ha sa I nd on e si a ole h pe n uli s. 9

25

pendapat William Shakespeare dalam naskah Hamlet yang mengatakan bahwa akting adalah pencerminan kehidupan alamiah kita. Dia lebih setuju kalau aktor tidak memberikan kesempatan kepada perasaannya untuk ikut campur dalam pro ses akting yang dilakukannya. Dia setuju pendapat Diderot yang mengatakan bahwa aktor tidak pernah merasa. Menurut Sir Henry Irving, aktor harus menguasai perangkat -perangkat keaktorannya, misalnya konsep yang pasti dari si karakter, mengua sai unsur puitis dialog yang disampaikannya dan setiap kalimat mengekspresikan pemikiran sendiri sehingga intonasi patut berubah -ubah. Si aktor harus mampu mengekspresikan struktur, ritme, dan jiwa dari puisi yang disampaikannya. 10 Berbeda dengan Edwin Bo oth, dia membawa kepribadian baru ke atas panggung Amerika yang pada saat itu masih dikuasai oleh aktor formalisme Edwin Forrest (1806 -1872). Ketenangan yang dipancarkan melalui aktingnya membuat dia menjadi Hamlet Amerika yang penuh dengan kegelapan, kese dihan, puitis, dan melankolis. Mungkin penderitaan -penderitaan tragis yang dialaminya, seperti istrinya yang meninggal masih muda, adiknya sendiri (John Wilkes) yang juga seorang aktor, adalah pembunuh Presiden Abraham Lincoln, kemudian teater tempat dia pentas terbakar, telah membuat dia menjadi seorang aktor yang penuh dengan ekspresi emosi yang gelap dan sedih. Seorang kritikus teater berpendapat bahwa dalam permainannya, Edwin Booth sering menentang “tradisi” lama. Penyampaiannya natural, tenang, pintar , berbeda, dan segar. . . .” 11 Edwin Booth sendiri berkata: “Aku terlampau lembut dan rapih, pada satu hari nanti aku akan dikalahkan oleh aktor yang bersuara keras dengan gaya yang ekspresif dan besar.” 12 Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa formalism e adalah pendekatan dari luar diri sementara realisme adalah pendekatan dari dalam diri. Pendekatan dari luar diri lebih mengutamakan teknis teknis ekspresi fisikal dan intelektual termasuk menyampaikan pesan secara puitis, romantis , dilain pihak, pendekatan dari dalam diri lebih mengutamakan pengalaman hidup yang disampaikan secara natural dan sederhana atau, dengan kata lain, “subtil”. Pendapat -pendapat di atas tentang perbedaan pendekatan akting, mungkin perlu ditelusuri satu pe rsatu dengan cara melihat prosedur yang dilakukan para aktor tersebut untuk menciptakan perannya. Beberapa aktor meninggalkan tulisan -tulisan, surat -surat, T o b y C o le & H e le n K ri ch C h in o y. A ct or s o n A cti ng . New Y or k : Cro wn Pub li s he r s, I n c. , 1 9 70 . Ha l . 3 5 9. V er si I nd o n esia o le h p en u lis . 11 Ib id , ha l . 5 5 8 - 5 5 9. 12 Ib id ., ha l 5 5 8. 10

26

dan diskusi-diskusi yang menyatakan setidak -tidaknya metode metode yang mereka lakukan. PENDEKAT AN AKTING REPRESENTASI Seperti yang telah dijelaskan di atas, pendekatan representasi adalah proses di mana si aktor menentukan di lebih dahulu tindakan tindakan yang dilakukan si karakter yang dimainkannya, dengan sengaja dia memperhatikan bentuk yang d iciptakannya itu sambil melakukannya di atas panggung. Dua aktor terkenal yang dianggap mampu menyatakan pendekatan representasi secara ilmiah adalah Benoit Constant Coquelin dan Sarah Bernhardt dari Perancis. Kedua duanya mempunyai pendekatan yang sama te tapi prosedurnya berbeda. Coquelin percaya bahwa aktor mempunyai dua kepribadian dalam dirinya sementara Sarah Bernhardt berpendapat bahwa ketika dia berada di atas panggung, dirinya menjadi si karakter yang dimainkan. Dia tidak ada, atau dengan kata lain, sudah mati, sementara si karakter yang hidup di atas panggung. BENOIT CONSTANT COQUELIN (1843 -1909) 13 Benoit Constant Coquelin adalah seorang aktor yang jaya setelah pertengahan abad ke 19. Dia adalah seorang anak penjual roti dan mulai menjalani pendidikan akting pada tahun 1859 tetapi setahun kemudian langsung memenangkan hadiah pertama dalam sebuah kompetisi komedi. Debutnya dimulai tahun 1860 di Comédie Française dan pada tahun 1864 dia sudah menjadi ak tor senior di grup teater itu. Pada tahun 1886, Coquelin berhenti dari Comédie Française dan membentuk grup sendiri dimana dia tur ke Eropah dan Amerika.

13

Ibi d. ha l 1 9 0 - 2 0 2.

27

Nama Coquelin selalu diasosiasikan dengan Sarah Bernhardt karena kedua aktor ini selalu bermain bers ama sampai tahun 1900. Mereka tur bersama ke Amerika dan ketika kembali Coquelin menjadi pemain utama dalam pertunjukan naskah karya Rostand berjudul L’Aiglon di teater dimana Sarah Bernhardt bekerja Coquelin adalah aktor yang memang menguasai benar komed ikomedi ala Moliere. Dia adalah aktor terhebat untuk peran -peran pelayan Moliere seperti Regnard, dan kemudian Beaumarchais. Rostand sendiri menciptakan naskah dan karakter utamanya Cyrano de Bergerac berdasarkan kemampuan komedi Coquelin. Untuk menciptakan peran yang akan dimainkannya, Coquelin berkata: “Ketika aku harus menciptakan peran yang baru, aku mulai dengan membaca naskah dengan tekun, 5 sampai 6 kali. Pertama, aku pertimbangkan dimana posisi karakterku, di tingkat mana dia harus berada di gamb ar yang hendak kuciptakan. Lalu aku mempelajari psikologinya, mengetahui proses berpikir peranku dan bagaimana dia secara moral. Aku mulai membayangkan bagaimana bentuknya secara fisik, bagaimana cara dia membawa diri, bag aimana cara dia berbicara, dan ges tur-gesturnya. Setelah aku menentukan semua itu, aku mulai menutup mataku dan menyuruh karakterku mengatakan dialognya. Lalu aku mulai melihat dia menyampaikan dialognya, dia mulai kulihat hidup, bergerak. Tugasku hanya tinggal mengimitasikan semua itu”. 14 Coquelin percaya bahwa aktor mempunyai dua kepribadian, dimana pribadi pertamanya memperhatikan pribadi yang kedua dan bekerjasama membentuk karakter yang diharapkan. Sepertinya dia memiliki sebuah potret untuk ditunjukkan kepada penonton. Kepribadian pe rtama ini akan mempelajari gerak, cara berbicara, bergaya, berpikir, dan mendengar apa yang diharapkan dari si karakter. Setelah itu, dia mulai mengadaptasikannya kedalam kepribadiannya yang kedua, dengan memakai kostum yang diharapkan dari karakter Tartuf fe, misalnya. Lalu dia mulai melihat wajah Tartuffe dalam bentuk tertentu, dan mulai mengasumsi wajah tersebut, dia paksakan wajah dan figurnya ini ke dalam bentuk imagi yang baru itu, dia membentuk kembali kepribadian barunya sampai kepribadian pertama me nyatakan puas dan yakin bahwa hasilnya adalah seseorang bernama Tartuffe. Setelah itu, potret baru ini siap untuk dibuat frame disekelilingnya. Sehingga nantinya penonton akan berteriak: ”Ah, itulah Tartuffe!” 15 Kepribadian yang kedua tampil dan dilihat oleh kepribadian pertama karena dia adalah “tuan” dari 14 15

Ib id . ha l 1 9 1 . Ib id . ha l 1 9 2 -1 9 3

28

kepribadian kedua dan mereka tidak terpisahkan. Pada sebuah pertunjukan, Coquelin rupanya memerankan satu adegan yang mana diekspresikan dengan realistis dan terpengaruh oleh adegan tersebut. Setelah sel esai pertunjukan, dia memanggil semua lawan mainnya untuk berkumpul. Dia berkata: “Saya mohon maaf, malam ini saya dengan jujur menangis, saya berjanji hal tersebut tidak akan terjadi lagi”. 16 Coquelin menolak pengalaman yang realistis di atas panggung karena dia merasa bahwa hal tersebut akan merusak proses “akting”nya. Cara mendekati peran seperti ini sering kita dengar di kancah perteateran Indonesia. Dalam pertunjukan Teater Shakespeare Jakarta berjudul Tidak Ada Jalan Keluar (No Exit dalam bahasa Inggris atau Huis Clos dalam bahasa Perancis) karya Jean -Paul Sartre, misalnya, seorang aktor yang kebetulan menyaksikan pertunjukan malam itu pergi ke belakang panggung untuk memberi selamat kepada para pemain. Dia datang mendekati pemeran ka rakter Inez yang adalah seorang lesbian. Katanya: “Lesbiannya mana?” Pertanyaan ini terlontar karena si pemeran sama sekali tidak menunjukkan atribusi atribusi fisik yang diharapkan dari seorang lesbian (walaupun mungkin atribusi itu dibutuhkan). Karena si pemeran tidak mengilustrasikan kembali Inez dalam bentuk dan pola lesbian yang menjadi bentuk dan pola lesbian yang dimengerti si penonton tersebut (yang mungkin sudah menjadi “fashion” dari karakteristik seorang lesbian). SARAH BERNHARDT (1844 -1923) 17 Sarah Bernhardt adalah seorang aktor yang tinggi dan cantik. Kecantikan dan karisma yang dimiliki membuat dia menjadi aktor pujaan di pertengahan abad ke 19. Suara keemasannya membuat dia menjadi aktor yang tandingannya pada masa itu hanya Eleanora Duse dari Italia. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, George Bernard Shaw berpendapat bahwa pendekatan akting Sarah Bernhardt bukanlah seni yang membuat penonton berpikir dan merasa lebih dalam, tetapi seni dimana penonton akan memuja dia. Setiap karakt er yang U ta Ha ge n , Re spe ct for Acti ng . New Y or k : Sim o n & S ch u ste r Ma c mill a n Com pa ny , 1 9 7 3), ha l . 1 2. V er si I nd o nes ia ol eh pe n uli s. 17 T o b y Co le & H e le n K ri ch C h in o y. A ct or s o n A cti ng . New Y or k : Cro wn Pub li s he r s, I n c. , 1 9 70 . Ha l . 2 0 2 - 2 0 9 . V e rsi I nd o nes ia ole h pe n uli s . 16

29

diciptakan dikuasai dengan fasih oleh Bernhardt, aktor yang memang sangat karismatik dan rival utamanya, Eleonora Duse, bertahun-tahun dianggap tidak mampu menandinginya, karena dia tidak mampu mengalahkan magnitisme dan kekuatan emosi yang dimiliki Sarah Bernhardt. Bernhardt mengatakan bahwa tugas utama seorang aktor adalah studi yang menyeluruh sebelum menciptakan perannya. Alangkah baiknya jika aktor tersebut memiliki imajinasi, bahkan kapasitas yang kuat untuk dapat menciptakannya; imajinasi si aktor harus mampu bermain dengan bebas, dan perkembangan kehidupan alamiahnya tidak boleh dibatasi karena seni tidak menerima segala hal yang kaku dan tegang. Studi menyeluruh ini adalah menelusuri kehidupan Hamlet, atau Caesar, misalnya, karena karakter -karakter ini tidak dapat dimainkan dengan improvisasi saja. Jika si aktor sama sekali tidak mengerti sejarah, jika dia tidak dapat menyesuaikan si karakter dengan lingkungan kehidupan yang dialami karakter te rsebut, jika dia tidak mampu menyatakan perasaan -perasaan yang ada dalam diri si karakter yang sesuai dengan suasana kehidupan masyarakatnya, pandangan-pandangan masyarakat dimana si karakter hidup, generasinya, tingkat kehidupannya, status sosial, bahkan dengan teman-teman hidup si karakter, maka si aktor hanya dapat disebut seorang amatir. Kebenaran sejarah menentukan bahasa yang dipakai si karakter, cara berjalan, keadaan tubuh, serta sikapnya. Seluruh masa lalu kehidupan manusia, tradisinya, dan maneris me harus menjadi basis studi karakternya. Si aktor harus menjadi seorang terpelajar, orang yang serba bisa. Aktor mampu berpindah dari kemiskinan kepada kekayaan, dari kehidupan terhina ke suasana dimana dia selalu dipuja, dari zaman Yunani ke zaman modern. Dia harus memiliki sifat ingin tahu tentang pekerjaan orang dari strata yang terendah sampai yang paling tinggi. Dia harus mendidik dirinya untuk mengenal cara hidup setiap strata yang ada di masyarakatnya. Karena ekspresi -ekspresi emosi seperti cinta, dengki, marah, benci, misalnya, berbeda dari satu generasi ke generasi yang lain karena setiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan mempelajari semua ini maka si aktor dapat mengkordinasikan semua data -data yang dimilikinya dengan sistematis, menyatukan dengan harmonis dan menyampaikannya melalui mimik, melalui representasi menyeluruh tentang si karakater. Sarah Bernhardt juga mengatakan bahwa usaha pengembangan intelektual seorang aktor dan usaha pengembangan fisiknya digabung

30

dengan will power. Kemauan yang kuat ini dapat mengontrol diri si aktor dalam memainkan peran yang berbeda -beda sehingga selalu segar pendekatannya ketika memainkan karakter baru. Misalnya untuk mampu berpindah -pindah dari memainkan Lady Macbeth ke Juliet, dari Brutus ke Caesar, maka dibutuhkan will power sehingga si aktor mampu menahan karakter -karakter yang sudah pernah dimainkannya untuk tidak muncul lagi kepermukaan ketika menciptakan karakter yang baru. Will power menolong aktor untuk tidak malas dan hanya memainkan peran-peran yang sudah dikuasainya. Melalui will power si aktor akan cepat beradaptasi dari fiksi yang paling tua sampai yang termodern. Dia mampu mengorbankan rutinitas yang selalu dijalankan untuk menghadapi tantangan yang diberikan karakter y ang baru. Sarah Barnhardt mengatakan bahwa pendekatan akting realisme terlalu diagung -agungkan. Dia berpendapat bahwa kesetiaan pada kebenaran tidak selalu membuat akting itu menjadi yang terbaik karena masyarakat tidak perduli dengan rea lita yang ditampilkan. Menjadi natural bukan berarti seorang aktor memamerkan perasaan perasaannya yang sesuai dan senada dengan karakter yang dimainkan, karena setiap zaman memiliki cara dan bentuk ekspresi yang berbeda. Kemarahan untuk membalas dendam ya ng dimiliki seorang Othello tidak sama dengan kemarahan untuk membalas dendam seorang suami yang istrinya selingkuh. Harus ada kriteria yang tepat yang dapat menggambarkan apa maksud dari realisme. Yang pasti, jika penonton menangis ketika si aktor memamer kan penderita yang dalam, maka si aktor tahu bahwa dia berhasil. Si aktor harus mampu memproyeksikan kepribadiannya. Dia harus melupakan dirinya dan memasukkan dirinya yang berisi atribusi-atribusi yang tepat kedalam karakter yang dimainkan. Dia harus melupakan emosi saat itu, misalnya kebahagiaan dan penderitaan hidup yang dialaminya hari itu. Jika si aktor memakai proses kehidupannya sehari -hari dan berpikir sesuai dengan pengalaman pribadinya, dia tidak dapat merasakan gairah -gairah yang dimiliki karakternya . Hanya jika dia dapat memasuki perasaan perasaan yang dimiliki karakternya, bagaimanapun jahatnya perasaan-perasaan itu, dia dapat memainkan perannya dengan baik. Jika si aktor tidak berusaha untuk meninggalkan kebosanan hidupnya hari itu, dia tidak dapat merasakan penderitaan seseorang yang dikhianati oleh seorang calon istrinya. Bagaimana dia dapat meyakinkan penonton kalau dia sendiri tidak mampu menjadi si karakter yang akan ditirunya? Penonton harus tahu dia berada di sebuah teat er dan yang berada di atas panggung bukanlah ksatria yang sebenarnya, dalam

31

satu atau dua jam pertunjukan akan selesai dan dia akan kembali kepada kehidupannya yang membosankan. Tetapi si ksatria yang palsu itu harus dapat menggugah penontonnya sehinga sat u atau dua jam itu tidak dibuang penonton dengan sia -sia. Si aktor harus mampu memasuki perannya sementara dia sendiri melupakan diri pribadinya. Dia bertugas sebagai seorang yang merepresentasikan karakter yang dimainkannya. Dia sendiri melupakan egonya dan tidak eksis melainkan si karakter yang tampil dalam dirinya. Yang patut disimak adalah usaha yang harus dilakukan seorang aktor untuk mempelajari semua segi kehidupan dan tingkah laku yang dimiliki karakter yang dimainkan. Si aktor tidak melulu memperhatikan segi -segi instrinsik naskah tetapi juga segi -segi ekstrinsiknya. Dengan kata lain, si aktor tidak mewakili si karakter tetapi dia menjadi mimik si karakter. Pendekatan representasi yang mengutamakan pengungkapan ekspresif, puitis, dan romantis sep erti ini sering juga kita lihat di kancah perteateran Indonesia. Tradisi ini tersingkap sejak tahun 1970an dimana Rendra yang penuh karismatik menyampaikan puisi puisinya di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki. Gema suaranya dan isi puisinya membuat jiwa penontonnya bergetar. Demikian pula di sekolah-sekolah seni dan sanggar -sanggar teater, pendidikan akting yang diajarkan hampir mendekati pendekatan representasi, dimana perhatian diutamakan pada penempelan atribusi -atribuasi karakter yang hendak dimainkan. Atribusi -atribusi ini termasuk penafsiran terhadap aksi fisikal dan intelektual karakter. Aksi fisikalnya tergantung pada profesi yang dimiliki oleh si karakter, umur si karakter, pengaruh kehidupan sosial karakter terhadap fisik dan intelektualnya. Seorang yang sudah tua misalnya akan memiliki cara berjalan dan berbicara yang sudah lazim dianggap sebagai seorang yang berumur sekian. Pengaruh sosialnya tampak ketika dia berbicara dengan penuh wibawa dan lambat, memakai kacamata dan berambut putih, mungkin tongkat yang dipakainya akan menambah ekspresi fisikal tersebut. Seseorang yang berpenyakit siphilis misalnya (peran Oswald dalam Hantu-Hantu karya Henrik Ibsen) akan berjalan sesuai dengan penyakitnya, mungkin tertatih -tatih di bagian pinggul. Pendekatan representasi mengutamakan segi ekspresi pertunjukan, baik itu dari segi fisikal, intelektual, maupun spiritual. Semuanya mengutamakan detail -detail pengungkapan yang diatur sedemikian rupa sehingga keindahan yang diharapkan dapat terilustrasi. Tingkah laku dan status sosial, lingkungan, tradisi tradisi dimana karakter tersebut pernah hidup, diabadikan, lalu diilustrasikan secara eksplisit. Si aktor mempelajari sejarah dan

32

dunia dimana si karakter hidup. Si aktor menyelidiki lingkungan keluarga si karakter, umur, tinggi dan berat badan, bentuk wajah, bahkan gestur -gesturnya dan dilatih sedemikan rupa untuk dimimikkan kembali. PENDEKATAN AKTING PRESENTASI Pendekatan presentasi mengutamakan identifikasi antara jiwa si aktor dengan jiwa si karakter, sambil memberi kesempatan kepada tingkah laku untuk berkembang. Tingkah laku yang berkembang ini berasal dari situasi -situasi yang diberikan si penulis naskah. Si aktor percaya bahwa dari aksi dan situasi -situasi yang diberikan, bentuk akan dihasilkan. Dia mengetahui bahwa ekspresi aksi -aksi karakter tergantung dari identifikasi dengan pengalaman pribadinya sendiri (Stanislavski menyebutnya dengan istilah the magic if). Dengan kata lain, si aktor dengan sengaja menggunakan n alurinya untuk memainkan perannya. Dia memilih satu persatu aksi -aksi yang jujur dan tetap mempertahankan ekspresi yang spontan ketika bertindak. Sutradara dan aktor Rusia, Konstantin Stanislavski , adalah pelopor pendekatan akting presentasi ini . Dia bersama aktor -aktor yang menganut pendekatan presentasi ini menyelidiki prosedur prosedur yang mereka garap sendiri . Tujuannya adalah untuk mendefinisikan perbedaan pendekatan ini dengan pendekatan formalisme sekaligus membuat pendekatan yang dianggap masih misterius ini menjadi konkrit. Stanislavski ingin tahu langkahlangkah kebenaran yang ditelusuri oleh aktor -aktor realisme untuk mengetahui kekuatan konsentrasi mereka dalam membawakan aksi aksi yang jujur. Dia mencoba mengartikulasikan dan mencatat penemuan ini karena di lubuk hatinya yang terdalam, dia ingin meningkatkan harkat keaktoran itu sendiri, bukan kegeniusannya . Dia ingin para aktor bekerjasama sehingga mampu mempertunjukan dan mengkomunikasikan keseluruhan pesan yang ingin disampa ikan penulis naskah. Dia tidak ingin hanya menampilkan seorang bintang (hal ini sudah menjadi kebiasaan pendekatan formalisme) dimana naskah hanya digunakan sebagai alat untuk perkembangan pribadi si bintang tersebut. Sejak Persiapan Seorang Aktor diterbitkan, para aktor di seluruh dunia, untuk pertama kalinya, dapat membuat dirinya maju dengan menggunakan teknik -teknik inner (internal) selain dari pada yang eksternal saja. Sekarang ini, pendekatan -pendekatan seperti the Method-nya Lee Strassberg atau Psychological Naturalism -nya Uta Hagen adalah metode akting yang didasari oleh pendekatan presentasi. Penemuan Stanislavski ini didasari oleh pengertiannya tentang bagaimana aktor -aktor besar zamannya, penganut pendekatan

33

akting presentasi, mengaplikasikan suasana psikologi s perjuangan hidup mereka di atas panggung, bagaimana mereka memberi respon respon psikologis terhadap stimuli -stimuli fisikal, intelektual dan spiritual lawan main dan lingkungan panggung (lokasi, set, kostum, tata rias), serta apa tindakan-tindakan yang menjadi akibat dari respon-respon tersebut. KONSTANTIN S. STANISLAVSKI (1863 -1938) 18 Salah seorang dari sedikit aktor yang namanya selalu menjadi bahan percakapan adalah Konstantin Sergeyevich Stanislavski atau dikenal dengan panggilan Alexeyev. Dia lahir di Moscow , 17 Januari 1863, dan mendedikasikan seluruh kehidupannya untuk teater. Sejak kecil dia sudah tampil dalam pertunjukan -pertunjukan amatir. Karena hasrat yang besar di bidang ini, dia mulai belajar akting dari aktor -aktor besar Rusia zamannya. Pada saat inilah *Stanislavski bertemu dengan seorang aktor Itali bernama Ernesto Rossi yang aktingnya membuat Stanislavski mulai memformasikan konsep akting yang dijabarkan dalam buku My Life in Art. Ketika dia menulis tentang pertunjukan Rossi memainkan peran Romeo, Stanislavski berkata: “Dia (Rossi) menggambarkan bentuk “inner” dirinya dengan sempurna. . . . Ekspresi inner inilah yang menuntut aktor untuk merefleksikan yang terbaik dan terdalam dari jiwanya . . .”. Usaha untuk mengisi gudang pengalaman hidup yang ada dalam dirinya dengan kehidupan spiritual peran yang dimainkannya menjadi titik tolak pendekatan akting Stanislavski. Pada tahun 1888, Stanis lavski bersama-sama teman -teman pencinta teater membentuk Masyarakat Seni dan Sastra (Art and Literary Society). Sebagai aktor dan produser, Stanislavski mulai mencari satu bentuk teater yang tidak palsu dan berlebih -lebihan. Grup inilah yang meletakkan da sar pertama berdirinya Moscow Art Theatre dan selama menjadi sutradara di sana, Stanislavski memproduksi dan menyutradarai lebih dari 50 pertunjukan naskah naskah karya Ostrovsky, Chekhov, Gorky, Ibsen, dan Tolstoy. Selama 25 tahun itu, dia memainkan peran -peran seperti Dr. Stockman dalam T o b y Co le & H e le n K ri c h C h in o y. A ct or s o n A cti ng . New Y or k : Cro wn Pub li s he r s, I n c. , 1 9 70 . Ha l . 4 8 4 - 4 9 5 . V e rsi I nd o nes ia ole h pe n uli s . 18

34

Musuh Masyarakat; Astrov dalam Paman Vanya; Gayev dalam Kebun Cheri; dan Satin dalam Lembah Dalam. Stanislavski bukanlah seorang teoritis yang sistematis tetapi adalah seorang yang penyelidik yang pragmatis yang selalu mem pertanyakan segala bentuk dari kemanusiaan itu sendiri. Buku -buku, ajaran, dan produksinya menyatakan bahwa penyelidikan yang dilakukan selama hidupnya adalah menemukan kebenaran dalam dunia seni. Keunikan dari pendekatan Stanislavski dengan jelas dinyatak an oleh Lee Strassberg, seorang sutradara Amerika dan guru akting , katanya:” Sistem Stanislavski memberi kesempatan kepada kita untuk menikmati pengalaman teater yang sebenarnya. Usahanya adalah menganalisa apa yang sebenarnya terjadi ketika seorang aktor berperan. Grup dan aktor-aktornya telah menciptakan karya -karya megah atas dasar pengajaran sistem Stanislavski. Karya -karya yang diciptakan tidak pernah hasil karya imitasi tetapi karya seni yang orisinil. Itulah maksud dari ide -ide yang dilontarkan Stanislavski. Sistem yang bukan mengajarkan bagaimana cara memainkan peran ini atau peran itu tetapi sistem yang mengajarkan bagaimana cara kita mencipta secara organik”. 19 Stanislavski tidak sempat menyelesaikan keinginannya. Catatan-catatan yang masih kasar dan tulisan -tulisan yang terputus putus saja yang ada setelah dia meninggal dunia. Pemerintah Rusia menunjuk komisi khusus untuk mengorganisasikan 12.000 naskah naskah tersebut menjadi 8 volume buku berjudul Kumpulan Karya Komplit Stanislavski (The Complete Works of Stanislavski). Dalam bahasa Inggris, bukunya ditulis menjadi 3 volume yaitu An Actor Prepares (Persiapan Seorang Aktor) tahun 1936, Building A Character (Membangun Peran) tahun 1949, dan Creating A Role (Menciptakan Peran) tahun 1961. Dalam bukunya Creating A Role , Stanislavski menekankan masalah “aksi -aksi fisik” yang membuat penafsiran dari pendekatannya bergeser. Oleh karena Stanislavski percaya pada pendekatan akting presentasi , maka pembahas an segi teknis dari pendekatan yang dilakukan Stanislavski akan menjadi bagian dari bab -bab selanjutnya. Kesimpulan utama yang patut diambil dari pendekatan Stanislavski adalah bahwa dia berniat untuk meningkatkan harkat keaktoran sehingga aktor menjadi penting dalam sebuah proses produksi. Aktor adalah pemegang kendali tercapainya pesan yang ingin disampaikan oleh penulis naskah melalui konsep yang diciptakan oleh sutradara.

19

D isa mpa i ka n ol e h L e e Stra sbe rg da la m s emi na r a k ti ng di Ca li fo r nia In sti tu te f or th e A rts . Di k uti p da ri R o ber t L. Ben edet ti , T he Acto r a t W or k, E ng le w oo d C li f f, N.J . : Pre nti ce -H a ll , 1 9 8 1, h a l 15 .

35

ELEONORA DUSE (1858 – 1924) 20 Selama dua generasi berturut-turut, nenek moyang Eleonora Duse adalah aktor -aktor terkenal. Kakeknya, Luigi Duse, adalah pendiri Garibaldi Theatre di Padua. Kelima anak Luigi Duse adalah aktor. Kehidupan Eleonora Duse pun demikian, selalu dikelilingi oleh peristiwa teater.... Dia lahir di gerbong kelas III, ketika orang tuanya dalam perjalanan produksi di Milan... Sebagai seorang anak panggung, dengan tidak sadar Duse meresapi semua teknik teknik keaktoran dan ini adalah keuntungan yang dimilikinya..Tanpa p erlu belajar pengetahuan teknis akting , Eleonora Duse mampu mengekspresikan emosi yang terdalam karakternya. Dia lahir di gerbong kelas III, ketika orang tuanya dalam perjalanan produksi di Milan... Sebagai seorang anak panggung, dengan ti dak sadar Duse meresapi semua teknik -teknik keaktoran dan ini adalah keuntungan yang dimilikinya.. Tanpa perlu belajar pengetahuan teknis akting, Eleonora Duse mampu mengekspresikan emosi yang terdalam karakternya. Ketika berumur 7 tahun, dia sudah menjadi prompter (suplir) untuk grup teater ayahnya. Pada umur 12 tahun, dia sudah tampil di panggung -panggung teater di daerah dan sering memainkan karakter yang jauh lebih tua darinya. Ketika berumur 14 tahun, dia memainkan Juliet, di Verona, di rumah keluarga Capulet. Tahun 1879, masa studinya berakhir karena dia harus menggantikan aktor terkenal yang kebetulan sakit di gedung teater Florentine, dimana keberhasilan pertunjukan tersebut membuat dia menjadi salah satu aktor anggota teater itu di bawah manajer terkenal Itali, Cesare Rossi. Sejak saat itu, Duse menjadi salah seorang aktor terlaris di Itali. Pada tahun 1893, tur pertunjukan membawanya ke New York. Seorang kritikus mengatakan penampilannya sebagai Camille dalam naskah L’Aiglon karya Edmond Rostand sebagai berikut :” Nona Duse tidak berusaha menjadikan Camille sebagai seorang wanita Perancis, tetapi malah mengisi wanita tersebut dengan asmara yang berapi -api dari temperamen seorang wanita Itali dan temperamen tersebut terjaga dengan baik. Sinarnya nyata di setiap adegan cinta, dan T o b y Co le & H e le n K ri ch C h in o y. A ct or s o n A cti ng . New Y or k : Cro wn Pub li s he r s, I n c. , 1 9 70 . Ha l . 4 6 5 - 4 7 0 , ver si I n do ne sia ol eh pe n ul is . 20

36

memecah menjadi bara pada saat -saat kritis. Hanya aktor yang hebat yang mampu memberikan efek yang menakjubkan ini tanpa berusaha dengan susah payah atau persiapan pemikiran yang matang terlebih dahulu. Keindahan yang paling nyata terlihat dalam detail -detail kecil. Semua pernyataan emosinya tercipta dengan gamblang melalui impuls yang datang pada saat itu juga tetapi nyata adalah hasil dari latihan yang matang…” 21 Tidak lama setelah itu, Eleonora D use tur ke Paris dan seluruh dataran Eropah di mana di sana dia menjadi aktor yang setara kemampuannya dengan Sarah Bernhardt. Kritikus tidak henti hentinya membanding -bandingkan kemampuan kedua aktor ini. Bahkan Sarah Bernhardt mengundangnya untuk memainkan Camille di teaternya sendiri dimana dulu dia sendiri pernah memainkannya dengan sukses. Para aktor pada zaman itu menyebutkan Eleonora Duse sebagai aktor yang selalu dirundung malang. Kesedihan yang dalam terlihat dalam aktingnya. Kehidupannya pun penuh dengan penderitaan, perkawinan yang gagal dan kemiskinan membuat dia menjadi seorang yang pemalu. Akhirnya pada bulan April tahun 1924, dia meninggal karena penyakit pneumonia. Eleonora Duse tidak banyak memberikan komentar tentang akting, karena mungkin dia lebih suka menyendiri. Pernyataan dibawah ini diambil dari sumber -sumber yang berbeda-beda tetapi cukup memberi petunjuk tentang pendapat -pendapatnya mengenai akting. Katanya: “Saya sudah membaca banyak tulisan tentang seni tetapi pendapat tersebut malah membawa saya ke dunia ketika saya masih kecil, ketika kakek memberi saya hadiah sebuah boneka dengan tangan dan kaki yang dapat digerakkan, dan tawanya, dan mukanya yang layu membuat kami anak -anak memecahkannya untuk mengetahui bagaimana dia dibuat sekaligus untuk melihat isinya. Jika anda ingin saya berbicara soal seni, itu sama saja dengan membicarakan soal cinta, dan mungkinkah kita bisa berbicara soal seni? Kita suda h sering membicarakannya selama bertahun -tahun tetapi tidak satupun yang dapat mengartikannya dengan komplit. Seorang yang mencintai, atau seorang seniman, tergantung dari kemampuan orang tersebut. Pendapat -pendapat, kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, s emua itu tidak berarti, apa lagi dalam dunia seni. Sama dengan cinta, seni itu bermacam -macam. Yang pasti, seni adalah ekspresi dan pengembangan jiwa, yang hasilnya melanjung sangat tinggi sehingga tercetak melalui perasaan dan asmara. Dia yang menuntut mampu mengajarkan seni, adalah orang yang tidak mengerti sama sekali tentang seni. . . . Akting? Kata yang kotor! Jika akting adalah semua hal yang saya lakukan; saya rasa saya tidak 21

Ib id ., ha l. 46 6 .

37

pernah tahu bahkan tidak akan pernah mengerti bagaimana berakting! Faktanya adalah bahwa saya tergerak dengan hal -hal yang baik dan jahat. Saya memiliki pikiran yang tenang dan kemauan yang kuat dalam melaksanakan kerja saya. Saya merasa sedih melihat penderitaan orang-orang, tetapi saya juga memiliki ketentraman, dan saya memiliki ketentraman dalam kesedihan saya sendiri. Kekuatan kekuatan inilah yang saya persembahkan melalui karya -karya saya. 22 Ketika Eleonora Duse ditanya mengenai seni teater dia berkata: “Tentang seni teater itu sendiri hanya satu hal y ang dapat saya sampaikan yaitu bahwa saya percaya pada naskah -naskah yang saya mainkan. Saya tidak suka menghakimi karya -karya orang, biarkan semua pencinta teater menggali yang terdalam dari jiwanya sendiri dan mengikutinya dengan setia. 23 Tentang subyek yang sama dia berkata: “Saya tidak akan menaruh kesuksesan saya di atas naskah, karena penafsir sebuah karya seni hanyalah seorang kolaborator yang setia, yang berusaha menyalurkan, tanpa cacat, kreasi penulis naskah kepada masyarakat. Banyak yang mengata kan bahwa saya tidak menciptakan kepribadian -kepribadian baru dalam karya -karya saya. Pernyataan ini saya anggap sebagai kesuksesan saya. 24 Ketika ditanya mengenai keaktorannya, Eleonora Duse berkata: “Menafsirkan naskah dengan kreatif adalah tanda pertumbuhan. Pengetahuan di dapat melalui penderitaan – guru yang terhebat! Si aktor harus memberikan yang terbaik dari dirinya, melalui penafsiran-penafsirannya, dia membuka jiwanya yang terdalam. Dengan cara menafsirkan seper ti ini, dia patut diterima dan dihakimi. Tetapi ketika layar ditutup dan dia sudah terpisah dari penonton, maka tidak ada lagi yang dapat dikatakan atau dikerjakan, ditambah atau dikurang dari penampilannya. Kerjanya sudah selesai, pesan yang ingin diutarakannya sudah disampaikan. 25 Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan -pernyataan Eleonora Duse di atas menunjukkan bahwa dia mendambakan ekspresi jiwa seorang aktor ketika berada di atas panggung untuk menyampaikan keindahan sebua h pengalaman hidup. Dia ingin “ Le tt e re di E le o nor a D us e ” da la m A nt ol og ia del gra nde att ore , e di s i V it o Pa n do lf i. Ba r i : E d ito ri La te rza , 1 95 4 , ha l . 3 80 - 3 8 4. V ers i I n ggr i s o le h V iv ie n Le on e , v e r si I n do ne sia ol eh pe n ul is . 23 Pa ul Me ye r, “A n I nt e rv iew wit h E l eo no ra D u se ” Ne w Yor k : T heat re Magaz i ne , A pri l, 1 9 0 6, ha l. 1 0 5 . V e rs i I n do n esia o le h p en u lis . 24 J e a n ne B or de a ux , E leo nora Duse : T he Stor y o f he r Li fe . Lo nd o n: Hu tc h in s on a nd C omp a n y , 19 2 4 , di k uti p da ri T ob y C ole & H ele n Kr ic h Ch in o y. A ct or s o n Act ing. New Y or k : Cro wn P ubl is he rs , I nc . , 1 9 7 0, ha l . 4 65 - 4 7 0. V e r si I nd on e sia ol eh pe n ul is . 25 Ib id ., ha l. 46 9 . 22

38

sebuah karya seni teater disampaikan dengan jujur dan selalu dengan rasa ingin tahu yang dimiliki anak -anak kecil. Eleonora Duse berpendapat bahwa ekspresi seni teater adalah ungkapan rasa kasih sayang dan suka menolong, membe ri kenyamanan dan ketenangan kepada lawan main. Katanya: “Jika langit yang biru memenuhi diri seseorang dengan kebahagiaan, dan jika rerumputan di taman yang luas memberikan kekuatan pada diri seseorang, jika peristiwa alamiah memberi pesan yang dimengerti seseorang, berbahagialah, karena jiwa orang itu hidup. Menolong, terus menolong dan memberi, itulah gabungan dari semua pengetahuan, itulah arti seni. 26 Eleonora Duse boleh disebut sebagai salah satu contoh terbaik dari aktor presentasi . Kemampuannya mendalami penderitaannya dan membuatnya menjadi modal untuk mengekspresikan pribadinya di atas panggung menunjukkan betapa dalamnya eksplorasi jiwa yang dilakukannya ketika menciptakan peran yang dimainkannya. Usah a membawa kehidupan itu sendiri ke atas panggung adalah ide utama sistem yang dipelajari Stanislavski yaitu pernyataan ilusi di atas panggung dengan sempurna sehingga tidak dapat lagi dibedakan mana fiksi dan realita. Kemampuan yang dimiliki Eleonora Duse , sifat naluriah yang spontan yang dimilikinya, pengalaman hidupnya bersama keluarga yang terdiri dari para aktor membuat dia peka terhadap ekspresi -ekspresi kepribadian yang sepertinya timbul begitu saja.

26

Ib id , ha l . 4 7 0.

39

PENGERTIAN AKTING Acting berasal dari kata “to act”, atau dalam Bahasa Indonesia beraksi. Tetapi beraksi bukan berarti tindakan dan aktivitas yang terlihat di luar diri seseorang melalui tubuh dan suaranya. Beraksi dalam acting lebih mengutamakan maksud dan tujuan dari tindakan dan aktivitas yang terlihat. Selanjutkan definisi acting akan dibahas lebih dalam di bab-bab selanjutnya. Akting diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan kata peran (pemain sandiwara) yang dalam kamus berarti proses, cara, perbuatan memahami perilaku yang diharapka n dan dikaitkan dengan seseorang. Tentu tidak hanya memahami tetapi juga melakukan perilaku orang tersebut. Sebenarnya asal kata “acting” adalah “to act” atau dalam bahasa Indonesia berarti “beraksi”. Itu sebabnya kita sering mendengar sutradara meneriakka n kata “action!” di belakang kamera ketika aktor akan memulai aktingnya. Akting dengan demikian lebih berarti mengaksikan peran yang dimainkan. Walaupun demikian, “beraksi” bukanlah tindakan -tindakan yang kita lihat, seperti misalnya berjalan, berlari, me mbaca, mengintip, bahkan memukul , tetapi lebih dalam dari itu . Aristoteles, dalam bukunya Poetics mengartikannya dengan kata “praxis” yang lebih berarti “motive”. Untuk beraksi, manusia membutuhkan motif atau keinginan yang terdalam. Keinginan yang terdala m ini ditelaah dulu apa pilihan-pilihan, atau “intentions”, yang dapat dilakukan untuk memuaskan keinginan itu. Setelah satu pilihan ditentukan, baru tindakan diambil melalui aktivitas yang dilakukan si karakter. Semua istilah ini akan lebih jelas ditelaah di bab -bab selanjutnya dalam buku ini. Pendekatan presentasi (realisme) adalah pendekatan yang didasari oleh definisi di atas tetapi ketika melakukannya di panggung atau di depan kamera bukan dengan maksud memberikan ilustrasi perilaku yang sudah dipahami sebelumnya. Akting menggunakan kepribadian manusia sebagai dasar metodenya, manusia yang terdiri dari tiga bagian penting yaitu fisikal, intelektual, dan spiritual yang dalam akting presentasi disebut ekspresi (fisikal), analisa (intelektual), dan transformasi (spiritual). Usaha aktor yang mengerti defenisi akting ini adalah mengembangkan dan membuat peka kemampuannya mengekspresikan diri, menganalisa naskah , dan mentransformasikan diri. Ketiga bagian penting i ni tergantung satu sama lainnya dan tidak ada guna jika hanya mengetahui satu kemampuan saja. Dengan melatih ketiga bagian dari dirinya itu, si aktor akan mampu membuka

40

diri dan memberi pengalaman hidupnya kepada si karakter di atas panggung atau di depan kamera sesuai dengan sasaran -sasaran dan situasi yang diberikan oleh si penulis naskah. Setiap kemampuan yang menjadi bagian dari seni akting di atas mempunyai latihan-latihan khusus yang dijelaskan secara terperinci dalam buku ini. Untuk kemampuan ekspresi, misalnya, latihan latihannya tidak dilakukan hanya dengan olah tubuh dan olah suara saja tetapi juga dalam kehidupannya sehari -hari termasuk ketika dia bersosialisasi dengan teman -temannya. Semua proses kehidupannya adalah proses pendidikannya sebagai seorang aktor. Tentu dibutuhkan teknik-teknik tertentu untuk melihat proses kehidupan sosial yang dilakukan si aktor sebagai sebuah proses pendidikan aktingnya. Teknik-teknik tersebut banyak ditulis oleh para guru akting termasu k buku-buku karya Konstantin Stanislavski sendiri. Demikian pula untuk kemampuan analisa dan transformasi, banyak naskah yang dapat dibaca oleh para aktor dan dipelajari secara terperinci untuk melihat visi penulisnya. Semua teknik-teknik yang dapat dipelajari banyak ditulis di buku -buku termasuk buku -buku yang berhubungan dengan penyutradaraan. Tentu saja si aktor membutuhkan lawan main dan tempat latihan yang memadai untuk melatih adegan-adegan yang sudah dianalisanya sehingga dia dan lawan mainnya dapat melakukan eksplorasi dan menentukan pilihan pilihan yang patut untuk karakter yang mereka mainkan.

41

WORKSHOP PERTAMA Untuk workshop pertama, alangkah baiknya para aktor segera memecahkan keterasingan di antara mereka dengan perkenalan, karena perkenalan mengundang kebersamaan dan menciptakan niat untuk bekerjasama di antara para aktor. Sambil berkenalan mereka sekaligus melatih kepekaan, fokus dan konsentrasi . GAME 1 – PERKENALAN Pemain: 6 orang atau lebih. Tujuan: Memecahkan keterasingan antar aktor baru; melatih fokus dan konsentrasi. TINGKAT I Semua aktor berdiri di lingkaran. Salah satu aktor memulai dengan mengatakan namanya sendiri dan menunjuk pada aktor lain yang ada di lingkaran. Aktor yang ditunjuk itu lalu menunjuk kepada aktor lainnya sambil mengatakan namanya sendiri. Ulangi proses ini sampai semua aktor mendapat kesempatan untuk menyebutkan namanya sendiri dan mendengar nama aktor lain. Latihan tingkat I ini perlu diulang beberapa kali sampai semua aktor hafal nama temantemannya. TINGKAT II Selanjutnya di tingkat ini, salah satu aktor mulai dengan mengatakan nama aktor lain yang ditunjuknya, ketika dia menunjuk, dia harus menunjuk aktor lain bukan aktor yang ditunjuknya tadi di latihan TINGKAT I. Pada saat ini mungkin aktor tersebut masih belum begitu hafal nama aktor yang ditunjukannya. Tetapi jika kesalahan terjadi, aktor yang ditunjuk segera membetulkan namanya. Lanjutkan proses ini beberapa kali.

TINGKAT III Di tingkat ini, seorang aktor akan memulai latihan dengan menyebutkan nama aktor lain sambil mengambil tempat aktor lain itu di lingkaran. Sementara aktor yang tempatnya diambil harus bisa menyebutkan nama aktor lain jika dia mau mengosongkan tempatnya dan mendapatkan tempat lain di lingkaran itu. Yang menarik dalam latihan ini adalah bagaimana setiap aktor terlihat merasa tertekan ketika didatangi oleh aktor lain, dari pada hanya menunjuk. TINGKAT IV Di tingkat ini, setiap aktor sudah mulai saling kenal, dan sudah saatnya kemampuan fokus dan konsentrasi mereka ditingkatkan.

42

Pertama, aktor dalam lingkaran menentukan satu ritme atau beat, mungkin dengan cara menjentikkan jari atau tepuk tangan. Salah satu aktor menjentik jarinya sambil menyebutkan namanya dan menjentikkan jarinya lagi sambil menyebutkan nama aktor lain. Pemain yang disebutkan namanya oleh aktor itu harus melakukan yang sama lalu menyebutkan nama aktor lain dijentikkan ke dua. Jika salah satu aktor salah beatnya, at au menyebutkan nama yang tidak ada di lingkaran, atau salah menyebutkan nama, proses harus diulang dari pertama atau aktor tersebut dihukum. GAME 2 – TIGA PATRON Pemain: 5 – 10 orang. Tujuan: Melatih fokus dan Konsentrasi. TINGKAT I Semua aktor berdiri di lingkaran. Salah satu aktor menunjuk ke aktor lain dan mengatakan “kamu” sambil tetap menunjuk. Aktor yang ditunjuk, akan menunjuk ke aktor lainnya di lingkaran dan mengatakan “kamu”. Selanjutnya, setiap aktor melakukan hal yang sama tetapi kepada aktor yang berbeda. Aktor yang ditunjuk terakhir akan menunjuk ke aktor yang menunjuk pertama kali. Ulangi latihan ini beberapa kali dan instruksikan kepada setiap aktor untuk mengingat aktor lain yang ditunjuknya sebelum mereka menurunkan tangannya. Ulang proses di atas beberapa kali, dengan cara yang sama, menunjuk kepada aktor yang sama. Untuk patron yang pertama ini kita sebut saja “Lingkaran Kamu”. Ulangi proses patron pertama di atas, tetapi sekarang dengan menggunakan warna bukan “kamu”, dan tetap m enunjuk. Untuk “lingkaran warna” setiap aktor harus menunjuk kepada aktor lain, bukan aktor yang ditunjuknya di “lingkaran kamu”. Kalau salah satu aktor menunjuk kepada aktor yang sama dua kali, ulangi proses ini. Sekali lagi, lakukan patron yang kedua ini beberapa kali, sehingga semua aktor mengingat aktor lain yang ditunjuknya dalam patron “Lingkaran Warna”. Selanjutnya, ketika proses menunjuk di Lingkaran Warna sedang berlangsung, aktor yang sudah menunjuk, dapat memulai Lingkaran Kamu bersamaan dengan Lingkaran Warna, sehingga ada dua patron yang sedang berlangsung. Sudah menjadi tanggungjawab setiap aktor yang sedang menunjuk untuk memastikan bahwa tunjukan yang dilakukannya diterima lawan main. Setiap aktor tidak boleh berhenti sebelum lawan main ter sebut menerima tunjukannya atau memperhatikan dia.

43

Ketika para aktor berhasil melaksanakan kedua patron ini, tambahkan dengan patron lain memakai warna -warna berbeda sehingga ada tiga atau empat patron yang sedang berlangsung. Jangan lupa, “eye contact” ketika menunjuk dan ditunjuk, karena melalui “eye contact” fokus dan konsentrasi lebih cepat tercipta. TINGKAT II Lakukan latihan Tingkat I di atas, hanya sekarang para aktor tidak menyebutkan “kamu” atau “warna”, tetapi namanya sendiri untuk di patron ke dua, lalu untuk patron ke tiga, aktor menyebutkan nama aktor yang ditunjuknya. Kesalahan sering terjadi kalau proses dilakukan terlalu cepat. Lebih baik lambat tapi benar dari pada cepat tapi berantakan. GAME 3 – NAMA PALSU Pemain: 6 orang atau lebih. Tujuan: Melatih fokus dan konsentrasi. TINGKAT I Semua aktor berdiri di lingkaran. Setiap aktor mengarang sebuah nama palsu, bukan nama mereka sendiri dan bisa nama apa saja, tidak perlu kata yang menyatakan ide “sebuah nama”, yang penting para aktor tidak marah atau sakit hati jika dipanggil dengan nama itu. TINGKAT I Lakukan latihan ini seperti di Game 1 – PERKENALAN. Di tingkat ini, setiap aktor memfokuskan diri pada nama palsunya sendiri ketika dia menunjuk kepada aktor lain. Setelah s emua aktor mendengar nama palsu mereka beberapa kali, rubah latihan dengan cara menyebutkan nama palsu aktor yang ditunjuk. Setelah semua aktor mengenal nama palsu mereka dengan nama palsu aktor lain, rubah penataan lingkaran dengan memindahkan aktor ke tempat lain di lingkaran, lalu mulai lagi. TINGKAT II Ulangi Game TINGKAT I dengan nama -nama palsu yang berbeda. Lakukan dengan nama-nama yang berpatron, nama panggilan binatang, misalnya. Setelah semuanya menyebut nama palsu yang baru, ulangi latihan denga n menyebut nama palsu yang pertama. Mulai lagi latihan dengan nama palsu yang pertama, dan ditengah jalan, instruksikan aktor untuk merubah patron (pelatih dapat meneriakkan kata “Rubah!”) dan menyebutkan nama palsu mereka yang baru. Rubah berulang kali, sampai mereka dapat merubahnya tanpa mengganggu ritme.

44

TINGKAT III Ulangi latihan Tingkat I sekali lagi, tetapi nama palsu yang disebut adalah nama palsu aktor yang berdiri di sebelah kanannya atau kirinya di lingkaran. Setelah semua hafal, dan mungkin b utuh waktu, ulangi nama palsu yang pertama, lalu ke dua, lalu rubah, sekehendaknya. TINGKAT IV Kalau para aktor berhasil sampai sejauh ini, mereka sudah terfokus. Tetapi fokus tidak cukup. Di tingkat ini, mulai dengan nama palsu pertama, tetapi sekarang salah satu aktor mengatakan nama dari patron yang berbeda, karena dia salah, atau di sengaja, setiap aktor harus segera merubah proses dengan menggunakan patron itu. Tetapi ada satu syarat yang harus diikuti, jika salah satu aktor merubah ke patron yang be rbeda, patron itu yang harus digunakan untuk beberapa waktu sebelum semua aktor ini merubah ke patron yang lainnya, artinya selesaikan dulu patron tersebut sebelum merubahnya, atau patron tersebut harus di ulang dua, tiga, atau mungkin empat kali sebelum merubahnya. Bila perlu, pakai hukuman untuk latihan ini, kalau salah, mereka harus bersedia dipanggil “Bozo”, sampai ada aktor lain yang salah . GAME 4 – MENDOBRAK BATASAN Pemain: 2 orang atau lebih Tujuan: Mempererat hubungan antar kelompok, mempersempit jarak privasi. Perlengkapan: Tali elastis yang melingkar dan tebal , sepanjang kira kira 3 meter. Bersama seorang aktor yang lain, gunakan satu tali elastis di atas untuk bergerak semaunya, ke kiri, ke kanan, bergulir di lantai, berjalan cepat, lambat, maju, mundur, tetapi tetap peka terhadap hubungan satu dengan yang lain yang diberikan tali tersebut. GAME 5 – KESEIMBANGAN Pemain: 2 orang Tujuan: Mempererat hubungan antar kelompok, mengerti lawan main. Perlengkapan: Sebatang bambu sepanjang kira-kira 3 meter. TINGKAT I Bersama seorang aktor yang lain, taruh salah satu ujung bambu di atas jari telunjuk sementara ujung lainnya di atas telunjuk lawan main sehingga bambunya berada di antara ke dua aktor. Buat bambu tersebut seimbang tanpa meng gunakan jari-jari yang lain kecuali jari

45

telunjuk ke dua aktor. Sekarang mulai lakukan eksplorasi pada batasan yang diberikan oleh bambu ketika bergerak. Para aktor harus bekerjasama ketika bergerak sehingga bambunya tidak jatuh. TINGKAT II Jika para aktor merasa sudah mampu, tambahkan satu atau lebih bambu yang satu di jari telunjuk tangan kiri dan yang satu lagi di jari telunjuk tangan kanan. Coba untuk mengimbanginya sambil bergerak. TINGKAT III Di tingkat ini, aktor harus memecahkan grup dari dua ora ng menjadi tiga atau empat orang untuk satu bambu. Sekarang lebih dituntut kerjasama yang erat tidak lagi ke satu tetapi ke dua atau tiga lawan main. Ingat, objektifnya adalah bekerjasama sehingga bambunya tidak jatuh. Para aktor harus sadar betul pada akt or lain yang sedang bekerjasama dengan dia.

46

47

BAB I SI AKTOR DAN DIRINYA Kemampuan Ekspresi adalah pelajaran pertama yang harus dilalui seorang aktor sebelum masuk kepada pelajaran -pelajaran lain yang berhubungan dengan naskah. Kemampuan ekspresi adalah usaha seorang aktor untuk mengenal dirinya. Si aktor akan berusaha untuk meraih ke dalam dirinya dan menciptakan perasaan -perasaan yang dimilikinya yang timbul setiap hari untuk menjadi lebih peka responnya. Dia akan berusaha untuk menciptakan sist em reaksi yang beragam yang dapat memenuhi tuntutan teknis pementasan. Banyak aktor yang mengatakan bahwa dia sudah mengenal dirinya, bahwa dia mengenal dirinya karena orang lain yang mengatakannya begini atau begitu, bahwa dia mengenal dirinya melalui seg i fisiknya. Tetapi itu saja belum cukup, karena mengenal diri bukan di lihat dari segi fisik saja. Seorang aktor harus mengerti bahwa ekspresi pribadinya di mulai dari usahanya mendisiplinkan diri karena disiplin berakar dari rasa hormat seorang kepada dir inya, kepada lawan main, kepada seniman-seniman lain di dunia teater atau film, bahkan kepada khalayak umum yang tidak ada hubungannya dengan dunia tersebut. Tentang disiplin, Konstantin Stanislavski berkata :” Coba jelaskan kepada saya kenapa seorang pemain biola yang bermain di sebuah orkestra harus melakukan latihan -latihan berjam-jam setiap hari, karena kalau tidak hilang kemampuannya bermain? Kenapa seorang penari bekerja berjam -jam setiap hari untuk melenturkan otot -ototnya? Kenapa seorang pelukis, pematung, atau penulis berlatih berjam -jam setiap hari dan kehilangan hari berlatih itu jika dia tidak latihan? Dan kenapa seorang aktor boleh untuk tidak melakukan apa -apa, membuang hari-harinya di café -café dan berharap menda patkan inspirasi pada malam hari? Cukup. Apakah ini seni jika, pendeta pendetanya berbicara seperti amatir -amatir? Tidak ada seni yang tidak menuntut kesempurnaan. 27 Dasar dari kemampuan ekspresi adalah diri pribadi seorang aktor ketika dia berhubungan so sial dengan orang lain. Fondasi inilah yang diatasnya harus dibangun kemampuan -kemampuan ekspresi diri. Sebagai seorang aktor dalam kehidupan sehari -hari, dia sebenarnya sudah berlatih bertahun -tahun untuk memainkan dirinya sendiri. Tetapi seorang aktor pa nggung atau film harus mampu memainkan karakter-karakter yang beragam macamnya, terkadang berbeda jauh dengan dirinya sehari-hari, dia harus mampu untuk “hidup” di Co nst a n ti n S ta n is la vs ki , M y Li fe in Art , ter j ema ha n E liza bet h R e y no ld s Ha pg o od . Ne w Yo rk : T he a t re A rts B oo k , 19 5 2, ha l. 3 5 . V er si I nd on esi a ole h pe n uli s. 27

48

“dunia” yang berbeda itu. Dia harus mampu menggunakan energi yang dimilikinya untuk meraih p engalaman-pengalaman baru untuk dipresentasikan dalam sebuah pertunjukan. Di dalam kehidupannya sehari-hari dia sudah memainkan peran yang berbeda -beda untuk situasi dan penonton yang berbeda -beda. Misalnya, ketika berbincang dengan atasan, sahabat karib, pacar, atau kenalan biasa , tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dia memiliki postur tubuh, cara berbicara, kualitas suara , dan bahasa yang berbeda -beda. Demikian pula dengan rasa percaya diri termasuk besar tubuhnya, beratnya, rasa apakah dia menarik atau tid ak, dan caranya memproyeksikan pandangan diri orang-orang tersebut tentang dirinya. Semua ini mempunyai bentuk dan cara yang berbeda-beda, tetapi semua itu tetap mewakili diri pribadi si aktor sendiri, bukan orang lain. Demikian pula halnya di atas panggung atau di depan kamera, dimana si a *ktor akan memainkan peran yang berbeda -beda tetapi tetap menjadi dirinya sendiri. Segi sosial dari keaktoran ini harus dilatih sedemikian rupa sehingga segi itu lebih peka dan memiliki respon yang beragam. Untuk kemampuan ekspresi ini, Stanislavski berkata: “ Selalu dan kapanpun kau berada di atas panggung, kau harus memainkan dirimu sendiri. Tetapi dalam beragam kombinasi sasaran yang tidak terbatas dan keadaan tertentu yang sudah dipersiapkan untuk peran mu dan yang telah dilebur dalam tungku pembakaran ingatan emosi mu”. 28 Penulis naskah sudah menyiapkan beragam kombinasi sasaran dan keadaan (atau dalam istilah akting disebut objective dan given circumstances ) untuk peran yang si aktor mainkan dimana dia meleburnya dalam tungku pembakaran ingatan emosinya atau pengalaman pribadinya. Dengan kata lain, proses kehidupan sosial, moral, psikologi, dan politiknya. Kemampuan ekspresi menuntut teknik -teknik penguasaan tubuh seperti relaksasi, konsentrasi, kepenuhan diri (pikiran, perasaan, dan tubuh yang seimbang) . Seorang aktor harus terpusat pikirannya, lentur otot -ototnya sehingga dia siap siaga untuk bertindak dengan gestur -gestur yang tidak dipersiapkan terlebih dulu tetapi dengan spontan keluar dari d alam dirinya. sehingga fungsi dan kualitasnya jelas terlihat serta mengekspresikan perasaannya yang terdalam. Demikian pula dengan tehnik -tehnik penguasaan suara yang menuntut proses pernafasan dan penggunaan alat ucap yang terlatih sehingga si aktor mampu memproduksi suara dan menciptakan artikulasi yang jelas. Latihan -latihan vokal ini terdiri dari tidak hanya latihan-latihan pernafasan dan artikulasi, tetapi juga mengenal bunyi huruf baik konsonan maupun huruf hidup, yang sifatnya nasal atau tidak nasal. C o nsta nt i n S ta n is la vs k i, Pe rs iapa n Seo ra ng A kt or , ter je ma h a n Asr u l Sa ni , ha l . 1 8 9, Pe ne r bit P us ta ka Ja ya . 28

49

Tentu dalam setiap latihan, si aktor harus mampu mengasosiasikan semua kemampuan ini kedalam aksi dramatis dan karakter yang dimainkannya. Mungkin pada mulanya, si aktor tidak begitu banyak berhadapan dengan naskah ketika dia sedang meningkatkan kemampuan ekspresinya, tetapi banyak latihan -latihan berbentuk games dan improvisasi yang dapat dilakukannya yang berhubungan dengan kemampuan ekspresi tetapi sesuai dengan suasana, situasi, dan tuntutan-tuntutan teknis sebuah pementasan. Dengan demikian, kemampuan ekspresi tidak banyak menuntut si aktor untuk segera menguasai karakter -karakter dari naskah -naskah yang konfliknya ringan atau berat. Pendidikan akting sebaiknya tidak langsung di mulai dengan menyelidiki dan memainkan karakter. Perhatian utama si aktor harus diberikan pada seluruh aparatus fisiknya, pada seluruh proses mengenal dirinya. Dia tidak dibenarkan untuk mengerti seorang Hamlet atau Romeo, atau Macbeth jika dia sendiri tidak mengenal siapa dirinya. Karakter -karakter hasi l dari daya khayal penulis naskah tidak mungkin dapat dimainkan dengan jujur, atau dipresentasikan dengan sempurna, jika si aktor yang memainkannya tidak mengenal siapa dirinya. Bagaimana orang mampu mengenal orang lain jika dia sendiri tidak mengenal diri nya?

50

WORKSHOP KEDUA Di workshop ini, para aktor akan kita beri kebebasan untuk mengekspresikan dirinya sambil tetap melatih kepekaan, fokus, dan konsentrasi. Mereka dapat melakukan semua latihan di bawah ini tanpa harus diberi tahu apakah mereka melakuk annya dengan baik atau jelek, apakah “salah” atau “benar”. Saat ini mereka hanya perlu bebas melepaskan diri dari belenggu tatanan sosial, psikologikal, politikal, bahkan moral yang ada dalam kehidupan mereka sehari hari.

1. NOMIS BILANG Pemain : Sebanyaknya. Tujuan: Melatih Focus dan Konsentrasi. TINGKAT I Semua aktor berdiri di sekitar ruangan, sehingga mereka memiliki tempat yang luas untuk bergerak. Usahakan untuk tidak ada yang berdiri terlalu dekat ke tembok. Pelatih akan memberi instruksi kepada aktor untuk mengambil satu langkah ke depan, satu langkah ke belakang, satu langkah ke kiri, dan satu ke kanan. Para aktora akan melakukan semua instruksi tersebut berlawanan dengan apa yang diinstruksikan pe latih. Setelah aktor melakukannya beberapa kali, beri tiga instruksi sekaligus seperti misalnya: “kanan, kanan, maju!” Aktor harus melakukan tindakan yang berlawanan dengan instruksi yaitu melangkah ke kiri, ke kiri, dan mundur. TINGKAT II Sebarkan aktor dalam bentuk diagonal, mengh adap pada pelatih, tetapi satu aktor akan berdiri satu langkah di depan dan satu langkah di belakang aktor lain yang ada di sampingnya. Titik yang terdekat dengan pelatih bernilai “satu”. Objectif dari latihan tingkat II ini adalah untuk berada di titik no “satu” tersebut. Ulangi game tingkat I, tetapi jika salah satu aktor salah mengikuti instruksi, mereka harus pindah ke urutan paling belakang. Sekarang, aktor lain, maju ke posisi semakin dekat dengan “satu”. Jika pemain yang berdiri di “satu” s alah, semua aktor mendapatkan kesempatan untuk maju selangkah semakin dekat dengan “satu”.

51

TINGKAT III Untuk membuat latihan ini lebih sulit, Pelatih akan memberikan dua instruksi dengan jumlah yang lebih banyak untuk setiap instruksinya. Para aktor tidak hanya harus bergerak berlawanan dengan instruksi, tetapi mereka juga harus me mindahkan “jumlah” untuk setiap instruksi yang disebutkan. Misalnya, jika instruksinya: “Bergerak 3 langkah ke kanan, dan satu langkah ke depan.” Langkah yang tepat untuk instruk si ini adalah “satu langkah ke kiri, dan tiga langkah mundur” . Para aktor harus mentransformasikan “jumlahnya”. TINGKAT IV Untuk tingkat ini problema ada di kata pendahuluannya. Misalnya, “Nomis bilang. . . ” atau “Simon bilang. . .” Untuk yang pertama, “nomis bilang”, instruksinya diikuti dengan cara yang dilakukan di tingkat I atau II. Untuk “Simon bilang” dilakukan dengan cara normal. Contoh: Simon bilang:“Maju” Nomis bilang:“Kanan” Nomis bilang:“Mundur, kiri, mundur” Simon bilang:“Kanan, kanan, kiri” Simon bilang:“Dua langkah ke kiri, satu langkah mundur” Nomis bilang:“Dua langkah ke kiri, satu langkah mundur”

Respons yang benar: “Mundur satu langkah” “Ke kiri satu langkah” Maju, kanan, maju” “Kanan, kanan, kiri” “Dua langkah ke kiri, satu langkah mundur.” “Satu langkah ke kiri, dua langkah maju.”

Selalu kirimkan aktor yang salah ke belakang. 2. BUZZ Pemain: 3 orang atau lebih. Tujuan: Konsentrasi penuh pada dialog yang diucapkan lawan main. DESKRIPSI: Semua berdiri atau duduk di lingkar an. Satu aktor memulai dengan menghitung “satu”, dan selanjutnya. Hitungan berlanjut sampai ke angka “tujuh”, di mana kata “buzz” yang disebut, bukan “tujuh”. Aktor terus menghitung, selalu mengganti angka “tujuh” dengan “buzz”, di mana pun angka “tujuh” m uncul, seperti 17 atau 27. Kata “buzz” juga harus menggantikan angka kelipatan “tujuh” seperti 14 atau 21. Yang salah, harus keluar dari game, sampai semua aktor keluar. Hitungan dapat dilakukan untuk kelipatan kelipatan angka lain.

52

3. SOUND BALL Pemain : 5 atau lebih. Tujuan: Kepekaan terhadap kelompok, mendengar mendukung, peningkatan energi, focus, konsentrasi.

dan

TINGKAT I Semua berdiri di lingkaran. Salah satu aktor mulai dengan melemparkan satu bola imaginer ke aktor lainnya. Ketika dia melempar bola tersebut, dia membuat satu bunyi , bunyi apa saja. Ketika aktor yang ke dua menangkap bola yang dilempar tadi, dia mengeluarkan bunyi yang sama. Lalu aktor ke dua itu melemparkan bola dan membuat bunyi yang berbeda. Aktor yang ke tiga yang menangkap bola dari a ktor ke dua, menerima bola sambil menirukan bunyi yang dikeluarkan a ktor ke dua, lalu melanjutkannya sambil menyuarakan bunyi sendiri, dan seterusnya. Semua aktor dituntut untuk mendengar, jika tidak mendengar, maka dia tidak akan dapat memberikan respon yang benar. Dengar dulu pendapat orang lain sebelum mengeluarkan pendapat sendiri. TINGKAT II Di tingkat ini, lemparan dan tangkapan dapat dipercepat atau mulai dengan bola baru yang bunyinya berbeda dengan bunyi yang sudah didengar di Tingkat I. Ketika bola baru dipermainkan bola pertama tidak boleh hilang bunyinya, dan seterusnya. 4. TEPUK BERSAHUTAN Pemain: 5 atau lebih. Tujuan: Kepekaan terhadap kelompok, peningkatan energi, focus, konsentrasi. TINGKAT I Semua berdiri dalam lingkaran . Aktor pertama mulai dengan melakukan “eye contact” dengan aktor yang berada di sebelah kanannya. Kedua orang itu dengan serempak menepuk tangan mereka. Aktor II melakukan hal yang sama, melihat ke kanan, lalu serempak bertepuk tangan dengan aktor yang dilihatnya itu. Demikian selanjutnya, setiap aktor bertepuk tangan dengan orang yang dikirinya lalu dengan yang dikanannya. Dengan demikian, tepukan tangan akan berjalan berkeliling di lingkaran sampai kembali ke aktor pertama. Sekarang lihat secepat apa proses ini dapat berlangsung. Ketika tepukan berhenti serentak, perlambat sampai kembali ke proses yang benar, lalu percepat lagi.

53

TINGKAT II Di tingkat I, tepukan tidak seharusnya teratur berjalan ke kanan. Siapa saja dapat merubah gerak tepukan ke kiri a tau ke kanan, prosesnya dilakukan dengan tetap mempertahankan “eye contact” dengan orang yang barusan bertepuk tangan dengan aktor tersebut dari pada menoleh ke orang lain di sebelahnya sambil bertepuk tangan untuk ke dua kalinya. TINGKAT III Tingkat ini lebih sulit. Aktor tidak perlu lagi bertepuk menurut lingkaran, tetapi tergantung dari “eye contact”. Sekali lagi, lakukan secepat mungkin. Kuncinya: “eye contact”. Sulit untuk mendengar ritme tepukan yang selaras, tetapi jika terus dilatih, maka kebersamaan dan ritme yang selaras akan tercipta. Jangan bertepuk dulu sebelum “eye contact” tercipta. Terutama kalau aktor tidak melihat. Kalau sudah melihat, baru tepuk bersama untuk ritme bisa selaras.

54

PELAJARAN PERTAMA DASAR–DASAR AKTING AKTING DAN PRIBADI Pelajaran pertama akting di mulai dengan diri pribadi. Apa itu “pribadi”? Pribadi tidak saja tingkah–laku, pengalaman, keinginan, kepercayaan seseorang yang sudah dibentuk oleh genetik dan sejarah hidup sampai pada saat ini, tetapi juga potensi yang tidak terbatas untuk pengalaman dan tingkah –laku yang baru. Seseorang bukan hanya siapa dia sekarang, tetapi juga siapa dia nanti, inilah potensi manusia untuk transformasi . Pada permulaan abad ke 19, Psikolog William James menciptakan satu teori yang dapat dipakai oleh para aktor untuk membuktikan bagaimana diri pribadinya memegang peranan penting dalam akting. Teori itu mengatakan bahwa diri manusia adalah sebuah struktur yang kompleks yang terdiri dari “Aku” dan beberapa “saya”. Setiap orang memiliki banyak peran dalam hidupnya, yang dimainkan dalam situasi–situasi yang berbeda. Peran orang itu sebagai anak, sebagai mahasiswa, sebagai pegawai, sebagai teman, menuntutnya untuk memodifikasikan tingkah laku pada saat–saat yang berbeda untuk mempresentasikan dirinya yang berbeda –beda. Kesan identitas diri orang itu, atau “aku”nya adalah benang merah dari pertunjukan – pertunjukan yang dimainkannya dalam kehidupan yang mengikat dia menjadi satu kepribadian. Kalau ora ng itu dituntut untuk memainkan dua peran pada waktu yang sama (orang tua ngobrol dengan anaknya dan teman anaknya, sering menciptakan situasi -situasi yang tidak enak), dia dapat melihat bagaimana “saya -saya”nya itu dapat sangat berbeda satu dengan yang la innya. Keberadaan kita sebagai manusia sebagian besar tergantung pada proses kehidupan yang terus memainkan peran–peran ini, tetapi tetap memiliki identitas diri karena “aku”nya itu. Selanjutnya, Erving Goffman, seorang psikolog yang mengutamakan perhati an pada tingkah laku sosial manusia , mengatakan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk memainkan peran dengan baik yang dituntut dari dirinya setiap saat: Memang dibutuhkan ketrampilan yang handal, proses pelatihan yang lama, dan kapasitas psikologi s yang dalam untuk menjadi seorang aktor panggung yang handal. Tetapi fakta ini bukan berarti membutakan kita dari pengertian bahwa hampir semua orang dapat mempelajari naskah dengan cepat dan mampu memberikan pertunjukan yang realistis. Memang sepertinya hal itu benar, karena hubungan sosial yang terjadi sehari –hari sama

55

dengan sebuah adegan di atas panggung . . . Naskah di tangan seorang aktor yang kurang terlatih dapat hidup karena hidup itu sendiri adalah sebuah drama. Dunia ini, tentunya, bukan panggung sandiwara, tetapi yang mana yang bukan, susah untuk dibedakan . . . 29 Kedua pendapat di atas membuktikan bahwa k emampuan manusia menjadi seorang aktor dalam kehidupan sosial sudah memberikan dasar yang kuat untuk menciptakan dirinya sebagai aktor yang handal. Tetapi tentu saja dibutuhkan pelatihan akting yang intensif dan khusus untuk dapat membedakan segi artistik pertunjukan si aktor dari pendapat Erving Goffman di atas. Sebagai seorang aktor dalam kehidupan sosial, dia sudah dilatih bertahun– tahun untuk menjadi aktor sosial. Berbeda dengan aktor panggung yang baik, dia harus memberikan pertunjukan yang artistik dari tokoh–tokoh yang dimainkan yang sering sangat berbeda dengan dirinya sendiri. Selain itu, si aktor juga harus hi dup di dunia yang berbeda–beda, dia harus mengerti bahwa proses “transformasi ” yang sudah ada dalam dirinya, yang sudah sering dimainkannya hanyalah permulaan dari apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang aktor yang handal. Sambil mempe rdalam kemampuannya sebagai aktor dalam kehidupan sosial, dia harus mampu memainkan peran dari segi teknik fisik dan cara –cara memainkan aksi –aksi fisik si tokoh. LATIHAN No. 1 – SI AKTOR DALAM DIRI Selama dua hari ini, lakukan observasi terhadap diri anda sendiri. Didalam menjalani hidup dari satu situasi ke situasi yang lain; perhatian bagaimana anda “berperan” untuk penonton yang berbeda–beda. Perhatikan hal –hal yang spesifik seperti postur tubuh, kualitas suara , cara berbicara dan bahasa yang anda pakai. Bagaimana anda bertindak memproyeksikan citra anda pada penonton –penonton tersebut. Pada saat istirahat, catat hasil observasi yang sudah anda lakukan. Anda perlu melatih diri anda untuk memberi perhatian pada diri tanpa perlu berpartisipasi bahkan tanpa perasaan sama sekali. Malam harinya, ketika anda sendiri, beri penilaian pada pengalaman – pengalaman yang sudah anda catat itu, “perankan” saat –saat yang paling dramatis yang berhasil anda selidiki, ingat jika ada saat–saat dimana anda be rbeda dengan saat–saat yang dramatis tersebut, ciptakan dan “perankan” juga hasil observasi itu.

E rv in g Go f fma n , T he Pres entati o n o f Sel f i n Ever yda y Li fe, D o uble da y & Com pa ny , 1 9 5 9 ha l 38 . 29

56

AKTING DIDASARI OLEH KEPRIBADIAN Kalau seseorang menelaah bagaimana dia menjadi dirinya sampai saat ini, maka tentunya, garis keturunan mempunyai andil yang kuat selain dari pada situasi –situasi yang dialami saat –saat menjadi dewasa. Tetapi, sebagai manusia yang aktif, tentunya orang itu tidak saja hasil dari garis keturunan dan situasi yang dialaminya. Dia bertanggungjawab atas pembentukan pribadinya ka rena orang itu memilih sendiri tindakan –tindakannya, setiap saat. Jika orang itu memilih sendiri tindakan –tindakannya, dia menjadi orang yang berbeda. Dengan kata lain, dia adalah apa yang dialami dan apa yang dilakukannya. Kalau seseorang ditempatkan pad a suatu situasi yang baru dan mendisiplinkan diri untuk memilih tindakan –tindakan yang berbeda dari biasanya, dia berubah menjadi suatu pribadi yang baru, kadang – kadang pribadi baru ini tercipta dengan sangat cepat. Banyak orang yang mengalami suatu proses metamorfosis karena mengalami suatu peristiwa yang sangat penting . Kapasitas kepribadian yang terus berevolusi untuk mencapai potensi –potensi baru dalam diri inilah yang dipakai untuk menciptakan tokoh yang diperankan di atas panggung atau di depan kamera . Melalui teknik –teknik akting, seorang aktor akan mengembangkan pribadi –pribadi yang berbeda yang hidup bersama dengan dirinya tetapi dengan mudah diadaptasikan dalam peran yang dimainkannya. Evolusi dari pribadi –pribadi baru ini prosesny a sama dengan evolusi yang terjadi dalam diri seorang aktor ketika dia memainkan seorang karakter di atas panggung atau di depan kamera. Dia dengan tekun menyelidiki pilihan –pilihan untuk tindakan yang diambil oleh si karakter, yang didasari oleh kebutuhan –kebutuhan yang hakiki si karakter itu sendiri , dalam situasi–situasi yang diberikan oleh penulis naskah, untuk sampai pada tujuan yang sangat pribadi artinya bagi si karakter itu. Akarnya adalah kapasitas si aktor untuk percaya dan yakin bahwa pilihan–pilihan baru tersebut adalah pilihan -pilihan si aktor sendiri, kebutuhan–kebutuhan dan situasi –situasi baru itu adalah kebutuhan-kebutuhan dan situasi -situasi si aktor sendiri, sehingga pengalaman yang dihasilkan menjadi sangat nyata dan menciptakan metamorfosis dari si aktor menjadi si karakter yang benar. LATIHAN No. 2 – AKTING DAN KEPRIBADIAN Coba ingat suatu saat dimana anda berada pada suasana “in action” Apa tujuan anda pada saat itu? Apa kebutuhan yang diekspresikan melalui tujuan itu? Apa efek yang anda dapat dari

57

situasi–situasi saat itu? Apa pilihan–pilihan anda untuk bertindak? Sekarang pertimbangkan bagaimana situasi ini sama dengan situasi di atas panggung atau di depan kamera? AKTING DALAM KEHIDUPAN SEHARI –HARI Ide William James di atas menjelaskan bagaimana aktor mengembangkan “kumpulan karakter” dalam dirinya . Setiap karakter tersebut terlatih dengan baik bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri si aktor sendiri . Setiap karakter tersebut terhubung dengan situasi–situasi tersendiri. Memang tidak dapat dipungkiri kalau karakter -karakter ini berguna untuk manusia dapat melanjutkan kehidupannya. Hari ini misalnya, saya mulai kehidupan saya sebagai seorang ANAK dihadapan ibu yang sedang membuat kan kopi untuk saya sebelum berangkat kerja. Saya merubah diri saya menjadi KETUA JURUSAN ketika saya berbicara dengan seorang mahasiswa yang minta diberi kelonggaran waktu membayar uang kuliah. Lalu saya berubah lagi menjadi DOSEN ketika siangnya mengajar Literatur Teater yang hampir semua mahasiswanya terlambat. S orenya, saya berubah menjadi TEMAN DEKAT, ketika berbicara dengan sesama dosen untuk mempersiapkan sebuah produksi teater. Setiap karakter ini mempunyai postur, ritme, tingkah laku, bahasa, dan keadaan piki ran masing–masing dan adalah hasil dari interaksi saya dengan situasinya masing –masing pada satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, akting adalah proses alamiah dimana terlihat di sana hasil interaksi kita dengan dunia ini tetapi bukan berarti “tidak jujur” atau palsu. Apakah peran yang dimainkan itu meningkatkan atau mematikan kehidupan kita tergantung dari si “aku” yang tetap menjadi pemandu atau tidak. Kehidupan sosial adalah “berakting” dan kita harus bertanya pada diri sendiri “apakah aku yang memainkan karakter ini atau dia yang memainkan aku?” Apapun jawabannya, teknik akting akan menolong si aktor untuk membuat aktingnya menjadi suatu bentuk yang otentik dan artistik. Si aktor perlu mulai melakukan observasi atas kemampuan yang dimilikinya sebagai seorang aktor sosial. Observasinya harus dilakukan tanpa prejudis dan tanpa penilaian. Dia harus bersifat objektif melihat tingkah laku manusia. Jika dia memandang dengan mata terbuka, dia akan melihat bahwa jumlah kumpulan karakter ya ng dimilikinya banyak dan bermacam ragam , karena memang dalam hidup, manusia terus berimprovisasi sambil beradaptasi dengan situasi yang dihadapinya, dengan teman disekitarnya, dengan kebutuhan–kebutuhannya yang berubah –ubah dan dengan keinginannya yang ti dak terkira banyaknya. Inilah proses

58

mengalirnya interaksi manusia, dimana didalamnya kepribadian bertumbuh dan, dibawah pengaruh situasi atau orang lain, berubah dan bergerak pada tujuan yang baru. Proses ini sama dengan proses dramatis karakter yang bert umbuh melalui pengalamannya menjalani situasi-situasi yang dihadapi, hubungan –hubungan yang dialaminya dengan karakter lain, dan pilihan –pilihan untuk bertindak yang diambilnya, dibentuk dan diperkuat oleh kemampuan teknik berperan si aktor yang menjadi ka rakter tersebut. LATIHAN BERGRUP PERTAMA – BERSOSIALISASI Bentuk satu grup yang terdiri dari lima atau enam orang, dan pilih seseorang yang akan menjadi SI PEMIMPIN. Setiap orang dalam grup ini akan memainkan peran yang tertera dibawah ini sementara tugas mereka adalah membentuk sebuah grup teater sendiri: SI PEMIMPIN adalah orang yang suka menjadi organisator di grup manapun dia berada . Di kirinya adalah S I KORBAN, yang suka menganggap setiap aksi yang akan dilakukan oleh grup sebagai sesu atu yang mengancam dan tidak mengenakkan . Selanjutnya, SI FILSUF, yang suka menunjukan arti yang sangat dalam dari segala hal yang diutarakan . Lalu,.SI PENGACAU, orang yang selalu merubah topik pembicaraan sebagai cara untuk mengkontrol grup ini . Kemudian, SI PENGGANGGU, yang tidak perduli dengan apa yang akan dilakukan oleh grup, selama grup itu melakukan apa yang dia mau. Terakhir, SI JURURAWAT yang menolong siapapun yang kelihatannya perlu ditolong tanpa memperdulikan apakah orang itu suka ditolong atau tidak. LATIHAN No. 3 – BERPERAN DALAM HIDUP Lakukan observasi pada orang lain untuk mempelajari bagaimana mereka memproyeksikan citra mereka. Apa kesamaan–kesamaan yang ada antara karakterisasi sosial ini dengan yang dilakukan di atas panggung atau di depan kamera? Apa perbedaannya? Perhatikan dan ingat tingkah laku ekspresif yang realistis terkecil sekalipun. Apakah anda mulai merasakan bahwa kehidupan realita sering “terpola/terbentuk/bergaya”? Apakah dapat disimpulkan kalau orang punya “gaya” dalam kehidupan realita? Bagaimana hal ini mungkin dihubungkan dengan proses mengalami sendiri kualitas –kualitas yang unik dari seorang karakter di naskah, terutama yang sangat “bergaya”? Coba adopsikan tingkah laku orang yang sedang anda

59

selidiki. Apakah cara ini menolong anda mengenal orang itu? Apakah latihan ini memberi anda suatu pengalaman baru dan memperluas kepribadian anda sendiri? Bagaimana hal ini berhubungan dengan proses anda mengadopsi tingkah laku seorang karakter yang dijabarkan oleh penulis? DRAMA DI PANGGUNG DAN DI KEHIDUPAN SEHARI -HARI: BERAKSI Ketika sedang “berakting” dalam kehidupan sehari –hari, walaupun jarang terjadi, ada situasi yang dihadapi lebih “dramatis” dari situasi–situasi lainnya. Dalam pertandingan olah raga, misalnya, situasinya lebih dramatis jika hasil dari pertandingan olah raga ini penting sekaligus belum pasti sampai saat akhir pertandingan. Konflik dan suspen yang dialami pada saat itu sangat identik dengan menonton sebuah pertunjukan drama. Seperti dalam kehidupa n sehari–hari, sebuah lakon akan lebih menarik jika ada konflik yang menegangkan tetapi hasil akhirnya masih belum diketahui. Setiap orang, dalam kehidupan sehari –hari atau seorang aktor ketika memainkan seorang karakter dalam sebuah pertunjukan , lebih menarik ketika menghadapi situasi dramatis yang menegangkan, bahkan dalam situasi seperti itu dia dapat lebih banyak mengenal dirinya sendiri . Hal ini disebabkan oleh karena semua energinya terpusat pada apa yang dilakukannya atau apa yang dia coba lakukan . Pada saat itu, kelihatannya orang itu benar –benar “hidup” dan kadang–kadang mampu melakukan tindakan yang sebelumnya tidak terbayang akan mampu dilakukannya . Tanpa disadari, orang itu menunjukan jati dirinya. Energi yang terfokus penuh pada satu tujuan in i sama dengan energi yang harus dimiliki oleh seorang aktor dalam pertunjukannya. Si aktor dapat terperangkap dalam sebuah situasi yang dramatis dengan cara memberikan perhatian penuh serta komitmen pada satu objektif yang sifatnya sangat penting bagi diri nya. Sering orang dihadapkan pada situasi dimana dia sangat terfokus pada pekerjaannya sehingga dia lupa waktu, lupa dimana dia berada bahkan lupa diri. Di panggung atau di depan kamera, terminologi ini disebut saat–saat berada dalam aksi atau istilah aktingnya disebut “in action”. Inilah tujuan akting yaitu usaha untuk terperangkap dalam tugas–tugas di atas panggung atau di depan kamera sehingga lupa pada diri sendiri bahkan pada penonton. Kemampuan untuk sangat terpengaruh dengan tugas–tugas ini adalah hasil dari komitmen total pada satu tujuan yang sifatnya sangat pribadi. Saat–saat in action adalah saat–saat yang sangat bergairah

60

dalam hidup dilakukannya sangat sibuk pekerjaannya pertunjukan.

seseorang walaupun detail –detail pekerjaan yang pada saat itu tidak dii ngat lagi. Karena pada saat yang itu, tidak mungkin orang mengingat detail –detail lagi. Demikian pula seorang aktor dalam sebuah

AKTING MEMILIKI TUJUAN TERTENTU Seseorang sering dalam kehidupan sehari –hari terperangkap dalam pekerjaannya atau berada dalam aksi. Hal ini terjadi karena orang itu memiliki tujuan atau maksud tertentu dimana seluruh energi dan kepekaan diri dipusatkan. Jika seseorang memiliki tujuan atau maksud yang jelas maka kemampuannya untuk berkonsentrasi total semakin meningkat sementara relaksasi total pun tercipta karena seluruh energinya mengalir dengan bebas. Demikian pula seorang aktor, dia akan membiarkan dirinya terperangkap dalam tugas yang sedang dijalani si karakter untuk sampai pa da satu tujuan tertentu. LATIHAN No. 4 – TUJUAN MENJADI AKSI Bersama seorang teman, pilih satu situasi sederhana dimana anda mau melakukan sesuatu (meninggalkan ruangan) sementara teman anda menghalagi keinginan tersebut (menahan untuk tidak pergi). 1. Tanpa direkayasa lebih dulu, kedua –duanya berusaha untuk mencapai tujuannya, menggunakan bahasa sederhana. 2. Ulangi latihan ini, tetapi didasari oleh satu kebutuhan tertentu. 3. Ulangi latihan ini, sekarang dengan membayangkan situasi– situasi tertentu, misalnya anda berada di perpustakaan, di kamar anda di larut malam, di lapangan sepak bola. AKTING SEBAGAI SATU DISIPLIN SENI Dalam kehidupan sehari–hari seseorang selalu mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mengerti tindakan orang tersebut, ata u untuk mengerti perasaan orang itu. Demikian pula seorang aktor dalam memprojeksikan dirinya pada tokoh, dia melakukan apa yang psikolog katakan proses “empati”. Ketika si orang merasakan “empati” maka dia berada “dalam” keadaan perasaan atau pikiran orang lain, walaupun perasaan itu masih perasaannya, bukan orang lain tersebut. Frederick S. Perls, seorang psikolog, menerangkannya sebagai berikut: Anda dapat membagi pengalaman dengan seseorang dalam arti bahwa anda dan orang itu mungkin mengalami satu sit uasi yang serupa tetapi pengalaman anda adalah milik anda dan

61

pengalaman orang lain itu miliknya. Ketika anda mengatakan kepada seorang teman yang sedang mengalami musibah: “Aku turut berduka cita,’ anda tidak bermaksud mengucapkannya secara harafiah, karena orang itu sedang mengalami duka citanya sendiri dan anda tidak dapat merasakan langsung duka citanya. Anda hanya membayangkan diri anda berada “dalam” diri orang itu dan menciptakan gambaran yang jelas situasi yang dialaminya, lalu memberi kan reaksi kepada gambaran anda tersebut. 30 Seorang aktor meletakkan dirinya di tempat dimana tokoh berada sama dengan cara yang disebutkan di atas, dia, untuk dirinya sendiri, memiliki pengalaman –pengalaman psikologis si karakter. Akibat-akibat dari peng alaman tersebut, si aktor tertransformasi, dia bertingkah laku sepertinya dia merasakan apa yang dirasakan si karakter, dan dari proses “empati” ini suatu keajaiban “turut merasakan” muncul kepermukaan, dan si aktor menjadi versi dirinya sendiri yang cocok dan sesuai dengan realita kehidupan si karakter. Stanislavski menamakan proses ini metode “the magic IF”, kemampuan seorang aktor masuk ke “dalam” situasi tokoh sepertinya situasi tersebut terjadi pada dirinya sendiri. Dan jika pengalaman – pengalaman ini m enjadi nyata dan benar dalam dirinya, proses metamorfosis tercipta, dan si aktor mengalami proses transformasi pribadi, menjadikannya seorang manusia baru versi dirinya sendiri, yang berfungsi sebagai karakter ciptaannya. Atas dasar pe ngertian di atas, seorang aktor bukan hanya “dirinya sendiri” tetapi “dirinya yang baru” di atas panggung atau di depan kamera. Sekarang dia sudah menaruh dirinya dalam diri si karakter. Dia tidak memaksa si karakter untuk mengikuti kebiasaan – kebiasaannya bertingkah laku, dia tidak memaksakan si karakter mengekspresikan pemikiran dirinya sendiri lagi. Walaupun perasaan– perasaan pribadi si aktor harus ikut campur dalam menciptakan karakter, perasaan–perasaan tersebut adalah hasil dari proses pemilihan dan modifikasi yang matang dari dirinya sendiri untuk dapat memenuhi tuntutan naskah sehingga si aktor tidak menyerap pribadi si karakter ke dalam dirinya sendiri tetapi meletakan dirinya (melakukan proses teknik akting yang disebut “tranference” ) dalam diri si karakter . Karena pengalaman hidup manusia banyak persamaan, banyak pengalaman si aktor yang dapat dipakai dalam menciptakan pribadi si 30

Fr e de ri c k S. Pe r ls , R a lp h F. He f fe rl in e, da n Pa ul G o odma n , Ge stal t

Thera p y ( Ne w Y or k : T he J u lie n Pre ss , 1 9 5 1) , ha l . 3 3.

62

karakter yang dimainkan. Tetapi cara pemakaiannya, merupakan bentuk yang harus ditetapkan oleh tuntuta n–tuntutan naskah, bukan dari kehidupan alamiah si aktor sendiri. Sangat mudah mengimitasikan se orang karakter dengan tepat dimana si aktor memproyeksikan ke dalam diri si karakter kualitas–kualitas kepribadian dan pengalamannya sendiri, yang mana malah t idak berfungsi, tidak ada hubungannya, dan, alhasil, palsu. Untuk dapat mengidentifikasikan dengan benar, si aktor harus mengerti sebaik mungkin siapa si karakter tanpa menghilangkan rasa hormatnya pada identitas diri si karakter yang berbeda sebagai suatu kreasi artistik yang memiliki tujuan yang jelas. Si aktor juga harus ingat bahwa naskah kebanyakan mengetengahkan situasi –situasi yang menakjubkan, melebihi pengalaman–pengalaman hidup yang dialaminya. Naskah klasik, misalnya, mengetengahkan kehidupan masa yang sudah punah yang sifatnya berbeda dengan keadaan kehidupan alamiah masa sekarang. Bahkan naskah–naskah kontemporer menuntut pengalaman yang sama sekali berbeda dengan pengalaman kehidupan manusia. Aspek-aspek yang dijelaskan di atas inilah yang membuat akting menjadi suatu disiplin seni yang sangat menarik dimana selalu menuntut si aktor untuk terus memupuk dan menumbuhkan dalam dirinya pengalaman –pengalaman yang sama sekali tidak dialami oleh manusia biasa dengan cara mengalami kembali kehidupan di masa lalu, di tempat yang berbeda, dan hidup dalam diri orang –orang yang sangat berbeda dengan dirinya sendiri. Apapun naskahnya, usaha yang dilakukan harus tulus dan jujur . Si aktor harus menjadi penulis kehidupan pribadi , dan ini adalah kesimpulan yang terbaik yang dapat diambil untuk tujuan hidup yang kreatif dari seorang aktor. Dia ingin tertransformasi, dia memberi kesempatan kepada seluruh energinya mengalir menjadi satu bentuk baru, untuk mengartikan kembali atau menulis kembali diri pribadinya sehingga dapat melayani fungsi artistik yang dituntut oleh naskah. Kapasitas berekspresi dan menganalisa memberi kemampuan pada diri seorang aktor untuk mengerti karakter dan cara –cara menciptakannya, tetapi hal itu hanya dapat dihidupkan jika si aktor mampu menyentuh sumber energinya yang terdalam dan membuat mengalir dengan mudah kedalam karakter yang dimainkannya. Kemampuan inilah yang juga memberi kesempatan kepada si aktor untuk mengalami kehidupan baru, menghidupi kehidupa n–kehidupan, yang mana setiap kehidupan itu adalah perpanjangan dari diri si aktor sendiri, dan itulah hadiah yang paling berharga baginya.

63

HARKAT SEORANG AKTOR Tugas seorang aktor adalah mengeksplorasi semua pengalaman si karakter dan membuatnya menja di pengalaman pribadi . Dia akan merasakan dirinya berkembang, dia akan tertransformasi . Pengalaman–pengalaman pribadi yang sudah lampau yang masih berpotensi serta pengalaman dan emosi yang sudah lama ditekan, ditambah dengan pengalaman–pengalaman baru yang sedang di eksplorasi, akan memberi aktor satu kepenuhan hidup, atau lebih peka. Dia menjadi ahli “diri”nya sendiri, seperti apa yang dikatakan Lee Strasberg (pendiri Actor Studio): Kita berpikir bahwa pelaja ran akting adalah untuk orang yang tidak tahu ber akting. Pendapat itu tidak benar. Malah aktor yang terhebatlah yang paling membutuhkan pelajaran akting, karena semakin banyak yang harus diperankannya, semakin banyak teknik yang dia butuhka n”. 31 Karena Ini adalah harkat seorang aktor, maka tugasnya adalah mengklaim hak tersbut.

* 31 Le e Stra sbe rg pa da sa a t mem beri ce ra ma h di depa n Ca li f or nia I ns tit ute o f the Art s , V a l en c ia , Ca l if or nia , 1 9 7 0.

ma ha sis wa

64

WORKSHOP KETIGA Di workshop ini , para aktor sudah terbiasa dengan teman -teman sekelasnya dan dapat segera mempraktekkan kemampuan ekspresi melalui latihan di bawah ini. Tentu sebagian masih malu -malu dan ada yang berlebih-lebihan. Tetapi untuk para pemula hal ini lumrah. Lama kelamaan keinginan untuk bisa mengekspresikan diri lebih jujur akan nampak.

5.

BERAPA UMURKU? Pemain : 1 orang Tujuan: Mengekspresikan perbedaan tingkah laku menurut umur. Mengekspresikan ide “ekspresi fisikal” si aktor tentang “umur”. DESKRIPSI: Siapkan lokasi, di sudut sebuah halte. Background tukang rokok. Aktor menulis umur di secarik kertas untuk diberikan kepada pelatih. Si aktor akan mulai dengan menunggu bus selama 1 - 2 menit. PUSAT PERHATIAN: Pada umur saja. SIDE COACHING: Sambil para aktor melakukan adegan di atas panggung, pelatih dapat memberikan sidecoaching sebagai berikut: Bus sudah dekat! Semakin deka t; busnya sudah tiba! Pelatih juga dapat menambahkan: Kena macet! Padahal kamu sudah terlambat, dsbnya tergantung dari umur yang diberikan . EVALUASI : Berapa tahun umur yang dibawakan si aktor? Apakah dia menjelaskan atau menunjukkannya kepada penonton? Apakah kualitas umur bentuknya selalu fisikal? Apakah perbedaan -perbedaan umur adalah bagian dari tingkah laku kita menghadapi kehidupan? Apakah si aktor melihat bus itu atau dia hanya mendengar side coaching yang diberikan pelatih? OBSERVASI : 1. Di tingkat ini, ritme dan aktivitas si aktor akan menolong dia mengklarifikasi umur. 2. Para aktor dilarang untuk “akting” dan/atau “memberikan pertunjukan” selama latihan ini berlangsung.

65

6.

BERAPA UMURKU LANJUTAN Pemain: 1 orang Tujuan: Melatih ekspresi tingkah laku seseorang yang berumur sekian dalam situasi tertentu. DESKRIPSI: Sama dengan Latihan BERAPA UMURKU , tetapi konsentrasi hanya kepada umur. Lamanya 1 s/d 2 menit. Untuk bagian ini, si aktor akan diberikan situasi oleh pelatih. Situasi itu bisa bermacam -macam tetapi sesuai dengan tempatnya yaitu di halte bus. PUSAT PERHATIAN: Memikirkan umur sambil hidup dalam situasi yang dihadapi oleh orang yang berumur sekian itu. SIDE COACHING: Konsentrasikan dirimu pada problema yang ada? Pikirkan umur itu di kakimu? Di tulang punggung kamu! (Ketika umur sudah kelihatan) Bus Semakin dekat; busnya sudah tiba! Tambahkan: Kena macet! Padahal kamu sudah terlambat, dsbnya tergantung dari umur yang diberikan . OBSERVASI: 1. Sulit untuk para aktor percaya bahwa pikiran yang kosong (bebas dari rekayasa) adalah cara untuk mendapatkan pengalaman. 2. Jika konsentrasi hanya pada umur, aktor dan penonton akan merasakan saat-saat terinspirasi karena aktor menjadi muda dan tua secara spontan dengan aksi -aksi sederhana atau tanpa banyak aktivitas. 3. Latihan ini berhasil jika aktor benar-benar mengosongkan pikirannya kecuali imajinasi yang berhubungan dengan umurnya (mengulang umur berkali -kali dalam pikiran dan sidecoaching akan menolong). 4. Mengkonsentrasikan diri pada umur saja akan memberi kebebasan pada tubuh s ehingga aktor dapat memberikan ekspresi gerak tubuh dan gestur yang mendetail, gerak -gerak subtil yang hanya dapat ditemukan pada aktor-aktor yang berpengalaman. Percaya pada umur dan biarkan konsentrasi yang bekerja. 5. Dari latihan ini, aktor akan lepas dari kekakuan, atau mencoba untuk bertingkah a nggun. Otot-ototnya malah bebas dan matanya bercahaya. Energi benar-benar terlepas. “ Aktor menunjukkan umur tanpa melakukan apa -apa!” adalah pendapat yang paling tetap.

7.

APA PROFESIKU?

66

Pemain: 1 orang DESKRIPSI: Prosedur dan setting sama dengan latihan BERAPA UMURKU? PUSAT PERHATIAN: Pada profesi. EVALUASI: Apakah hanya melalui aktivitas profesi dapat ditunjukkan? Apakah struktur tubuh berubah menurut profesi terrtentu? Apakah ada perbedaan antara seorang salesman dan seorang guru? Apakah 20 tahun bekerja sebagai kuli bangunan berbeda dengan 20 tahun bekerja sebagai dokter? Apakah tingkah laku (attitudes) yang menciptakan perubahan ? Atau lingkungan kerjanya? OBSERVASI : 1. Pertanyaan-pertanyaan di bagian EVALUASI akan memprovokasi pikiran tentang aspek -aspek fisikalisasi karakter sehingga t umbuh dengan natural dan sangat kasual. 2. Latihan dapat dilakukan dengan beberapa orang sekaligus di panggung. 3. Becanda, “ngakting”, ngelawak, adalah bukti dari penolakan menghadapi problema. 4. Untuk mencegah rekayasa , buat para aktor duduk dengan tenang sambil berkonsentrasi pada profesi yang dipilihnya , tidak lebih dari itu. Ketika konsentrasi sudah terfokus, apa yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah akan dengan sendirinya tumbuh. 8.

BERAPA UMURKU DAN APA PROFESIKU? Pemain: 1 orang DESKRIPSI: Prosedur dan setting sama dengan latihan BERAPA UMURKU? TITIK KONSENTRASI: Pada profesi dan umur. EVALUASI: Sama dengan latihan APA PROFESIKU. TITIK OBSERVASI: Sama dengan latihan APA PROFESIKU.

67

PELAJARAN PERTAMA RELAKSASI DAN KONSENTRASI Kita sering mendengar seseorang berada dalam situasi “tidak sadar diri!”, waktu orang itu melakukan tingkah -laku yang lain dari biasanya. Dalam kehidupan sehari -hari hal ini memang sering dialami. Tetapi seorang aktor tidak boleh merasa tidak sadar seolah – oleh pikirannya terpisah dari tubuh karena itu sama saja seperti seorang pemain biola yang terpisah dari biolanya. Jika seorang aktor melakukan tingkah yang tidak disadarinya, yang lain dari biasanya dan dia tidak mengenal siapa dia, maka sebenarnya dia belum mengenal siapa dirinya itu. Walaupun tidak mudah untuk belajar mengenal diri sendiri, sudah menjadi tugas utama seorang aktor untuk mengenal dirinya sendiri, mencari kehidupannya yang tersembunyi yang tidak dikenalnya itu. Sambil mencoba mengenal siapa dirinya, sangatlah berguna bagi seorang aktor untuk menghindar dari istilah –istilah “per asaan dan pikiran” atau “tubuh dan pikiran”, seolah -olah semuanya saling terpisah satu dengan yang lainnya. Hidup ini tidak dimulai dengan tubuh lebih dahulu lalu disusul dengan pikirannya, lalu perasaannya. Tetapi kebanyakan orang berpikir bahwa manusia t erdiri dari dua sisi yaitu “mental” dan “fisik” padahal seorang aktor harus menggunakan suara, tubuh, pikiran, dan perasaannya untuk mencapai satu ciptaan, dia harus mengerti bahwa tubuh dan pikirannya adalah satu dan tidak terpisahkan. Bagi seorang aktor, konsep seorang karakter dan realisasi fisik karakter itu adalah satu dan sama. Tugas yang paling ideal seorang aktor adalah menciptakan satu kesatuan antara konsep dan bentuk fisik. Baginya, satu kepenuhan yang tidak terbagi adalah kreasi yang terpenting dalam satu kehidupan di atas panggung atau di depan kamera. Satu –satunya cara untuk dapat terintegrasi adalah dengan melakukan kontak dengan eksistensi diri pribadi si aktor. Menggali sedalam–dalamnya kehidupannya yang paling tersembunyi sehingga perbedaan antara konsep dan realisasi, mental dan fisik, atau naluri dan aksi tidak ada lagi. Seorang aktor harus berharap bahwa dia akan sampai pada satu kesatuan dimana perbedaan antara perasaan, pikiran, emosi, dan tubuhnya tidak ada lagi. Hanya jika si aktor mengerti bahwa semua itu adalah kesatuan yang terintegrasi satu dengan yang lainnya maka dia akan melihat benang yang menyatukan seluruh kata –kata dalam naskah melalui semua aspek (verbal maupun nonverbal) pertunjukannya. RELAKSASI Hal pertama yang harus dilakukan seorang aktor adalah menerima keberadaannya. Langkah pertama untuk menerima

68

keberadaan itu adalah melalui relaksasi. Relaksasi bukan berarti berada dalam keadaan pasif (santai) tetapi adalah keadaan dimana semua kekangan yang ada di tubuh terlepa s. Ahli psikologi sosial Frederick S. Perls berkata: “Jika kekangan –kekangan terangkat, apa yang tadinya terkekang tidak keluar begitu saja dan dengan sendirinya, orang itu dengan aktif dan bersemangat membawanya keluar.” 32 Relaksasi di panggung atau di depan kamera berarti semua kekangan sudah terlepas dan energi yang ada sudah terfokus. Relaksasi adalah suatu keadaan dimana si aktor berada pada posisi siap siaga untuk memberikan reaksi pada stimulus yang terkecilpun. Artinya, suatu keadaan dima na semua penghalang untuk bergerak atau bereaksi sudah tidak ada. Energi yang ada, energi yang sangat berguna itu menjadi seimbang sehingga si aktor bebas untuk bergerak dan bereaksi dengan cara apapun. Aktor yang kekangannya sudah terlepas adalah aktor ya ng sedang “menunggu untuk bergerak”. (siap untuk beraksi). Langkah pertama untuk mencapai keadaan yang siap siaga ini adalah mengidentifikasi, melokalisasi, lalu menghilangkan kekangan–kekangan tersebut. LATIHAN No. 5 – MENJADI KUCING 33 Pilih satu posisi yang nyaman dimana keadaan sekitar tidak begitu mengganggu. Tidur terlentang dengan tangan disamping. Tempatkan diri anda pada posisi rileks dengan merentangkan otot otot, lalu menguap. Untuk tahu bagaimana merentang dan meguap dengan baik, perhatikan kucing yang baru saja bangun dari tidurnya. Dia melengkungkan punggungnya, merentangkan kaki, telapak, bahkan jempolnya sejauh mungkin, menganga sambil membuat dirinya mengambang di udara. Setelah dia membiarkan dirinya menggembung mengisi ruang sebesar -besarnya, dia biarkan dirinya roboh, lalu siap untuk bekerja. Lakukan proses rileks seperti kucing di atas. Merentang, melengkungkan punggung, merentangkan seluruh anggota badan sejauh mungkin, menganga, menggoyangkan tangan, dan menarik nafas dalam–dalam (tidak sekali saja, tetapi beberapa kali). Setiap saat ambil nafas sebanyak mungkin. Jika keinginan untuk menguap terasa, dorong keinginan itu sehingga benar –benar menguap; Fr e de ri c k S. Pe r ls , R a lp h F. He f fe rl in e, da n Pa ul G o odma n , Ge stal t Thera p y, Ne w Yo r k: T he J u lie n Pre ss , 1 9 5 1, ha l . 2 2. 33 Di k uti p da ri R obe rt L . Be ne dett i, T he A ct or At W or k , E n glew oo d Cli f f, 32

N .J . : Pre nt ic e - Ha l l I n c ., 1 9 8 1, ha l . 2 0- 2 1.

69

biarkan bunyi uapan yang alamiah keluar. Lalu kembali terlentang biasa dengan lutut terangkat sehingga punggung terasa menempel di lantai. Letakkan jempol kaki, tumit, pinggul, dan bahu pada dua garis yang paralel (lihat Gambar 1). Sekarang, terbaring dalam keadaan siap siaga ini, tujukan perhatian anda pada area –area di tubuh yang gagal mengikuti proses menjadi kucing di atas. Mungkin tangan kanan, atau jempol kaki kiri atau lengkungan punggung atau leher bagian belakang. Dimanapun tekanan itu berada, fokuskan konsentrasi ke bagian tersebut sampai tekanannya terlepas. Semak in terasa rileks, rasakan tubuh semakin melebur ke dalam lantai.

Gambar 1 “DISINI DAN SEKARANG” Relaksasi dapat dirasakan jika aktor berada pada saat sekarang, bukan di masa lalu ataupun masa datang. Relaksasi yang dilihat dari segi “siap untuk beraksi” membutuhkan si aktor untuk meleburkan dirinya pada situasi saat ini, karena hanya pada saat sekarang ini dia ada. Dalam kehidupan sehari –hari, jarang orang mengambil resiko untuk benar–benar berhubungan dengan saat sekarang, dia lebih nyaman berada dalam suasana berkesinambungan, yang mana dicapai dengan membuat kabur garis yang memisahkan saat sekarang dari masa lampau atau masa datang. Masa lampau, yang ada pada ingatan, dan masa datang, yang ada pada harapan, dapat dikuasai oleh kesadaran seseorang, tetapi saat sekarang hanya dapat dihadapi sesuai dengan tuntutan -tuntutannya. Walaupun saat sekarang ini tidak dapat diisolasikan secara spesifik, seseorang masih tetap dapat menaruh dirinya pada saat sekarang yang sebenarnya men galir terus.

70

LATIHAN No. 6 – DISINI DAN SEKARANG Buat diri anda rileks (lihat gambar 1). Sambil bernafas dengan nyaman, katakan pada diri anda kalimat –kalimat yang menyatakan kepekaan anda pada situasi anda sekarang, misalnya: “Sekarang aku terbaring d i lantai, aku sedang melakukan latihan no. 6, aku sedang mengarang kata -kata. Apa yang pertama–tama harus kulakukan? Tangan kananku dingin sekali,” dan seterusnya. Lakukan latihan ini selama anda mampu. Seberapa jauh anda dapat bertahan? Kenapa anda berhenti ditempat dimana anda berhenti? Apakah ada yang anda tidak acuhkan atau anda hindari? Lakukan latihan ini terus, semakin sering semakin lama waktunya. Selidiki respon anda. Seberapa jauh anda dapat memusatkan perhatian pada saat sekarang ini? Apakah res pon-respon yang anda berikan berbentuk fisik atau mental? Apa saja hal –hal yang anda hindari? Tujuan latihan ini tercapai jika godaan untuk melantur ke masa lalu atau masa datang sudah dikuasai penuh sehingga si aktor dapat tetap berada dengan nyaman dan tidak perlu berusaha keras untuk berada di masa sekarang. Tetapi tidak sampai disitu saja, sambil terus melatih latihan no. 6, biarkan kalimat –kalimat yang menggambarkan masa sekarang menghilang secara perlahan –lahan, sehingga yang tinggal hanya “kesiapsi agaan yang tenang”. Pikiran anda akan terasa seperti sekolam air yang tenang, siap untuk merefleksikan apapun, dan sentuhan terkecil daun yang gugur diatasnya akan mengirim gelombang ke dalam alam sadar anda yang terjauh. KEPEKAAN DAN KONSENTRASI Oleh karena tubuh si aktor sudah siap untuk bergerak, maka pikirannya pun siap untuk memberikan reaksi. Pikiran yang jelas dan segar bertumpu pada suasana nyaman dan tenang dari keadaan “disini dan sekarang”. Pikiran itu melakukan observasi suasana sekarang yang terus mengalir. Sama seperti seekor kucing yang berdiri di depan lubang tempat tikus bersembunyi, dia tidak bergerak dan tidak tertekan, tetapi siap siaga. Pikiran yang siap memberikan reaksi adalah pikiran yang sedang berkonsentrasi. Berkonsentrasi secara harafiah berarti memfokuskan diri, dan pada saat berkonsentrasi itulah kepekaan si

71

aktor mengalir bebas menuju satu titik tertentu atau satu bentuk tertentu. Kita sering menyalahartikan konsentrasi, memikirkannya sebagai suatu proses memberikan batasan atau proses menyempitkan kepekaan kita. Kita anggap konsentrasi sebagai suatu kondisi yang mengikutsertakan ketegangan. Konsentrasi adalah energi yang diciptakan oleh kepekaan yang mengalir bebas, tidak tegang, menjadi bentuk–bentuk yang berarti yang memiliki “latar belakang” dan “latar depan”. Latar depan adalah apa yang kita lihat, sadari, rasakan, dan latar belakang adalah semua yang selain dari itu. Misalnya, Gambar 2 menunjukan gambar figur dan latarnya. Apa yang dapat lihat di gambar itu? Gambar tersebut dapat ditafsirkan dengan dua cara bahkan latar belakang serta latar depannya dapat berganti -ganti menurut kehendak kita. Kita tidak berhenti melihat latar belakangnya ketika berkonsentrasi pada latar depan. Sebenarnya, kita melihat yang satu karena kita peka kepada gambar yang lainnya, kita melihat keduanya bersamaan menjadi bentuk yang berarti, melihat bentuk vas bunga ke bentuk wajah -wajah dan sebaliknya. Dengan demikian, pikiran para aktor tidak “terkunci”. Di gambar 2 misalnya, usaha untuk tetap melihat wajah bukan berarti meniadakan kemungkinan untuk melihat vas bunga. Aktor kadang – kadang mendekati perannya atau adegannya dengan cara yang “terkunci” ini. Mereka sudah membentuk satu “gambaran” dalam pikiran mereka mengenai semua yang “patut” untuk si karakter atau adegan. Mereka hanya melihat gambar ini, tetapi tidak melihat apa yang sebenarnya tersembunyi dalam diri karakter atau adegan tersebut. Sebagian usaha untuk menjadi pakar di dunia akting adalah memberi kesempatan kepada pikiran untuk melihat apa sebenarnya yang sedang terjadi dan membuang semua gambaran –gambaran yang sudah terbentuk di pikiran kita. Kepekaan yang mengalir dengan bebas ini disebut “perhatian yang tidak eksklusif”. Kepekaan yang tinggi terhadap apa yang sedang terjadi, memperhatikan apa yang mungkin tersembunyi dalam kejadian itu yang berguna bagi maksud si aktor, tetapi aspek lain tidak diacuhkan begitu saja. Sama seperti Gambar 2, kesadaran kita akan vas bunga tidak membuat kita lupa pada wajah. Kita ser ing melihat pertunjukan dimana kecelakaan terjadi, misalnya sebuah sarung tangan jatuh ke lantai padahal seharusnya tidak, apa yang dilakukan aktor untuk kecelakaan seperti ini? Aktor yang masih amatir sering mengacuhkan kesalahan tersebut dan menyelesaika n masalahnya dengan cara mundar –mandir menginjak sarung tangan tersebut. Dari sudut pandang penonton, adegan ini bukan lagi adegan yang seharusnya menegangkan tetapi sudah menjadi adegan sarung

72

tangan. Akhirnya, ada aktor yang cukup berani mengambil sarung tangan tersebut dan penonton malah bertepuk tangan untuknya. Kecelakaan ini tidak mungkin dapat diatasi jika si aktor mengacuhkan realita dari apa yang terjadi karena “memang itu tidak seharusnya terjadi” karena gambaran yang sudah diciptakannya tidak coc ok dengan hal itu dan dia tidak berani melepaskannya karena takut kehilangan kontrol. Aktor yang mampu menghadapi kecelakaan seperti ini dan malah menggunakannya untuk keuntungan karakter yang dimainkannya sampai bisa menciptakan saat yang sangat ekspresif adalah aktor yang peka. LATIHAN No. 7 – KONSENTRASI BUNYI 1. Lakukan latihan ini setelah latihan -latihan relaksasi. 2. Tujuan latihan ini adalah untuk membuat panca indera pendengaran lebih peka dan tidak ekslusif. 3. Pilih ruangan yang kedap suara untuk latihan ini. 4. Mulai dengan tidur terlentang di lantai, tangan di samping, kaki merentang sejajar bahu, mata ditutup. 5. Pertama, perhatikan setiap bunyi yang mungkin dapat didengar di dalam ruangan itu. Bunyi apapun itu, sampai bunyi yang sekecil-kecilnya. 6. Kedua, perhatikan setiap bunyi yang mungkin dapat didengar di luar ruangan itu. Bunyi apapun itu, sampai bunyi yang sekecil-kecilnya. 7. Lakukan latihan ini selama 1 – 2 menit. 8. Setelah selesai, jelaskan bunyi yang didengar di dalam maupun di luar ruangan, satu persa tu, sedetail mungkin. 9. Latih konsentrasi bunyi di ruangan yang berbeda -beda. LATIHAN No. 8 – KONSENTRASI LAYAR (PIKIRAN) 1. Lakukan latihan ini setelah latihan -latihan relaksasi. 2. Tujuan latihan ini adalah untuk membuat pikiran lebih terfokus. 3. Pilih ruangan yang kedap suara untuk latihan ini. 4. Mulai dengan tidur terlentang di lantai, tangan di samping, kaki merentang sejajar bahu, mata ditutup. 5. Bayangkan sebuah layar putih terbentang luas di depan anda. 6. Dari layar putih itu akan keluar angka 1 sampai 10, satu persatu. Bentuk angka tersebut terserah kepada imajinasi masing-masing. 7. Ketika pada angka tertentu, pikiran terganggu oleh suatu masalah, apa saja, maka hitungan harus di ulang dari angka 1. 8. Gangguan pada pikiran ketika angka keluar bisa apa saj a termasuk gangguan pada tubuh seperti gatal atau ngilu. Jika hal

73

itu terjadi, maka hitungan harus di ulang dari angka 1. 9. Mungkin untuk pertama kali, latihan ini sulit dilakukan, tetapi lama-kelamaan hitungan dapat berlanjut terus sampai angka 20, 30, bahkan 100. RELAKSASI DAN KEPEKAAN Menarik sekali jika kita melihat aktor pada saat latihan dapat mengatasi kecelakaan dengan mudah dan melanjutkan latihannya. Tetapi pada saat menghadapi tekanan mental pertunjukan, mereka mulai “kaku” dan mengunci dirinya p ada gambaran mental tentang apa yang seharusnya terjadi, bukan apa yang sedang terjadi. Disini kita lihat bahwa kemampuan untuk tetap mempertahankan “kepekaan yang tidak eksklusif” sangat berhubungan langsung dengan relaksasi. Energi kepekaan, seperti en ergi–energi lain yang ada pada diri si aktor, akan mengalir dengan sendirinya jika dia mengangkat kekangan–kekangan yang menahan energi tersebut. Relaksasi membebaskan alam sadar kita untuk bergerak bebas dan fleksibel menuju pengalaman–pengalaman baru yan g nyata. LATIHAN No. 9 – RELAKSASI DAN KEPEKAAN 34 1. Lihat Gambar 2 satu menit lamanya. Soroti dan hitung beberapa kali gambar itu berubah dari wajah ke vas bunga atau kembali ke wajah selama satu menit itu.

Gambar 2. 2. Sekarang, lepaskan semua kekangan yang ada pada diri dan jernihkan pikiran anda, biarkan kepekaan anda bertumpu pada gambar selama satu menit lagi, memberi kesempatan kepada latar depan untuk berganti menurut keinginannya sendiri. 34

La ti ha n i ni se rta ga mba r -ga mba r n ya d i ku t ip da r i R o bert L . Be n edett i,

The Acto r at W or k , E n gle w oo d C li f f s, N .J : P r ent ic e Ha ll I n c. , ha l. 2 3.

74

Rasakan perbedaan kedua latihan ini . Banyak psikolog berpendapat bahwa figur dalam gambar ini akan lebih sering berganti jika kita berada pada keadaan pikiran yang kreatif. Sekarang kita mulai kita melihat bahwa relaksasi berhubungan langsung dengan kreatifitas. Untuk seorang aktor, jik a begitu, relaksasi, konsentrasi, dan kepekaan adalah aspek –aspek dari satu keadaan pikiran dan tubuh yang disebut dengan “kesiapsiagaan yang tenang”. Dalam keadaan seperti ini, si aktor akan bebas dari gambar –gambar yang sudah disiapkan tetapi tetap siap –siaga untuk kejadian –kejadian lain yang berguna bagi tujuannya. Latihan dibawah ini akan menolong untuk lebih siap siaga terutama yang berhubungan dengan otot dan pernafasan. Kunci utama dari latihan ini adalah disiplin. Sambil terus menerus mengulang latihan ini, instruksi untuk menjalaninya dapat dilakukan dalam hati, sehingga detail –detail setiap langkah dapat diingat. Temponya harus tetap dengan nafas yang dalam dan rileks. Lama kelamaan, setelah terbiasa, setiap langkah dapat dilakukan ta npa mengingat-ingat instruksinya, sehingga kepekaan terpusat penuh pada gelombang kontraksi dan relaksasi yang berjalan mengikuti aliran pernafasan keseluruh tubuh. LATIHAN No. 10 – RELAKSASI OTOT DENGAN NAFAS Fokus utama latihan ini adalah nafas. Mulai dengan tidur terlentang di lantai. Bayangkan setiap tarikan nafas adalah aliran energi yang hangat dan menyegarkan yang mengalir dan mengisi tubuh anda. Setiap buangan nafas membawa pergi stres dan kekangan, seperti gelombang yang menyegarkan. Tarik nafas yang dalam dengan ritme yang tenang, lambat, natural, dan regular. Setiap tarikan nafas dikirim ke setiap bagian tubuh, untuk menyegarkan bagian tubuh tersebut. Ketika nafas mengalir ke salah satu bagian di tubuh, biarkan energinya membuat otot–otot di bagian tersebut terkontraksi. Lalu, ketika nafas mengalir keluar, otot –otot di bagian tersebut rileks (nafas yang membawa semua stress dan kekangan pergi), meninggalkan hanya kenyamanan di bagian tersebut. Nafas anda akan menjelajahi tubuh dari atas sampai bawah. Pernafasan yang ritmenya regular akan membuat kontraksi dan relaksasi otot mengalir dari atas ke bawah seperti gelombang yang lambat. Ijinkan hanya satu bagian saja yang ikut campur. Kepekaan anda mengikuti pernafasan yang ter jadi di: Dahi dan rongga kepala , mengangkat kening dan alis mata, lalu

75

lepaskan. Mata pada posisi istirahat, tutup dan turunkan bola mata sedikit kebawah. Rahang, gertakkan gigi, lalu biarkan jatuh kebawah sampai gigi terpisah 3 sentimeter. Lidah, julurkan, lalu biarkan terjatuh di mulut; Leher bagian depan, dengan dagu ditarik kebawah menyentuh dada, merentangkan leher bagian belakang, lalu kepala perlahan–lahan kembali tempat semula (turun ke lantai). Leher bagian belakang , gulingkan bagian atas kepala me lekuk kebawah menyentuh lantai, sehingga merentangkan leher bagian depan, lalu gulingkan kepala perlahan –lahan kembali ke atas dengan maksud memanjangkan leher. Dada bagian atas , bengkakkan keluar ke setiap jurusan sehingga bahu melebar, lalu perlahan –lahan mengkerut, sehingga tulang belikat menyebar dan melebur di lantai, lebih lebar dari sebelumnya; Tangan dan lengan, menjadi tegang dan lurus membaja, telapak tangan dikepal, lalu perlahan –lahan melebur ke lantai, seperti gulungan yang terlepas. Perut; mengerut, menjadi bola kecil yang keras, lalu lepaskan dengan erangan nafas. Bokong, mengerut, lalu dilepas dan melebar sehingga pinggul lebih lebar dari sebelumnya. Lutut, menjadi kaku ketika kaki menegang, telapak terdorong kebawah, lalu lepas sambil meras akan kaki melebur ke lantai. Jari kaki, meraih ke atas (tetapi tumit tetap menyentuh lantai), lalu lepas keposisi semula. Tumit dan tulang belikat, mendorong turun ke lantai bersamaan sehingga seluruh tubuh terangkat berbentuk lengkungan yang panjang, lalu , dengan erangan, perlahan –lahan jatuh, sambil tubuh terasa memanjang, melebur ke lantai terdalam. Lakukan latihan ini dengan mengambil nafas yang dalam, perlahan–lahan, dan regular sebanyak sepuluh kali. Setiap nafas membuat semakin rileks, tetapi tetap siap siaga dan segar. Aliran nafas adalah perputaran energi yang terus menerus yang tersimpan di bagian bawah tubuh. Dengan setiap nafas, energi yang tersimpan bertambah jumlahnya. Nikmati setiap uapan yang timbul, beri bunyi pada saat menguap dan biarkan bunyi itu keluar dengan bebas. KELENTURAN Setelah si aktor mampu melepaskan segala kekangan yang ada pada tubuhnya, dan setelah dia mampu membuat pikirannya jernih

76

serta siap siaga, maka sekarang dia siap untuk membuat dirinya lebih lentur, lebih bebas melakukan gerakan, lebih peka untuk memberikan respon. Kelenturan dimulai dengan merenggangkan sendi –sendi. Seperti mesin, sering terjadi friksi pada struktur skeletal tubuh kita sehingga perlu dilonggarkan atau dilubrikasi untuk dapat berg erak dengan bebas satu dengan yang lainnya. Di otot –otot kita terdapat lembaran–lembaran tisu yang halus yang memberi kesempatan pada otot-otot itu untuk bergerak bebas sementara di sendi –sendi kita ada cairan yang memberi lubrikasinya. Jika postur tubuh d an kebiasaan sehari-hari membuat penekanan pada otot salah atau sendi –sendi kaku atau tisu–tisu menciut sehingga setelannya menjadi tidak tepat, maka kemampuan dan kesiapan si aktor untuk bergerak terhalang, si aktor menjadi kurang responsif (lamban). LATIHAN No. 11 – MEMANJANG DAN MELEBAR 35 A. Dengan seorang teman: Buat teman anda berbaring rileks di lantai sambil anda dengan lembut memanjangkan dan melebarkan torso menurut instruksi dibawah ini. Selama latihan ini teman anda harus peka terhadap hal –hal yang anda lakukan dengan mengirimkan nafasnya kepada tangan anda. 1. Kepala dibopong dengan lembut dan digerak –gerakkan sambil menariknya ke atas sesuai garis tulang punggung; jangan tarik kepala sebegitu rupa sehingga dagu ikut terangkat (lihat Gambar 3).

Gambar 3.

35

Ibi d. , ha l . 2 7 .

77

2. Mulai dari sebelah kiri, letakkan satu tangan dipunggung teman anda dan yang lainnya tepat dibawah dasar leher, massage dan tarik perlahan–lahan kesamping. Anda akan melihat bahu melebar dan merata. Ulangi untuk sebelah kanan (lihat Gambar 4).

Gambar 4. 3. Massage tangan teman anda mulai dari ketiak ke bawah, tarik tangan perlahan –lahan ke bawah, dilanjutkan ke lengan dan jari–jari. Ulangi untuk tangan dan lengan yang satu lagi. 4. Ulangi instruksi no. 3 untuk kaki kiri dan kanan. (Setelah melakukan latihan di atas beberapa kali, lakukan latihan selanjutnya sendiri). B. Dalam keadaan terbaring, perlahan –lahan goyangkan pinggul anda ke atas, rasakan gerakan mendorong yang lengkung keb awah seperti yang dimaksud tanda panah di gambar 5. Geraknya adalah seperti gelombang yang mengalir memutar kebawah. Setiap vertebrata diangkat satu persatu sampai sejauh pertengahan punggung yang terangkat (garis terputus -putus). Lalu turunkan lagi vertebrata demi bertebrata perlahan –lahan; punggung terasa lebih panjang ketika turun. Ambil nafas ketika turun dan buang nafas ketika naik, dengan menghitung keras – keras sampai angka tujuh ketika naik dan pelan –pelan kembali ke angka satu ketika turun. Lakukan sebanyak 4 repetisi.

78

Gambar 5 C. Segera setelah melatih bagian B. di atas, lakukan latihan yang sama tetapi perpanjang gerak ke atas sampai seluruh punggung terangkat sejauh bahu anda. Dorongannya tetap ke bawah, dan posisi terangkatnya harus terasa seperti lengkungan panjang dari tumit ke bahu sama seperti latihan no. 8. Jangan dorong perut ke atas (lihat gambar 6). Setelah tiba di lengkungan teratas, turunkan punggung, vertebrata demi vertebrata, dengan gerak yang lembut. B iarkan tangan tergeletak dengan rileks, kepala bebas bergulir dari kiri ke kanan. Nafas dan hitungannya sama dengan bagian B.

benar

salah

Gambar 6. D. Dengan ritme yang sama, lengkungkan diri anda ke posisi meraih ke depan (vertebrata demi vertebrata) sehingga kepala meraih ke depan melewati lutut, tangan meraih lebih dulu. Rasakan proses melengkung ini seperti gerak memanjangkan diri. Usahakan bahu tetap terbuka lebar. Ulangi 4 kali (lihat Gambar 7).

79

Gambar 7. E. Berbaring terlentang dengan tangan terentang di lantai di atas kepala. Hanya dengan menggunakan tangan kanan dan kaki kanan, lakukan gerak meraih ke kiri sejauh mungkin. Lakukan hal yang sama untuk kaki dan tangan kiri (lihat gambar 8)

Gambar 8. F. Rentangkan diri anda sejauh mungkin dalam waktu yang bersamaan, seperti menjadi kucing, lalu robohkan diri anda perlahan–lahan ke lantai kembali ke posisi terbaring. Biarkan bunyi rentangan anda penuh dan alamiah. Beri kesempatan kepada uapan untuk keluar dengan sendirinya, biarkan bunyi uapan keluar dengan bebas.

80

LATIHAN No. 12 – SPINE BENDING Selain dari pada latihan -latihan di atas, latihan di bawah ini dapat juga dilakukan untuk memberikan kesempa tan kepada seluruh tubuh melepaskan tegangan -tegangan pada otot. Penyangga dari tubuh kita adalah tulang punggung (spine) dam kita akan memberi kesempatan kepada tulang punggung tersebut melekuk bebas ditarik oleh gravitasi bumi. Lakukan tahapan di bawah i ni satu persatu perlahan -lahan. 1. Berdiri dengan rileks, kaki direnggangkan sejajar bahu. Tutup mata. Periksa bahu dengan cara mengangkat sampai ke kuping dan lepaskan sehingga jatuh di kiri dan kanan tubuh. 2. Jatuhkan kepala ke depan seolah -olah atas kemauan nya sendiri, sepertinya leher tidak mampu menyangga kepala itu. 3. Perlahan-lahan biarkan tubuh turun di mulai dari bahu terus ke bawah seolah -olah gravitasi bumi yang menariknya. Bayangkan ruas-ruas tulang punggung melekuk satu persatu. Bayangan ini harus jelas terlihat di imajinasi, sampai ketika sudah mahir melakukan latihan ini, tekukan ruas-ruas tulang punggung tersebut benar -benar terasa. 4. Ketika sampai di bawah, biarkan tangan tergantung di atas lantai, jangan biarkan tangan bertumpu di atasnya. 5. Jangan lupa untuk menekukkan lutut ketika sampai di bawah, karena latihan ini tidak memberi kesempatan sama sekali untuk ketegangan -ketegangan terutama setelah berada di bawah. 6. Ketika berada di bawah, bayangkan seolah -olah tubuh tergantung tepat di pinggung. 7. Periksa kepala dan leher, posisinya harus tergantung, tidak tertahan di sekitar leher, keadaan kepala seolah -olah mudah dilepas dari tempurung leher tempat kepala itu bertumpu. 8. Usahakan berada di posisi seperti ini selama mungkin. Tetapi untuk para pemula, jangan paksakan untuk berada di posisi tersebut lebih dari satu menit. 9. Untuk kembali ke posisi berdiri, pelahan -lahan tubuh di angkat, seolah -olah gravitasi dengan terpaksa memberi kesempatan tersebut. Sekarang, lakukan sebaliknya, dengan membayangkan ruas-ruas tulang punggung ditegangkan bagai balok -balok yang bertumpu dari ekor sampai ke leher. 10. Setelah tiba di atas, biarkan kepala tetap menunduk. 11. Pada posisi semula ini, biasanya bahu terangkat, periksa posisi bahu tersebut, apakah tergantung. 12. Silahkan angkat kepala perlahan -lahan, tunggu beberapa

81

detik, lalu buka mata. 13. Akhirnya, lakukan latihan ini dengan memberi kesempatan untuk berada di bawah selama mungkin. Setelah menyelesaikan latihan -latihan di atas tanpa terputus – putus, kesadaran yang sudah ti dak terkekang itu dapat diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kebebasannya yang baru dalam tubuh. Sepertinya tubuh kita ini terdiri dari organ –organ yang kompleks dengan sistem pengorperasian yang harus seimbang dan selalu bekerja sama. Tetapi ada cara untuk merasakan bahwa seluruh organisme, tubuh dan alam kesadaran, dapat dialami sebagai satu kesatuan dimana setiap bagian, setiap sensasi, terintegrasi total. Aktor sangat mengharapkan satu kesatuan tersebut karena panggung atau kamera menuntut respon ya ng total secara bersamaan dari seluruh aspek organisme kita, dan hanya organisme yang terintegrasi “bersama” yang dapat memberi respon seperti itu. Tubuh bukanlah sesuatu yang statis, dia adalah proses perubahan yang berlangsung terus. Walaupun begitu, t ubuh yang dinamis dan kompleks ini adalah juga satu totalitas bentuk yang unik dan harmonis. Sehingga semua aktivitas yang mampu dilakukannya, gerak, bunyi, bahkan kesadaran diri itu sendiri mengekpresikan satu kesatuan ini, mereka adalah aspek –aspek dari organisme yang satu, yang bermula dari satu sumber yang sama. Sumber ini disebut pusat energi tubuh dimana dari sana semua aktivitas timbul. Jika pusat itu terasa penuh dengan energi, maka gerak, bunyi, dan pikiran akan menyatu dan bekerja lebih efektif. Pusat ini berada kira –kira tiga jari dibawah pusar. Dari pusat ini nafas (dan bunyi) di mulai, termasuk semua gerak tubuh yang besar. Jika pusat ini tertahan dari segala aktivitas hidup, kita akan terlihat kaku dan palsu, setiap gerak dan bunyi yang kita keluarkan tidak akan terasa dimotivasikan dari dalam karena tidak berasal dari pusat terdalam diri kita. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pengalaman terpenting adalah merasakan kepenuhan diri dan caranya adalah dengan berhubungan langsung pada titik pusat tubuh yang terdalam itu sambil merasakan bahwa semua gerak dan bunyi berakar di sana. LATIHAN No. 13 – MENYATUKAN EKSPRESI 36 Dengan terbaring rileks dan mata ditutup : 1. Biarkan kesadaran menjelajahi seluruh bagian tubuh. 36

Ibid., hal 32.

82

2. Ukur jarak–jarak dari satu titik ke titik lain di tubuh, apakah anda sebesar dan sejauh yang anda mampu perkirakan ketika berada dalam keadaan rileks? 3. Mulailah peka terhadap segala bentuk hubungan (antara dua hal) dalam tubuh, eksplorasi hubungan -hubungannya. Apa yang dilakukan perut ketika anda bernafas? Apa yang dilakukan lidah ketika anda menggertak pinggul ke dalam, dll? 4. Akhirnya, sambil bernafas dengan tenang dan merasakan energi nafas yang memberi kehangatan itu, keluarkan bunyi yang alamiah tanpa perlu berusaha. Apa aktiv itas yang dilakukan tubuh untuk menyokong bunyi itu? Apakah bunyi adalah aspek dari nafas? Tubuh bukanlah sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang selalu berubah. Walaupun dia dinamis dan kompleks, tubuh adalah satu kesatuan yang unik dan harmonis. Relaksasi dan konsentrasi sudah mulai menghilangkan ketegangan-ketegangan yang menahan respon -respon serta kebebasan bergerak. Tetapi ketegangan -ketegangan itu sendiri, jika digunakan dengan benar , adalah bumbu yang penting untuk sebuah pertunjukan teater. Ket egangan yang positif adalah energi yang masih belum dilepaskan dalam bentuk aktivitas otot atau adalah energi yang masih dibuat mengambang oleh satu tenaga yang bertentangan. Energi yang tertahan itu adalah satu situasi dramatis atau suspen (arti harafiah “suspense” adalah “tertahan atau tidak dibiarkan untuk maju”), suspen berakhir jika energinya dilepaskan melalui satu aksi yang komplit. Prinsip ini dapat diaplikasikan tidak saja kepada aksi -aksi yang kompleks tetapi juga aksi -aksi kecil seperti bernafa s. Saat ketika energi yang tertahan itu sudah berada di posisi genting dan harus terlepas, maka itu adalah saat suspen yang tertinggi. Semakin kuat energi yang tertahan, semakin besar suspennya. Saat suspen adalah saat di mana kita bertanya: “Bagaimana ene rgi yang tertahan ini dilepaskan? Apa yang akan terjadi?”. Saat suspen seperti itu, ketika hasilnya masih tergantung, disebut krisis. Kebanyakan aksi dalam sebuah pertunjukan dibentuk seperti ini. Aksi ini menimbun energi dan momentum sampai kepada krisis, tertahan di sana (suspen), lalu dilepaskan. Bahkan Aristoteles mendeskripsikan plot -plot naskah seperti ini. Gerak bukanlah satu -satunya cara mengekspresikan aksi dramatis di atas panggung atau di depan kamera, tetapi adalah salah

83

satu yang terpenting. Bentuk ekspresi gerak yang paling mendasar dimana semua otot ikut campur dengannya adalah pada saat bernafas. Ketika bernafas, terlihat jelas periode dimana tensi meningkat (menarik nafas), periode krisis (saat nafas ditahan untuk sementara), periode pelepasan (saat nafas dilepaskan). Intensitas peristiwa bernafas yang dramatis dapat ditingkatkan bentuk aksinya dengan dua cara. Pertama -tama, ikutsertakan otot sebanyak-banyaknya. Proses ini memberi kesempatan pada tubuh untuk menggetarkan (memberi resonan si pada) aksi sepenuhnya, sama seperti instrumen musik berbunyi dengan meriah ketika semua bagian-bagiannya bersama -sama memberi vibrasi pada nadanya. Kedua, perpanjang batasan yang dinamis dari aksi dengan cara membuat kontraksi -kontraksinya lebih kecil d an ekstensi-ekstensinya lebih besar, membuat renggangan (jarak) antara titik terbawah dan teratas dari aksi tersebut lebih jauh. LATIHAN No. 14 – MEMBENTUK AKSI 37 Lakukan tahapan aksi di bawah ini, dengan berusaha untuk merealisasikan potensi dramatis dari setiap latihan sepenuhnya. Ingat bahwa ada dua cara untuk mengintensifikasikan bentuk -bentuk aksinya yaitu memberi resonan dengan membuat seluruh otot ikut serta. dan memperpanjang batasan dinamisnya dengan cara membuat kontraksinya kecil dan ketat atau ekspansinya besar dan terbuka. Untuk setiap situasi indentifikasikan krisisnya. Perlakukan proses sebelumnya sebagai suatu persiapan untuk krisis dan semua proses selanjutnya sebagai pelepasan. Perpanjang saat krisis itu sendiri tanpa memutusk an ritme seluruh aksi. 1. Satu nafas. 2. Lima nafas berkembang dan meningkat menuju satu teriakan. 3. Satu langkah. (Untuk latihan ini dan selanjutnya ikutsertakan latihan nafasnya, menarik nafas ketika aksi meningkat, menahan nafas ketika krisis, dan mengeluark an nafas pada periode pelepasan. Coba latihan ini berlangsung bersamaan dengan latihan nafas di atas untuk melihat seberapa besar kontribusi yang diberikan nafas kepada ritme dan kejelasan gerak). 4. Lima langkah berkembang dan meningkat menuju loncatan. 5. Lima langkah berkembang dan meningkat menuju kursi untuk duduk (Perhatikan di bagian ini dapat dibalikan 37

Ib id ., ha l 6 1.

84

secara efektif; gerak “jatuh” atau kontraksi dapat mengekspresikan segmen aksi yang meningkat, atau sebaliknya). 6. Akhirnya, silahkan memilih aksiaksi lain untuk anda sendiri dari kehidupan yang komplit tanpa harus komplek misalnya menepak nyamuk, mengambil buku dari raknya, mengganti bola lampu, atau pergi mandi. KREATIVITAS Kreativitas, kalau begitu, adalah hasil dari proses relaksasi yang membuat tubuh siap siaga untuk bertindak, pikiran yang terkonsentrasi dan kepekaan yang mengalir dengan bebas. Kreativitas adalah satu kemampuan untuk menemukan bentuk –bentuk baru dalam pengalaman–pengalaman lama. Dari sekarang, si aktor harus dapat menahan kebiasaannya memandang dan mulai melihat kehidupan dengan “mata yang segar”, sehingga memberi kesempatan pada bentuk–bentuk baru untuk muncul. Dia mulai mengadopsi kepekaan baru pada tingkah laku manusia dan pengalamannya, serta melihat arti baru didalam nya. Dia harus melatih dirinya untuk “merasakan” bentuk universal yang mendasari tingkah laku manusia dan mencari ekspresi yang segar dan jelas dari bentuk –bentuk tersebut ketika mencipta karakternya.

85

WORKSHOP KE EMPAT Games-games di bawah ini dilatih s etelah latihan-latihan relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran Kedua. Selain itu, ulangi sebagian games -games yang sudah dimainkan di Workshop Pertama yang khususnya melatih fokus dan konsentrasi para aktor. Latihan di bawah ini lebih banyak melatih kemampuan observasi dan kreativitas mereka.

9. GROUP MIRROR Pemain: 3 atau lebih. Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi, kreativitas. DESKRIPSI: Semua berdiri di lingkaran. Setiap aktor memperhatikan aktor yang berada di sebelah kanannya. Sekarang, semua aktor menyebar di sekitar ruangan, berdiri di mana saja selama mereka dapat melihat aktor yang tadi berada di sebelah kanannya ketika berada dalam lingkaran. Setelah semua dapat melihat a ktor yang harus diperhatikannya, mereka mulai mencerminkan aktor itu, cara si aktor dia berdiri, bergerak, duduk, jongkok, dsbnya. Akhirnya setiap aktorg akan berdiri serupa dan bergerak dengan gaya yang serupa. INSTRUKSI: 1. Tidak seorang pun yang dengan se ngaja memulai satu gerakan. 2. Gerak yang dilakukan hanya gerak yang dilakukan oleh aktor yang sedang dia perhatikan. Effeknya: manerisme individu akan terlihat di seluruh aktor. Contoh: Jika ada yang biasa menggigit bibirnya, maka manerisme ini akan berkeli ling ke seluruh ruangan. Ketika satu gerakan di mulai, seharusnya gerakan tersebut tidak berhenti, kecuali jika gerakan itu diganti. Kalau berhenti, itu karena ada yang menghentikannya.

10. MIRROR EXERCISE #1 Pemain: 2 orang Tujuan: Kepekaan pada grup, obse rvasi, focus, konsentrasi, kreativitas. DESKRIPSI: Aktor A berhadapan dengan aktor B, dan B yang menginisiasi semua gerak. A memberi refleksi kepada semua aktivitas dan ekspresi wajah B seolah B sedang melihat ke sebuah cermin. B

86

tentunya melakukan aktivitas sederhana dulu seperti membasuh wajahnya atau berpakaian. Lalu sebaliknya, sekarang A yang menginisiasi semua gerak. PUSAT PERHATIAN: Refleksi yang paling tepat dari semua gerak yang dilakukan oleh inisiator. SIDE COACHING: Ikuti geraknya dengan tepat! Aksinya tepat! Jadilah cermin! OBSERVASI: Latihan ini menunjukkan kebiasaan bermain para aktor, seperti bercanda, atau dapat juga menunjukkan kemampuan inventifnya, kemampuan untuk menciptakan tensi dan timing. Yang perlu diperhatikan pada aktor A ketika menjadi cermin: i. Kesiapsiagaan tubuh. ii. Ketepatan observasi (perhatian penuh pada gerak). iii. Kemampuan untuk tetap memperhatikan lawan, tanpa membuat asumsi, tanpa antisipasi. iv. Kemampuan memberikan refleksi yang benar, misalnya tangan kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya? Yang perlu diperhatikan pada aktor B ketika menjadi inisiator: v. Kemampuan inventif (apakah aksi -aksinya lebih dari yang biasa, lebih dari hanya yang lazim?) vi. Apakah dia seorang yang suka pamer? (Eksibionis) Apakah dia becanda dan berusaha membuat penonton tertawa? vii. Variasi (apakah dia merubah ritme gerak?)

11. MIRROR EXERCISE #2 Pemain: 4 orang Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi, kreativitas. DESKRIPSI: Aktor A & B berhadapan dengan aktor C & D, Sal ah satu grup (A & B atau C & D) sebagai inisiator semua gerak. Misalnya, C menjadi tukang cukur dan D menjadi pelanggang, A memberi refleksi pada semua gerak tukang cukur sementara B mengikuti semua gerak pelanggang. PUSAT PERHATIAN: Sama dengan MIRROR EX ERCISE #1 SIDE COACHING: Sama dengan MIRROR EXERCISE #1 OBSERVASI: Sama dengan MIRROR EXERCISE #1

87

12.SIAPA PEMIMPINNYA. Pemain: 7 orang atau lebih. Tujuan: Kepekaan pada grup, observasi, focus, konsentrasi, kreativitas. Kebutuhan lain: Area terpisah untuk seorang aktor pergi dan tidak dapat mendengar atau melihat aktor di grup lainnya. DESKRIPSI: 1. Seorang aktor pergi ke luar ruangan. 2. Sisanya menentukan siapa yang menjadi pemimpin. 3. Semua aktor duduk dan berdiri dan mulai dengan gerakan yang sederhana dan diulang -ulang yang diinisiasikan oleh pemimpin grup. 4. Tugas para aktor dalam grup adalah melakukan apa yang dilakukan oleh si pemimpin. Tugas pemimpin adalah mentransformasikan atau merubah apa yang dilakukan oleh aktor lain. 5. Dua hal yang akan membuat si pemimpin mudah diidentifikasikan: a. Jika si pemimpin melakukan perubahan yang besar sehingga sulit untuk tidak dapat diterka. b. Atau semua aktor memperhatikan si pemimpin. Untuk itu, lebih mudah memainkannya seperti GRUP MIRROR. Dimana setiap aktor melihat aktor lain dalam lingkaran. 6. Aktor yang keluar ruangan dipanggil dan masuk ke dalam lingkaran. Dia hanya dapat 3 kesempatan menebak, jika dia menebak dengan tepat, dia yang memilih orang yang keluar ruangan selanjutnya. OBSERVASI: 1. Kemampuan aktor yang dikirim ke luar untuk melakukan observasi 2. Aktor lain berusaha untuk berpikir sebagai satu grup, bukan sebagai orang yang berusaha secara individu. 3. Kemampuan untuk menerka gerak pemimpin selanjutnya dan tidak terlihat sehingga perpindah an gerak dari satu dengan yang lainnya tidak kentara sama sekali (seolah tidak ada sambungan). 13. GALERI CIPTA Pemain: 4 orang atau lebih. Tujuan: Kreativitas, berpikir dengan cepat, kerjasama dan kebersamaan.

88

DESKRIPSI: Seorang aktor naik ke panggung da n berpose. Aktor lain naik ke panggung dan membuat pose yang menyokong pose aktor pertama tadi. Dia bisa menambah pose sesuai dengan yang dianggapnya cocok. Dia tidak perlu menyentuh atau mencerminkan aktor pertama. Setelah itu, aktor ke tiga dapat ikut serta dalam tableau. Ketiga aktor ini sekarang adalah sebuah karya seni. Terserah kepada para penonton untuk memberi nama karya seni itu. Mereka harus melakukannya secepat mungkin. Judulnya harus diinspirasikan oleh karya seni di panggung tapi tidak perlu me mpunyai arti khusus bagi penonton kecuali kepada si pemberi nama. Setelah judul diberikan, maka aktor lain dapat membuat karya seni baru di pimpin oleh aktor yang memberikan judul untuk karya seni pertama tadi. Karya seni selalu berubah, dengan demikian judulnya bisa berbeda -beda dan banyak. Peraturan tidak perlu terlampau ketat. a. Kurangi jumlah aktor yang ikut dalam tableau. b. Karya seni tidak perlu statis tetapi bisa bergerak. OBSERVASI: 1. Judul harus diberikan dengan cepat. 2. Beri perhatian khusus pada aktor yang bekerja keras memberikan judul yang tepat tapi tidak lazim (yang memang kreatif). 3. Kalau judul diberikan dengan cepat, maka aktor akan berusaha untuk tidak “mengedit dirinya” sehingga bagian otak yang kreatif dan naluriah yang bekerja. 4. Aktor tidak “selfconscious” ketika berpose. Dia melakukannya dengan berani tanpa perduli. 5. Perhatian penuh terhadap yang tersirat dalam bentuk karya seni itu akan mendukung usaha untuk memberi judul yang paling menarik. 6. Selain itu, aktor akan semakin tidak tak ut untuk membuat dirinya konyol.

89

PELAJARAN KETIGA SI AKTOR DAN GESTURNYA Karena kata ekspresi berarti “mendorong keluar” maka sudah menjadi sifat alamiah manusia untuk mengeksternalkan perasaan atau idenya, mendorongnya keluar. Aktivitas ekspresi ini adalah bagian dari pada pikiran dan perasaan manusia. Proses eksternalisasi tersebut terus berlanjut bahkan ketika seseorang sedang sendiri. Impuls, perasaan, atau reaksi yang dimiliki manusia menimbulkan energi dari dalam diri yang selanjutnya mengalir keluar, mencapai dunia luar dalam bentuk yang bermacam -macam: kata-kata, bunyi, gerak, postur, dan infleksi (perubahan nada suara). Umumnya, setiap tanda eksternal dari perasaan dan pikiran dapat disebut gestur. Di bagian ini kit a akan membaginya secara sistematis dalam dua tipe yaitu fisik dan vokal, yang berhubungan dengan gestur yang dapat dilihat dan yang dapat didengar. Gestur vokal dibagi lagi menjadi verbal (mengucapkan kata -kata) dan nonverbal (bunyi-bunyi yang kita gunakan, termasuk infleksi dan penekanan yang mempengaruhi arti emosional dari kata -kata yang kita ucapkan). Karena penulis naskah akan memberikan gestur -gestur verbal dalam bentuk kata-kata di naskah, tugas si aktor adalah menyelidiki aspek aspek nonverbal dari gestur karakter yang dimainkannya, postur tubuh, infleksi, dan sebagainya. LATIHAN No. 15 – EKSPLORASI CARA BERJALAN Mulai dengan berjalan di ruangan dan selama berjalan, jawab pertanyaan -pertanyaan di bawah ini. Pelatih dapat menolong anda aktor dengan memberi instruksi sambil anda melakukan penyesuaian -penyesuaian tanpa harus berhenti melakukan latihannya. Pertanyaan -pertanyaannyapun tidak perlu dijawab. Buat komentar pelatih sebagai penolong penemuan -penemuan baru tentang cara jalan anda. 1. Bagian tubuh yang mana yang membimbing anda berjalan? Bagian mana yang mengikuti? 2. Bagian mana kaki yang melakukan kontak pertama dengan lantai: tumit atau bagian depan telapak kaki? 3. Apa yang terjadi ketika anda berputar? 4. Apa yang terjadi di betis anda? Di lutut ? Pinggul? Bahu? Tangan? Leher? 5. Bagaimana cara anda menopang kepala?

90

LATIHAN No. 16 – CARA BERJALAN YANG NATURAL Latihan ini akan menunjukkan cara berjalan yang natural yang rileks dan tidak tegang. Cara berjalan seperti ini membuat tubuh siap siaga un tuk bertindak memberikan reaksi kepada stimulus yang terkecil sekalipun. Mulai berjalan di sekitar ruangan lalu buat penyesuaian -penyesuaian di bawah ini: Penyesuaian-penyesuaian ini akan menolong tubuh anda untuk tetap seimbang ketika berjalan. 1. Taruh tumi t di lantai lalu telapak kaki bagian depan. 2. Pergelangan kaki harus lurus, sehingga ketika berjalan, kaki anda menunjuk lurus ke depan dan tidak terlempar ke depan ketika digerakkan. 3. Buat lutut rileks, jangan biarkan lutut terkunci sampai ke belakang ketika anda berjalan. 4. Buat bokong anda rileks. Otot -otot di sana tidak boleh tegang. 5. Pinggul harus tetap lurus menghadap ke depan, tidak melenggok ke kiri atau ke kanan atau membimbing dari pinggul kiri ke pinggul kanan. 6. Tulung punggung harus tetap lurus, bayangkan setiap vertebrata sedang ditumpuk satu persatu. Bayangkan setiap vertebrata duduk nyaman di atas vertebrata yang lain. 7. Bayangkan tulang punggung anda sedang direnggangkan sehingga semakin panjang dan kepala jadi terasa enteng. 8. Bahu harus tetap ri leks, tangan harus rileks tergantung. 9. Pandangan mata harus tetap diatas horison. 10. Kepala terasa enteng, oglek di atas tulang punggung. 11. Rasakan keseimbangan yang natural dari tubuh anda sambil tangan mengayung lembut, berlawanan dengan ayunan kaki. 12. Rasakan betapa mudahnya berjalan seperti ini. Tulang punggung anda harus terasa panjang dan bebas. Berat badan tersebar merata dan berjalannya terasa mengalir dengan natural dengan ritme yang regular. LATIHAN No. 17 – CARA BERJALAN YANG BERLEBIH LEBIHAN 1. Sekarang coba berjalan di atas tumit saja? Bagaimana tubuh anda menyesuaikan diri ketika berjalan seperti itu? 2. Lebih-lebihkan penyesuaiannya, sebesar mungkin. Bagaimana perasaan anda ketika melakukan cara jalan seperti itu?

91

3. Orang yang bagaimana yang berjalan berleb ih-lebihan seperti itu? 4. Ambil satu karakter yang emosional yang cocok dengan orang seperti itu? 5. Bagaimana cara berbicara orang seperti itu? Macam apa suaranya? 6. Jadi orang seperti itu dan sapa seseorang. 7. Perlahan-lahan kembali ke cara jalan anda yang natura l. 8. Sekarang ulangi aktivitas di atas dengan berjalan memakai telapak kaki bagian depan. Lebih -lebihkan cara berjalannya, berjalan menurut karakter orang itu, sapa seseorang, lalu perlahan-lahan kembali ke cara berjalan yang natural. 9. Ulangi lagi cara berjal an dengan memakai bagian dalam telapak kaki anda lalu bagian luarnya. Biarkan cara berjalan itu berkembang menjadi satu karakter, lalu kembali ke cara berjalan anda yang natural. LATIHAN No. 18 – BERJALAN DI ATAS PERMUKAAN YANG BERBEDA Bayangkan diri anda sedang dengan berjalan di ruangan yang permukaannya berbeda -beda. Selidiki dan rasakan efek dari permukaan yang berbeda-beda itu di cara berjalan anda. Perhatikan kontak tubuh anda dengan lantai jadi berbeda. Bayangkan diri anda berjalan di: 1. Pasir yang panas. 2. Lumpur. 3. Padang rumput yang tebal dan luas. 4. Air yang cetek atau dalam. 5. Es. 6. Ombak setinggi pergelangan kaki atau ombak setinggi lutut. LATIHAN No. 19 – BERJALAN SEBAGAI KARAKTER 1. Sekarang coba berjalan seperti seorang karakter tertentu di tempat t ertentu. Setelah melakukannya di dalam situasi yang disebutkan di bawah ini, kembali ke cara berjalan yang natural. 2. Coba berjalan di tempat yang sudah ditentukan, untuk dapat melihat di mana anda berada, apa yang anda pakai, apakah udaranya panas atau din gin. Apakah anda mau melakukan apa yang anda lakukan? Apakah anda pernah berada di tempat ini sebelumnya? 3. Coba ciptakan cara berjalan yang cocok menggambarkan situasinya.

92

4. Apa penyesuaian -penyesuaian yang harus anda buat yang berbeda dengan cara berjalan an da sendiri? 5. Coba berjalan seperti: a. Seorang wanita tua membawa bungkusan sehabis belanja. b. Seorang anak muda berjalan di dalam mesjid atau gereja. c. Seorang gadis muda di sebuah mal. d. Seorang bertubuh kecil yang mencoba membawa barang yang besar dan berat. LATIHAN No. 20 – BERJALAN DENGAN NIAT Sekarang berjalan dengan niat tertentu, dimulai dengan berjalan biasa. Pelatih akan memberi instruksi salah satu atau lebih dari pernyataan -pernyataan di bawah ini. Gunakan imajinasi anda untuk bisa percaya pada realita saat itu dan sesuaikan jalan anda untuk menunjukkan cara jalan menurut niat yang diberikan. Instruksi: 1. “Saya harap dia lihat potongan rambut baru saya!” 2. “Sepatu baru ini rasanya empuk sekali!” 3. “Saya tidak perduli apa kata mereka !” 4. “Itu dia! Saya harap dia tidak lihat saya!” 5. “Coba saya nggak makan sebanyak itu?” 6. “Saya menang piala Citra!” 7. “Saya baru saja terpilih sebagai duta perdamaian di PBB!” 8. “Ada yang lihat jerawat saya nggak?” 9. “Apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi mas alah ini? Apa yang harus saya lakukan? Apa ya?” 10. ‘Kuharap dia memperhatikan aku!” GESTUR DAN KOMUNIKASI Walaupun masyarakat berbeda -beda, banyak tipe gestur yang sama yang digunakan untuk meningkatkan atau menggantikan komunikasi verbal. Gestur-gestur yang memberi arti konsisten dalam situasi-situasi yang serupa, yang mana berfungsi sebagai satu sistem simbolis, misalnya, disebut dengan istilah bahasa tubuh. Karena fungsi simbolis ini, gestur memberi analogi yang berbentuk fisik untuk aksi -aksi atau perasaan-perasaan yang sedang diekspresikan atau digambarkan. Ketika bahasa verbal memberikan sebuah sistem komunikasi yang artinya cukup jelas dan tepat, bahasa tubuh memberikan informasi tentang perasaan -perasaan dan aksi -aksi

93

dengan lebih ekspresif dari pada hanya kata -kata. Dalam buku Literature as Experience dikatakan: Gestur mencapai nilai analogis tertinggi ketika mengekspresikan emosi, tetapi gestur terus berfungsi sebagai pernyataan -pernyataan di tempat -tempat umum, di permainan permainan, dan bahkan dalam percintaan. Segi komunikatif yang diciptakan gestur dapat beragam dari yang paling universal sampai yang paling aneh, bahkan bodoh. Gestur dapat menggantikan kata-kata atau mendukung kata -kata. 38 Karena sifatnya lebih ekspresif dan b erfungsi sebagai pengganti atau pendukung kata -kata, bahasa tubuh cenderung mengekspresikan perasaan -perasaan yang berbeda haluan dengan arti permukaan kata -kata yang sedang diucapkan. Hal ini adalah aspek terpenting dari ekspresi nonverbal: sering berbeda haluan atau bahkan menentang ekspresi verbal dan dengan “aman” mengekspresikan perasaan -perasaan yang situasinya menuntut untuk ditekan. Dalam akting, istilah ekspresi nonverbal ini disebut subtext, perasaan-perasaan yang mengalir di bawah permukaan dialo g. ASAL MULA GESTUR Ketika aktor tertarik untuk menyelidiki tingkah -laku unik seseorang, dia juga perlu memperhatikan aspek -aspek tingkah -laku yang ada dalam masyarakat orang tersebut. Dia dapat melihat evolusi gestur-gestur nonverbal di masa silam yang tadinya adalah ekspresi gestur yang dibutuhkan, penting, dan dipakai untuk hal -hal praktis. Perkembangan kehidupan manusia saat ini merubah kebutuhan kebutuhannya dan dengan demikian merubah banyak tingkah -laku fisiknya. Satu situasi pada masa silam yang harus dipenuhi dengan aksi fisik tertentu, sekarang ini dapat di atasi dengan teknologi canggih. Tetapi impuls dari tingkah laku praktis tersebut masih ada, hanya sekarang menjadi satu bentuk ekspresif yang tidak fungsional . Bagaimana sisa -sisa tingkah-laku fisikal ini tinggal sebagai suatu aktivitas simbolis, walaupun aksinya tidak lagi digunakan untuk hal-hal yang praktis, diterangkan oleh Darwin dalam bukunya The Expression of Emotion in Man and Animal (Ekspresi Emosi dalam diri Manusia dan Binat ang) dan ulasannya diperluas oleh Robert S. Breen:

Wa lla ce A. Ba c o n da n R o ber t S . B ree n, Li t erat ure a s Ex per ie nce (Ne w Yor k : Mc G ra w -H ill Bo ok Co mpa n y , 1 9 5 9) , ha l . 2 9. V e rs i I nd o ne sia ole h pen u lis . 38

94

Amati nilai ekspresif dari tingkah -laku yang pada mulanya bersifat adaptif, tetapi tidak ada lagi kecuali sisanya, misalnya, merapatkan gigi atas dan bawah ketika bersiap untuk menyerang atau bertahan. P ada jaman primitif, penggunaan gigi untuk merobek sudah menjadi suatu kebiasaan karena itu cara yang paling efektif untuk beradaptasi dengan kebutuhan lingkungan. Sekarang ini, merapatkan gigi untuk ekspresi seperti itu sudah jarang dilakukan, tetapi merap atkan gigi masih menjadi bagian dari kehidupan kita. Ketika menunjukkan aksi berkelahi, orang merapatkan giginya dan menarik bibirnya ke belakang untuk menunjukkan giginya. Aksi ini adalah pernyataan kembali dari bentuk primitif menggigit, tetapi tidak ada niat yang nyata bahwa keinginan itu akan dilakukan. “Laki laki yang keras” sering berbicara dengan gigi rapat seperti ini karena sudah dibiasakan dengan pandangan bahwa demikianlah tingkah-laku yang agresif. Ketika dia merapatkan dan menunjukkan giginya, dia memberi peringatan kepada semua yang melihat bahwa dia sudah siap untuk menyerang atau membela dirinya. Caranya berbicara lebih sengau karena ruang berbicaranya di mulut tertutup sehingga nafasnya lebih banyak keluar dari hidung. Gerak lidah tertahan k arena rahang bawah ditahan dan dibuat dekat sekali dengan rahang atas, sehingga tidak ada ruang untuk lidah dapat bergerak lebih leluasa. Tertahannya gerak lidah ini membuat dia berbicara dari sudut mulutnya. Jika kita melihat orang menunjukkan giginya yan g rapat, rahang ditekan ke atas, matanya menyempit, dan nafasnya berat, kita mengambil kesimpulan bahwa dia sedang marah. Tingkah laku yang tadinya adalah tanda untuk menyerang dari nenek moyang kita, sekarang sudah menjadi simbol ekspresi sosial dari kead aan emosi yang disebut marah. 39 LATIHAN No. 21 – GESTUR BINATANG 1. Selidiki ekspresi -ekspresi fisik diri anda sendiri ketika sedang bernafas, makan, muntah, berkelahi, bermain cinta, dsbnya. Pilih salah satu, dan adopsikan ekspresi tersebut pada manusia pra-sejarah (primitif) ketika dia melakukan fungsi gestur fisikal tersebut. Ketika anda sudah merasakan sepenuhnya aktivitas tersebut di sisi “binatang”nya, perlahan-lahan rubah gestur tersebut sampai ke sisi “manusiawi”nya; jangan direkayasa, biarkan aktivi tasnya sendiri yang membimbing perlahan -lahan dari segi “praktis”nya menuju segi “simbolis”nya. 39

Ib id , ha l 3 2 .

95

2. Putar balik prosedurnya. Pilih satu bentuk tingkah laku detail dari kehidupan kontemporer dan perlahan -lahan rubah sampai ke sisi “binatang”nya. 3. Pilih satu dialog dari naskah yang hendak dilatih dan kembangkan adegan itu seolah dua binatang yang sedang melakukannya. FUNGSI GESTUR Gestur dibagi menjadi 4 katagori umum yaitu: ❖ ❖ ❖ ❖

Ilustratif atau imitatif Indikatif Empatik Otistik

Gestur yang sifatnya ilust ratif adalah gestur yang disebut “pantomimik” ketika mencoba mengkomunikasikan informasi spesifik ("kotak itu besarnya setinggi ini dan selebar ini”). Gestur indikatif dipakai untuk menunjuk (“Di sebelah sana”) Gestur empatik memberikan informasi yang subj ektif daripada objektif, berhubungan dengan bagaimana orang merasakan sesuatu (ketika kita mengatakan:” Sekarang , dengar aku!” sambil meninju kepalan tangannya ke atas meja atau menunjuk jari kita ke wajah musuh). Gestur otistik (arti harafiahnya “kepada d iri”) tidak dimaksud untuk komunikasi sosial tetapi lebih diutamakan untuk komunikasi dengan diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang yang sedang mendengar orang lain berbicara memiliki perasaan benci kepada lawan bicaranya tetapi harus menutupinya, maka d ia akan melipat tangannya rapat sekali dengan telapak masuk disela -sela kedua ketiak di depan lawan bicaranya. Dengan tingkah laku rahasia ini, orang itu menyatakan aksi simbolis merasa puas ketika sedang mencekik lawan bicaranya. Daging di antara ketiak a dalah leher lawan bicaranya itu. Walaupun gestur seperti itu sering tersembunyi, secara tidak sadar, sering kali orang di sekitar kita mengenali dan merasakannya. Tentu saja dalam realitanya, ke empat katagori ini tidak nyata terpisah tetapi dipisah untuk memudahkan pelajaran kita tentang gestur dan hampir semua gestur yang kita pakai adalah kombinasi dari dua atau tiga katagori di atas. LATIHAN No. 22 – ADEGAN GESTUR FISIK Pilih aksi yang sangat fisikal sifatnya. Tunjukkan sebanyak 4 kali, setiap kali m emakai gestur yang berbeda -beda sifatnya. Misalnya, jika aksi anda adalah mengangkat kotak yang berat dan memindahkannya ke sudut ruang, anda akan:

96

❖ Menunjukkan gestur-gestur ilustratif mengangkat kotak tersebut, sepertinya anda memberitahukan bagaimana melakukannya tanpa benar -benar melakukannya. Anda dapat menggunakan kata -kata dengan gestur fisik disini. ❖ Memberi gestur-gestur indikatif mengangkat kotak tersebut. (“Aku mengangkatnya dari sebelah sana ke sebelah sini”). ❖ Gunakan gestur-gestur empatik yang sifatnya simbolik (dari pada ilustratif) ketika anda menunjukan dan mengatakan kepada penonton bagaimana rasanya mengangkat kotak yang berat. Perhatikan bagaimana suara anda terpengaruh. ❖ Akhirnya, tunjukkan aksinya secara simbol is dan rahasia menggunakan gestur -gestur otistik (misalnya, menyentak tali pinggang ke atas sebagai ganti dari pada mengangkat kotak). Bandingkan pengalaman anda untuk setiap katagori. Apakah anda melihat mengapa gestur simbolis dan tidak langsung sering lebih efektif dan lebih menarik dari pada yang pantomimik dan indikatif? LATIHAN No. 23 – IMPLIKASI GESTUR DALAM NASKAH Bahasa verbal dari naskah sering menuntut aksi nonverbal. Monolog Raja Lear menyarankan ke empat tipe gestur di atas, Silahkan baca d an rasakan impuls yang spesifik dan kuat untuk gestur yang diberikannya. Coba lakukan 4 kali dengan memberi tekanan pada tipe -tipe gestur yang berbeda di atas. Raja Lear: Ketika aku melotot, lihat bagaimana orang itu gemetar. Kuampuni nyawa orang itu. Ap a sebab kau dibuang? Zinah? Kau takkan mati. Mati karena zinah? Burung pipit berbuat begitu, dan lalat kencana kecil itu berzinah didepanku. Biar persetubuhan subur, karena anak haram Gloucester lebih baik hati terhadap ayahnya dari pada putri -putriku yang lahirnya syah. Melacurlah, campur baur! Karena aku kekurangan prajurit. Lihat perempuan malu -malu itu dengan kelamin diantara belahan pahanya putih bagai salju, penuh susila, geleng kepala bila dengar nama sumber kenikmatan. Padahal anjing dan kuda bernod a pun tidak lebih kasar dan besar nafsunya. Kebawah pinggul mereka burak, padahal di atas semuanya perempuan, Tetapi hanya ke pakaian dalam ada warisan suci, dibawahnya setan semua. Ada neraka, ada kegelapan, ada kubang belerang: Terbakar, hangus, bau busu k, nikmati. Cih, cih, cih! Berikan aku satu ons wangi -wangian,

97

untuk membuat bayaranmu. 40

imajinasiku

semakin

harum.

Ini

uang

MENGGUNAKAN KARAKTERISTIK TUBUH Pertanyaan yang penting yang harus dijawab adalah apakah segala bentuk ekspresi eksternal yang diciptakan si aktor harus dianggap sebagai bagian dari eksternalnya dan pendekatannya harus dianggap “dari luar”, atau dianggap sebagai hasil dari keadaan internal dan pendekatannya harus “dari dalam”. Pendekatan pendekatan akting yang sudah dijelaskan di atas mengadopsi salah satu diantaranya walaupun setiap pendekatan tersebut tidak mengekslusifkan diri sepenuhnya terhadap salah satu diantara eksternal atau internal. Bahkan pendekatan “eksternal” yang paling kaku sekalipun seperti Teater Ka buki dari Jepang, masih mengolah keadaan internal aktornya dengan cara melihat bentuk luar di depan kaca dan menyerap figur tersebut ke dalam dirinya. Pendekatan yang berlawanan yang menggunakan penekanan pada diri pribadi si aktor juga menekankan proses transformasi menjadi si karakter. Aktor -aktor Kabuki mencapainya dengan cara melatih bagian eksternal lalu menyerapnya ke dalam diri. Konstantin Stanislavski mencapainya dengan cara melatih bagian internal dengan cara mempersiapkan dunia “inner” yang benar yang nantinya akan menciptakan tingkah laku eksternal. Walaupun begitu, Stanislavski masih mementingkan hal -hal eksternal karakternya. Seperti aktor aktor Kabuki, diapun suka berdiri di depan kaca dengan kostum dan makeup yang lengkap, lalu melakukan eksp lorasi eksternal karakternya sebelum dia menganggap karakternya siap dan komplit. Kedua pendekatan jika dilakukan dengan baik akan menghasilkan karya seni yang benar. Keduanya adalah jalan menuju objektif yang sama: usaha mengontrol secara estetika semua bentuk eksternal, yang didukung oleh keikutsertaan yang benar dari kehidupan internal si karakter. Bentuk -bentuk eksternal, bagaimanapun tepatnya dilakukan, adalah bentuk -bentuk yang kosong tanpa pengalaman internal si aktor. Sebaliknya, pengalaman intern al si aktor tidak berguna tanpa bentuk eksternal yang tepat untuk menyampaikannya. KARAKTERISASI FISIK DALAM NASKAH

40

Di k uti p da r i Ra ja Lear , ter je ma ha n T ri sn o S u ma rd j o, P us ta ka Ja ya , 1 95 5 , ha l 1 3 5 . Pe n ul is me m b ua t beb era pa re vi si te ruta ma u nt u k ka ta -k a t a ba r u da la m ba ha sa I n do ne s ia .

98

Penulis naskah sangat sensitif tentang tingkah -laku karakterkarakternya. Dalam naskah Kebun Binatang, penulis Edward Albee menjelaskan d engan sangat mendetail bentuk karakter Jerry terutama tingkah lakunya berjalan mondar -mandir yang hampir ritualistik sifatnya. Demikian juga karakter Peter yang memiliki postur dan bentuk gerak kaku yang ditentukan dengan sangat mendetail oleh penulis nask ah. Dalam produksinya di Teater Utan Kayu, Jakarta Shakespeare Theatre mempersembahkan Kebun Binatang dengan memberikan aksentuasi kepada keinginan si penulis naskah. Gerak mondar-mandir Jerry yang ritual itu diartikan secara harafiah dengan membuat Jerry berputar-putar mengitari Peter sambil mengeluarkan suara melengking. Sepertinya Jerry berusaha mempengaruhi Peter untuk ikut ambil bagian dalam usahanya untuk dapat di mengerti. Di akhir cerita Peter terpengaruh oleh suasana ritual ini dan berhasil dimanipulasi. LATIHAN NASKAH

No.

24



KARAKTERISASI FISIK

DALAM

Selidiki karakterisasi dan sikap (kebiasaan -kebiasaan, tingkah laku, fisik dari satu karakter dalam naskah yang sedang dilatih dengan memakai tahapan -tahapan di bawah ini: 1. Lihat di pengantar penu lis 2. Petunjuk adegan 3. Kata-kata yang diucapkan karakter itu sendiri 4. Kata-kata yang diucapkan karakter itu lain tentang karakter tersebut 5. Karakteristik yang diimplikasikan dengan jelas oleh karena latar belakangnya dan situasi yang dihadapinya. Buat daftar kedua yang menyatakan ciri -ciri psikologis karakter yang didasari oleh ciri -ciri fisik di atas dengan cara seperti seorang arkeologis merekonstruksi kembali seekor binatang purba hanya dari sebagian tulang -tulang yang ditemukan, coba konstruksikan seluruh k epribadian karakter ini dari karakter fisik yang diberikan di atas. Setelah itu, perbandingkan ke dua daftar ini. Berapa besar daftar pertama mendukung daftar kedua (antara ciri fisik dan psikologis)? Banyak aktor yang menggunakan gestur fisik si karakter sebagai “pemicu” dirinya untuk menciptakan karakter tersebut. Satu pendekatan ekternal yang mungkin perlu diperhatikan adalah ciptaan aktor Michael Chekov, keponakan dari Anton Chekov, dia adalah salah seorang murid dari Konstantin Stanislavski di Moscow Art

99

Theatre. Dia menamakan pendekatannya “gestur psikologis” yaitu semacam pendekatan eksternal dari gestur si karakter untuk memicu, memikat, mempengaruhi, memprovokasi, bahkan membujuk perasaan-perasaan yang diharapkan. Tenaga pendorongnya adalah “will power” (tenaga yang ditimbulkan oleh kebutuhan, kemauan, keinginan) si aktor. Dibawah ini adalah penjelasan yang dijabarkan Michael Chekov tentang gestur psikologis dalam bukunya To the Actor: Saya pernah mengatakan bahwa kita tidak pernah dapat langsung memerintahkan perasaan -perasaan kita, tetapi kita dapat memikat, memprovokasi, dan membujuk perasaan perasaan itu dengan cara yang tidak langsung. Hal yang sama dapat dilakukan untuk semua keinginan, kebutuhan, harapan, hasrat, nafsu, kerinduan da n kecanduan kita, yang mana semuanya, walaupun selalu tercampuraduk dengan perasaan perasaan, didorong dari dalam rongga “will power” kita. Kunci untuk masuk ke dalam rongga tersebut adalah gerak (tindakan, gestur). Anda dapat dengan mudah membuktikannya d engan membuat satu gestur yang kuat, tetapi sederhana dan baik bentuknya. Jika anda mengulang gerak tersebut beberapa kali, maka anda akan merasakan “will power” tumbuh semakin kuat oleh karena dipengaruhi oleh gestur tersebut. Selain dari pada itu, anda akan menemukan bahwa tipe dari pada gerak yang dibuat memberi tujuan atau inklinasi kepada “will power”. Tujuannya adalah membangunkan atau memberikan animasi kepada satu hasrat, keinginan, atau kebutuhan tertentu di dalam diri anda. Dengan demikian, kita d apat mengatakan bahwa tenaga dari gerak yang dilakukan akan menyetir “will power”, tipe dari gerak tersebut membangunkan hasrat yang sesuai, dan kualitas dari gerak yang sama itu menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan dalam diri kita. Sebelum prinsip in i dapat diaplikasikan ke akting mungkin contoh dibawah ini dapat menjelaskan maksud dari gestur itu sendiri. Bayangkan bahwa anda akan memainkan karakter yang menurut pendapat anda memiliki kemauan kuat yang tidak dapat dipatahkan, didominasi oleh hasrat yang besar (bahkan lalim), dan penuh dengan dengki dan kemuakan. Anda mencari satu gestur yang cocok yang mana dapat memberikan ekspresi keseluruhan dari sifat -sifat di atas. Gesturnya kuat dan dibentuk dengan baik. Ketika diulang beberapa kali, gerak tersebut akan cenderung menguatkan kemauan anda. Arah dari setiap sendi, posisi terakhir dari seluruh tubuh, juga inklinasi dari kepala sedemikian rupa sehingga mau tidak mau berusaha memanggil hasrat yang tepat untuk tingkah laku yang

100

mendominasi dan lalim. Kualitas-kualitas yang memenuhi dan meresap ke setiap otot di seluruh tubuh, akan memprovokasi perasaan-perasaan benci dan muak di dalam diri anda. Dengan demikian, melalui gestur, anda melakukan penetrasi dan stimulasi kedalaman psikologi anda sendiri. Untuk karakter yang mungkin bertentangan dengan di atas adalah seseorang yang introspektif, tidak memiliki keinginan untuk berhubungan dengan dunia, tetapi bukan berarti lemah. Keinginannya untuk terisolasi mungkin kuat. Kualitas merenung menyerap ke semua k eberadaannya dan malah menikmati kesepiannya. Mengaplikasikan gestur psikologis dalam karakter karakter di atas harus dilakukan dengan mengerti naskah terlebih dahulu. Melakukan penetrasi ke dalam naskah untuk mengenal siapa karakter yang dimainkan adalah usaha utama yang harus anda lakukan. Dari bacaan, intuisi, imajinasi yang kreatif, dan visi artistik, anda sudah dapat mengambil satu kesimpulan tentang si karakter, walaupun hanya dari bacaan pertamanya saja. Mungkin kesimpulan itu hanya sebuah tebakan, tetapi anda dapat bergantung kepada kesimpulan tersebut untuk digunakan sebagai batu loncatan melatih membangun gestur psikologi. Pertama, anda harus bertanya apa keinginan utama si karakter, dan setelah jawabannya ditemukan, walaupun hanya berupa petunjuk saja, anda dapat mulai membangun gestur psikologisnya langkah demi langkah, dengan hanya menggunakan lengan dan tangan saja. Mungkin mendorongnya dengan agresif ke depan, mengepalkan tangan, jika keinginannya mengingatkan anda pada merampas dan menangkap (keserakahan, ketamakan, keinginan besar untuk memiliki, kekikiran). Mungkin anda dapat merentangkannya perlahan-lahan dan hati -hati, jika si karakter ingin mencari cari atau menyelidiki secara seksama dan penuh perhitungan. Mungkin anda dapat juga mengara hkan tangan anda ke atas, dengan mudah dan tampak ringan, dengan telapak terbuka, jika intuisi anda mengatakan bahwa karakter ini ingin menerima, memohon, meminta. Mungkin anda ingin arahkan tangan anda ke bawah, kasar, dengan telapaknya ke bawah dan jari -jari yang bengkok mencakar, jika si karakter bernafsu untuk menguasai, posesif. Dengan cara -cara demikian, anda sudah dapat melakukan tidak hanya tangan dan lengan saja, tetapi pundak, leher, posisi kepala dan batang tubuh, kaki dan telapaknya, sampai selu ruh tubuh ikut campur dalam proses gestur psikologis tersebut. Dengan bekerja seperti ini, anda akan menemukan jawaban apakah tebakan anda tentang keinginan si

101

karakter benar. Gestur psikologis tersebut yang akan membimbing anda untuk menemukannya, tanpa p erlu diganggu oleh banyak pemikiran. Dengan cara melakukan elaborasi, peningkatan, pembetulan di sana -sini, menambah kualitas terhadap gestur tersebut, anda tanpa disadari, telah menciptakan akting untuk karakter tersebut. 41 Gestur psikologis dapat dip akai oleh aktor -aktor yang sudah berpengalaman. Tetapi, untuk aktor pemula, alangkah baiknya jika bagian-bagian lain tentang akting seperti kemampuan analisa dikuasai lebih dahulu. Sebenarnya, Michael Chekov juga mengutamakan tentang analisa naskah, perbe daannya dengan metode Stanislavski adalah bahwa analisa intelektual itu tidak langsung diidentifikasikan pada diri pribadi si aktor, tetapi kepada ekspresi fisiknya.

Mi c ha e l Ch e k o v, T o t he A cto r . New Y or k : H a rper & R ow, 1 95 3 , ha l. 6 3 7 6. V e r si I nd o ne s ia ol e h pe n uli s. 41

102

WORKSHOP KE LIMA Selain dari pada latihan -latihan di bawah ini, latihan -latihan di Workshop-workshop sebelumnya yang dapat dipakai untuk pelajaran tentang Gestur, antara lain, Mirror Exercise I dan II, Galeri Cipta, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas.

MENJADI BINATANG Pemain: Sebanyak -banyaknya, bergiliran atau bersama -sama. Tujuan: Mengekspresikan gestur binatang. DESKRIPSI: Lakukan observasi pada binatang, apa saja binatangnya, bahkan binatang peliharaan sekalipun. Selidiki secara mendetail : 1. 2. 3. 4. 5.

Bagaimana postur binatang itu? Bagaimana caranya bergerak? Kapan dia bergerak? Kenapa dia bergerak? Dapatkah anda bayangkan apa yang mungkin dipikirkannya?

TINGKAT I Mulai imitasikan gerakan -gerakannya, sespesifik mungkin. Kalau anda sedang mengobservasi seekor gorilla, dan gorillanya menaruh tanggannya di bagian tertentu tubuhnya den gan cara sedemikian rupa yang membuat anda tidak mungkin meletakkannya di tubuh anda, apa lagi ditempat umum, maka anda harus mampu mengatasi tembok pribadi (rasa-rasa sungkan) anda sendiri dan imitasikan gorilla itu, walaupun anda berada di kebun binatang di mana banyak orang di sana. Kalau binatangnya tidak aktif beberapa saat, anda juga harus tidak aktif, sepertinya anda menjadi “cermin” binatang tersebut. Pelajari dengan sabar. TINGKAT II 1. Pandang mata binatang itu? Apakah dia sepertinya intelegent? Jinak? Berbahaya? 2. Coba transfer proses pemikiran binatang itu ke proses pemikiran anda. Misalnya, anda seekor gajah yang sedang “berpikir” ketika bergerak dari satu spot di mana anda sudah berdiri cukup lama ke sebuah pohon, 50 meter jauhnya, untuk mengambil beberapa ilalang untuk dimakan. Kenapa anda bergerak sekarang, dan tidak lima menit yang lalu? 3. “Manusia”kan binatang itu dengan cara menggabungkan aspek fisikal dan psikologikal ke dalam diri anda.

103

Latihan Menjadi Binatang dapat dilakukan bersama -sama dengan pergi ke kebun binatang untuk melakukan observasi sebelum mempraktekan observasi itu dalam workshop.

104

PELAJARAN KE EMPAT SI AKTOR DAN SUARANYA Budaya kita lebih menekankan kata -kata sebagai satu cara untuk menyampaikan informasi dan kadang-kadang hal tersebut membuat kita lupa bahwa suara, selain dari mengucapkan kata -kata, adalah bagian utama dari mekanisme ekspresi kita. Sementara kemampuan kita mengartikulasi kata -kata adalah kemampuan yang dipelajari, ekspresi suara adalah sikap n aluri, bahkan sudah di mulai sejak berumur 2 bulan, dengan demikian proses berbicara itu mungkin saja sesuatu yang sifatnya naluriah. Pada dasarnya, kita selalu lebih peka terhadap komunikasi yang formal dari pada bunyi -bunyi alamiah yang dikeluarkan oleh suara kita. Aktor sering didikte oleh kata -kata sehingga ragu -ragu atau tidak mampu membumbui pengucapan dialognya dengan bahkan sedikitpun bunyi nonverbal yang dipergunakannya dalam kehidupan sehari -hari. Sangat disayangkan, karena bunyi suara adalah sala h satu tipe gestur penting, yang paling dalam mengekspresikan kepribadian dan sangat universal pengungkapannya. Margaret Schlauch, dalam bukunya The Gift of Language mengatakan: Kita menggunakan cara -cara yang nonlinguistik ini untuk mengekspresikan ide -ide, sebagai pendukung berbicara. Tangisan, infleksi nada, gestur, adalah cara -cara berkomunikasi yang lebih universal dari pada bahasa yang kita mengerti. Bahkan cukup universal untuk disampaikan ke binatang. 42 SUARA SEBAGAI SATU FUNG SI ORGANIS Jika kita menyelidiki proses fisik manusia memproduksi suara, maka kita menemukan satu fakta yang mengherankan, bahwa pada dasarnya tidak ada organ dalam tubuh yang diciptakan untuk berbicara. Hanya ada organ -organ yang secara tidak disengaja berguna untuk memproduksi suara. 43 Semua organ -organ yang langsung berhubungan dengan suara, dibuat bukan untuk itu tetapi berguna untuk sesuatu yang lain, yang sifatnya lebih mendasar. Itu sebabnya, organ -organ ini mempunyai tugas ganda yang sebenarnya lebih bertugas untuk hal lain seperti bernafas dan makan. Diafragma dan paru-paru bertugas untuk bernafas, larynx bertugas untuk menelan, lidah, gigi, dan bibir untuk mengunyah, langit -langit dan lidah untuk merasa. Sebelumnya kita sudah mendiskusikan bahwa Ma r ga re t S ch la uc h , T he Gi ft o f La ng uag e , N ew Y or k : D ov er Pu bl ic a tio n s, In c ., 1 9 5 5. Ha l. 3. V e r si I ndo n esia o le h pe nu lis . 43 E dw a r d Sa pir , La ng ua ge ( Ne w Y or k : Ha r c ou r t, bra ce & Wo rld , I nc . , 1 94 9 ) ha l . 8 -9 . V e r si I nd o nes ia ole h pe n uli s . 42

105

bernafas adalah satu bentuk ekspresi emosi yang paling mendasar, maka kita dapat juga melihat bahwa suara, berhubungan secara integral dengan emosi. Karena banyak dan rumitnya otot -otot yang ikut campur ketika memproduksi suara, maka emosi secara langsung dan otomatis terefleksi melalui suara. LATIHAN No. 25 – RADIO SHOW 1. Pilih satu postur fisik yang ekstrim sementara teman sekelas anda menutup mata mereka, gunakan suara (bukan kata -kata) untuk berkomunikasi dengan mereka, hanya melalui bunyi suara dan posisi tubuh anda. Sambil mereka mendengar, mereka memimikkan suara anda dan mencoba menduplikasikan posisi tubuh anda. Untuk latihan ini tidak perlu ada konsep -konsep intelektual. Tugas anda hanya memproduksi suara dengan sederhana dengan memfokuskan diri pada posisi tubuh. Rasakan energi yang membuat posisi tubuh anda menjadi alur dimana dia mengalir. Biarkan suara anda memakai karakteristik yang dituntut oleh postur, jangan paksakan suara itu mempunyai “bunyi” yang khusus. 2. Lakukan lagi latihan ini dengan bentuk gerak yang diulang ulang seperti mengangkat kardus, atau tidur di lantai), sekali lagi, biarkan suara anda merefleksikan aktivitas sementara teman sekelas anda berusaha menemukannya sendiri melalui mimik. 3. Dengan seorang teman, pilih satu aks i yang sederhana yang dapat berlangsung antara dua orang, dan seperti di atas komunikasikan aksi ini berulang kali kepada teman sekelas anda.

LATIHAN No. 26 - RADIO SPEKTAKULER Bentuk satu grup setidak -tidaknya berjumlah empat orang, pilih satu peristi wa besar yang tidak membutuhkan banyak dialog, dan siapkan sebuah pertunjukan radio untuk teman -teman sekelas, yang masih menutup mata. Yang penting adalah pertunjukan ini hanya menggunakan bunyi suara saja atau mimik dengan menggunakan tubuh anda, tanpa k ata-kata. GESTUR SUARA SEBAGAI PROSES “MELUAP” Impuls alamiah manusia adalah mengeksternalisasikan sensasi dan emosinya, dan semua eksternalisasi ini adalah bagian yang integral dari pada emosi. Menurut pakar linguistik Edward Sapir:

106

Bunyi kesakitan at au kebahagiaan, tidak memberi indikasi pada emosi begitu saja, tidak terpisah sepertinya memberikan pernyataan bahwa emosi -emosi itu sedang dirasakan. Tetapi bunyi itu berfungsi sebagai luapan yang otomatis dari energi emosional itu dan adalah bagian dari emosi itu sendiri. 44 Ada dua ide penting yang dikemukakan oleh pernyataan di atas. Pertama, bunyi emosi itu menghasilkan aksi yang berfungsi untuk menjadi “katup pengaman”. Kedua, vokalisasi perasaan -perasaan internal seperti itu adalah bagian dari perasaan-perasaan itu sendiri. LATIHAN No. 27 – MELUAP Latihan ini adalah untuk merasakan aksi “katup pengaman” dari gestur fisik dan vokal. Dengan menggunakan monolog untuk ekspresi emosi mengamuk, baca monolog tersebut dengan konsentrasi penuh, sambil berusaha menekan semua gestur fisik dan vokal. Ulangi beberapa kali proses di atas. Rasakan bagaimana tuntutan gestur fisik dan vokal bertumbuh dalam diri anda dan tensinya terus meningkat. Paksakan diri anda untuk bertahan sampai pada titik dimana gestur fisik dan vokal harus meledak sebagai satu bentuk ekspresi yang alamiah dari tensi yang semakin meningkat itu. Ketika sudah meledak, eksplorasi gestur anda, sepenuhnya, dorong dia sampai pada titik ekstrim. Diskusikan bentuk bunyi dan bagaimana perasaan a nda. Ada cerita tentang seorang aktris yang tingkah lakunya sangat sopan dan sangat lemah gemulai yang gesturnya sangat dipilih sehingga gerak -gerak yang dilakukannya tidak memiliki hubungan organik sama sekali dengan adegan yang sedang dipertunjukkannya . Si sutradara mengikat kedua tangan aktris ini. Dia berkata: “Jika impuls anda untuk bergerak sangat kuat sehingga anda harus memutuskan tali pengikat tangan anda, baru anda boleh bergerak”. Tujuan dari latihan di atas adalah mengangkat tekanan -tekanan terhadap gestur fisik dan vokal sehingga anda dapat memberikan respon secara bebas dan sepenuhnya kepada dialog, tetapi selalu melihat kebutuhannya dan kesederhanaannya .

44

Ib id , ha l . 5 . V e rsi I nd on esi a ole h pe n uli s.

107

FUNGSI SUARA SEBAGAI PERNYATAAN SIKAP Sementara kata -kata yang kita ucapkan membawa informasi yang ingin disampaikan, sikap diri kita tentang informasi itu disampaikan oleh nada suara kita. Contoh yang paling mudah adalah sindiran. Jika dalam satu argumentasi, seseorang berkata :” Yah, anda memang ahli di bidang itu”. Maka nada suara oran g itu yang menunjukkan apakah dia benar -benar bermaksud memuji anda atau dia sebenarnya ingin mengatakan: “Anda tidak tahu apa -apa tentang hal itu”. Banyak lagi contoh yang menunjukkan bagaimana suara mengkomunikasikan sikap. Misalnya, kita sering berada dalam situasi di mana kita tidak dapat menyampaikan maksud atau perasaan yang sebenarnya. Pada saat -saat seperti itu kita sering secara sadar atau tidak sadar mengekspresikan diri kita secara tidak langsung , mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarka n bukan yang kit a maksud. Maksud “tersembunyi” seperti itu disebut subtext. Misalnya, jika seseorang berusaha meyakinkan kita bahwa dia merasa yakin dengan apa yang dikatakannya, maka dia akan mengeraskan suaranya, sedikit mengangkat “nada”nya, dan artikul asinya tajam, menekankan konsonan sebagai ganti ekspresi fisik “menepak meja”. Tetapi ketika orang itu berhenti berbicara untuk mengambil nafas dan ekspresinya lebih menunjukan helaan hampir seperti menguap. Tanpa orang itu sadari dia sudah menunjukkan sik ap bosan dengan apa yang disampaikannya dan mungkin bosan juga dengan anda. Dari contoh di atas, kualitas suaralah yang sebenarnya mengkomunikasikan maksud orang itu yang terdalam. Charles Darwin berpendapat bahwa gestur vokal memberi simbol pada gestur fi sik: Darwin memberi penjelasan tentang sikap primitif anak anak yang mengekspresikan rasa tidak suka mereka pada seseorang atau sesuatu dengan cara menjulurkan lidah mereka dan membuat bunyi seperti domba mengembek. Menurut Darwin, menjulur lidah adalah refleksi primitif dari muntah atau menolak sesuatu yang tidak enak rasanya, demikian juga bunyinya, yang memiliki kualitas vokal yang aneh yang datangnya dari tenggorokan yang sangat terbuka lebar, refleksi dari keinginan untuk muntah. Sangat menar ik untuk disimak bahwa orang dewasa yang lebih beradab akan menunjukkan sikap tidak sukanya dengan cara yang hampir sama, walaupun sedikit lebih halus. 45 45

Wa l la ce A . Ba c o n da n R obe rt S. Br ee n, Lit erat ure as E xp eri ence (N ew Yor k : Mc G ra w -H ill Bo o k C om pa ny , 1 9 59 ), ha l. 2 8 6. V e rs i I nd o ne si a ole h pen u lis .

108

LATIHAN No. 28 – SUBTEXT 1. Lakukan adegan dibawah ini dengan memfokuskan diri anda pada bunyi vokal da n aspek-aspek nonverbal di luar dan dalam dialog. Bagaimana infleksi, penekanan -penekanan, kualitas nada, dan “kebisingan -kebisingan” yang ada pada suara menolong mengkomunikasikan sikap yang tersembunyi dari kedua karakter ini : (Situasinya adalah seorang tamu kehormatan di sebuah pesta datang terlambat 45 menit lamanya. Tiga pasangan selain dari pada Tuan dan Nyonya Rumah sudah menunggu. Lonceng terdengar). NYONYA: Oh! Kami kira anda tidak akan datang; tapi untunglah. (Ketika si nyonya membuka pintu untuk menerima tamunya, dia tersenyum dengan bibir yang rapat. Ketika dia mulai berbicara, dia menarik kedua tangannya, menjadi kepalan-kepalan longgar, di antara kedua buah dadanya. Membuka matanya lebar -lebar, lalu menutupnya perlahan dan tetap tertutup untuk beberapa kata-kata. Ketika dia mau berbicara, dia menjatuhkan kepalanya kesatu sisi lalu menggerakkannya menuju ke si tamu dalam satu sapuan lembut. Lalu dia merapatkan bibirnya sebentar sebelum melanjutkan kata -katanya, mengangguk, menutup matanya lagi, dan merentangkan tangannya, memberi indikasi pada si tamu untuk masuk). TAMU: Saya mohon maaf; kau tahu, banyak kerjaan, telepon dan lain-lainnya. (Dia menatap lurus pada Nyonya, menggelengkan kepalanya, dan merentangkan kedua lengannya dengan tangan terbu ka lebar. Lalu dia mulai mengayun-ayunkan kakinya dan mengangkat satu tangan, memutarnya terbuka sedikit ke arah menjauhi dirinya. Dia mengangguk, dan mengangkat tangan yang satu lagi, dan memutarkan dengan telapak tengadah ke atas ketika dia melanjutkan bicaranya, Lalu dia turunkan kedua tangannya dengan telapak tertahan di depan, ke samping dan menjauh dari pahanya. Dia terus mengayunkan tanganya). NYONYA: Taruh jaketmu disini. Banyak orang yang ingin sekali bertemu denganmu. Aku sudah menceritakan semua tentang kau. (Nyonya tersenyum pada Tamu, bibir ditarik ke belakang dengan gigi yang rapat, lalu, sementara dia memberikan indikasi di mana si Tamu harus menaruh jaketnya, untuk sesaat, muka si Nyonya terlihat tidak menunjukkan ekspresi apa -apa. Dia tersen yum dengan menunjukkan giginya lagi, mendecak dan pelan -pelan menutup, membuka, dan menutup matanya lagi sambil

109

menunjuk ke para tamu dengan bibirnya. Lalu dia membuat gerakan menyapu dengan kepalanya dari satu sisi ke sisi yang lain. Ketika dia mengucapka n kata “semua” dia menggerakkan kepalanya ke atas dan bawah dari satu sisi ke sisi yang lain, menutup matanya pelan -pelan lagi, merapatkan bibirnya, dan meraih lapel si tamu) TAMU: Semua! Wah, Aku tidak mengerti. . . . Ya. . . Tidak. . . . Aku akan senang berkenalan dengan mereka. (Si tamu membungkuknya bahunya, sehingga menarik lapelnya lepas dari raihan Nyonya. Dia pegang jasnya dengan dua tangan, merengut, dan mengedipkan matanya dengan cepat ketika dia membuka jaketnya. Dia terus memegang jasnya erat -erat). 46 2. Pertunjukan adegan di atas dua kali dengan memfokuskan diri anda pada arti -arti yang ada dipermukaan saja, tanpa menghiraukan subtext. Gunakan gestur fisik dan vokal dengan maksud membawa seluruh subtext kepermukaan sehingga karakter-karakternya benar-benar mengekspresi perasaan mereka yang sebenarnya. Diskusikan kedua versi adegan yang berbeda di atas. Apakah yang satu lebih menarik atau lebih tepat dramatisasinya dari yang lain? Mungkin kurang bijaksana bagi seorang aktor untuk menyatakan arti subtext sepenuhnya, dan kurang bijaksana pula jika tidak menghiraukan keberadaannya sama sekali. Jika dihiraukan begitu saja, maka adegan akan terasa datar dan salah penafsirannya. Jika dinyatakan sepenuhnya hal yang sebenarnya mengalir di dalam, adegan itu kehilangan tekstur dan tensi. Jika demikian, tugas aktor bukan menerangkan sikap karakternya dengan cara menyingkapkan seluruh rahasia -rahasia yang ada dalam dirinya, tetapi memerankan sikap tersebut dengan penuh integritas, mencoba menyelami apa yang dia sembunyikan dan apa yang ditunjukkannya, apa yang tidak dikatakannya atau dilakukannya, juga apa yang dikatakannya atau dilakukannya. Pikiran -pikiran yang tersembunyi ini akan hidup dalam alam bawah sadar pemikiran si aktor, seperti “suara -suara hati” y ang sering kita dengar berbicara dalam pikiran kita, yang disebut dalam dunia akting,“inner monologue” (monolog internal). LATIHAN No. 29 – “MONOLOG INTERNAL” Dengan menggunakan adegan Nyonya dan Tamu di atas, ciptakan “monolog internal” untuk karakter anda, dengan cara menyatakannya secara verbal sebagai satu proses mengalirnya R a ym o nd B ir dw his tle , Int ro d uctio n t o K ines i cs ( L o ui sv il le, K y: U ni v ersi t y of Lo ui s vi lle Pa m ph le t , 1 9 5 7), ha l . 2 9 - 3 0 . V e rsi I nd o nes ia ole h pe n ul is . 46

110

pikiran yang menggerakkan anda dalam adegan. Pertunjukan adegan dua kali. Pertama, dengan menggunakan “monolog internal” sepertinya itulah dial og yang sebenarnya. Kedua menggunakan dialog yang sebenarnya dengan “monolog internal” diucapkan dalam pikiran anda saja. Monolog internal adalah alat yang berguna untuk memeriksa dan meyakinkan apakah si aktor sudah melaksanakan proses pemikiran si karakter yang terus bersambung selama adegan berlangsung dan untuk meyakinkan bahwa proses pemikiran ini terus hidup setiap saat dia memainkan adegannya. DARI GESTUR SUARA MENJADI BAHASA VERBAL Teori-teori tentang bagaimana bahasa berkembang menyarankan bah wa bahasa berasal dari gestur suara. Filsuf Ernst Cassirer mengatakan: … Jika kita memperhatikan asal mula bahasa, kita mengetahui bahwa bahasa bukanlah representasi yang berbentuk tanda-tanda dari ide -ide, tetapi juga tanda -tanda emosional dari stimuli s ensual. Manusia purbakala mengetahui bahwa asal mula bahasa adalah emosi dari rasa sensasi, kenikmatan, dan penderitaan. Epicurus berpendapat bahwa kita harus kembali kepada pernyataan semula ini, untuk dapat mengerti asal mula bahasa. Bahasa bukanlah prod uk dari sesuatu yang biasa saja, tetapi adalah hal yang sangat dibutuhkan dan alamiah sama seperti sensasi itu sendiri. Penglihatan, pendengaran, rasa -rasa nikmat dan derita adalah hal yang paling karakteristik dari manusia pertama, dan demikian pula halny a dengan ekspresi dari sensasi-sensasi dan emosi -emosi kita. 47 Dengan kata lain, proses artikulasi dari bunyi vokal menjadi bahasa verbal adalah aktivitas yang sangat ekspresif dan mengikutsertakan seluruh organisme kita. Yang perlu di mengerti oleh si aktor adalah bahwa bahasa verbal adalah proses fisikal di mana pikiran menemukan ekspresinya di aktivitas otot yang memproduksi bunyi yang terartikulasi. Dengan kata lain, satu tanda eksternal dari keadaan internal. Aspek fisikal dari berbicara ini penting bagi para aktor, karena bahasa tertulis yang disampaikan naskah hanyalah representasi dari bahasa lisan yang divisikan oleh si penulis naskah. E rn st Ca ss ire r, T he Phi lo s op hy o f Sim bo li c For ms , te rj ema ha n R a lp h Ma n he im ( Ne w Ha ve n, Co n n. : Ya le Un i ver sit y Pres s, 19 5 3) , ha l . 1 4 8. V ers i In do ne sia o le h p e n u lis . 47

111

Sambil kita membentuk pikiran -pikiran kita dan mengkomunikasikannya menjadi bahasa verbal, kita terpaksa membuat banyak keputusan -keputusan yang mengekspresikan perasaan-perasaan dan kepribadian kita. Bahasa kita yang sifat komunitasnya memang sudah alamiah menentukan cara kita mengekspresikan diri dan berpikir. Oleh karena itu, proses verbalisasi juga mengek spresikan cara -cara kita bereaksi terhadap lingkungan sosial kita. Sifat alamiah dari proses verbalisasi ini sangat penting bagi para aktor. Jika dia menyampaikan dialognya hanya sekedar hasil hafalan saja, dia mencabut proses kehidupan yang ada dalam ka takata. Impuls si karakter untuk mengekspresikan dirinya datang dari suatu kebutuhan atau dari suatu reaksi, karena kata -kata yang diucapkannya adalah hasil dari satu proses pemilihan, sebelum dia membentuknya menjadi kalimat -kalimat. Dia terus menerus melakukan pilihan -pilihan kata-kata, penekanannya, atau yang lainnya dengan sadar atau tidak sadar. Pilihan -pilihan ini menyatakan apa yang sangat penting bagi dirinya yaitu kualitas dari ucapan “yang akan disampaikannya” yang harus dikomunikasikannya kepada penonton. Tanggunjawab si aktor adalah menciptakan kembali proses verbalisasi dengan cara yang dituntut oleh situasi psikologis si karakter dan gaya dari naskah tersebut.

112

PELAJARAN KE LIMA SI AKTOR DAN ARTIKULASINYA Dari semua kemampuan yang dimiliki tubuh untuk menciptakan bunyi, hanya sedikit saja yang dipakai untuk berbicara. Pertama, semua bunyi yang ada dalam bahasa kita sifatnya “ekspiratori”, di produksi oleh nafas yang keluar sementara seluruh bunyi “inspiratori” berada dalam bidang ge stur vokal yang nonverbal. Kalau begitu, percakapan dimulai dari nafas yang keluar, dan dengan nafaslah kita mulai mempelajarinya. Kita sudah mengenal koneksi yang integral antara aktivitas, emosi, nafas, dan suara kita. Tujuan dari studi pernafasan adalah untuk meningkatkan kesatuan organik antara aksi, emosi, nafas, dan suara, sementara memperluas, menguatkan, dan membuat lebih peka respon otot -otot besar ketika menyokong pernafasan tersebut. PENYOKONG PERNAFASAN Sistem diafragma, paru -paru, dan tenggo rokan beraksi sebagai alat peng“hembus” dan mempengaruhi suara dengan cara menopang bunyi-bunyi ucapan sederhana, dialek, stres, dan perubahan volume. Seiring dengan tenaga aliran nafas yang meningkat terjadi juga perubahan-perubahan pada resonansi. Aktor harus belajar untuk mampu mengembangkan sistem dari penyokong pernafasan ini. Dalam kehidupan sehari -hari, dia jarang memakai bahkan setengah persediaan udara ini. Demikian pula percakapan sehari -sehari, prosesnya tidak menuntut latihan otot -otot yang meng aktifkan alat peng“hembus” ini ke potensinya yang tertinggi. Alat peng“hembus” ini beroperasi dengan cara yang sederhana (lihat Gambar 9). Ketika diafragma ditarik ke bawah di rongga dada, udara tertarik masuk ke paru -paru. Ketika dia terdorong ke atas, udara disetir melalui pembuluh tenggorokan dan batang tenggorokan, lalu hulu tenggorokan, lalu ke leher, mulut, dan rongga hidung. Ketika diafragma berada pada posisi istirahat (pada posisi NOL), dia masih dapat mendorong keluar atau menarik masuk udara tambahan. Mendorong udara keluar menaruhnya pada posisi “NEGATIF” sementara menarik masuk udara menaruhnya pada posisi ‘POSITIF”. Penting untuk diketahui bahwa proses menarik dan mengeluarkan nafas ini terjadi dengan keadaan tubuh yang rileks. Jauhnya posisi turun naik dari diafragma dan kemampuannya merespon tergantung dari kemampuan si aktor “memproyeksikan” suara dan menggunakan otot -otot lain yang ikut campur dalam proses tersebut. Hanya dengan latihan yang rutin dan lama, dia dapat mengembangkan sistem pernafasan yang baik dan benar. Dibawah ini

113

adalah latihan sederhana yang dapat membantu aktor untuk memulai proses pengembangan tersebut. LATIHAN No. 30 – NAFAS DAN BUNYI Dengan posisi berdiri tegak lurus dan seimbang, produksikan satu nada vokal yang b erkesinambungan dan lakukan eksplorasi variasi yang memungkinkan dari nada tersebut, dengan hanya memanipulasi nafas yang ada. Perhatikan bagaimana resonan nada tersebut dipengaruh oleh perubahan tenaga aliran nafas. Perhatikan perbedaan kualitas nada saat memulai dan berhenti oleh karena cara anda menghentikan dan memulainya, dengan cara mengkontrol gerakan diafragma. Taruh tangan anda di atas perut (ditengah tengah tepat di atas pinggang) dan rasakan gerak dari diafragma. Bagaimana ketepatan dan kepenuhan nya? Apakah tegang, sehingga gerakan terbatas dan tidak menentu? Usahakan untuk menghilangkan tekanan -tekanan yang mungkin ada. Periksa juga area-area disamping punggung bagian bawah; apakah anda bernafas 360 derajat di sekitar abdomen? OTAK Digunakan untuk mengkontrol pr o s e s be r bi c a r a

MEKANISME ARTIKULATOR Digunakan untuk m e r u b a h be s a r k e c i l n y a r o n g g a - r o n gg a vokal MEKANISME VIBRATOR G l o t t i s da n P i t a S u a r a di gu n a k a n u n t u k m e m o du l a s i a l i r a n n a f a s

MEKANISME RESONATOR R o n g ga - r o n g g a V o k a l di gu n a k a n u n t u k m e m i l i h da n m e n e k a n n a da - n a d a y a n g be r l e b i h a n

NASAL ORAL TENGGOROKAN

MEKANISME TENAGA Digunakan untuk mensuplir aliran nafas BATANG TENGGOROKAN PARU-PARU DIAFRAGMA

Gambar 9 : Alat pendukung vokal. 48 Su mbe r: R obe rt L. B e ne d etti , T he A cto r at Wor k , E ngle wo od C li f f s, N.J: Pre nti ce Ha ll I nc . , ha l . 9 2 . 48

114

Latihan kelenturan yang sudah dijelaskan di atas, dapat menolong aktor meningkatkan volume persediaan udaranya. Dia juga perlu mengembangkan stamina dan kelenturan otot -otot yang mengontrol persediaan udara tersebut. Menghitung berapa lama seorang aktor dapat bertahan membunyikan satu nada, adalah satu cara untuk melihat perkembangan yang sudah dicapainya. Cara tubuh mempergunakan persediaan udara yang ada sama seperti cara instrumen tiup mempergunakan udara ketika sedang dimainkan. Gumpalan udara yang didorong keluar menyebabkan vibrasi ketika melewati celah pita -pita suara yang memang diciptakan untuk maksud tersebut. Vibrasi ini membuat gumpalan udara bergerak. Oleh karena vibrasi tadi diperkuat, dan oleh karena diresonansi dan kualitasnya berubah (terartikulasi), akhirnya muncul sebagai nada yang menunjukkan karakteristik dari instrumen yang memproduksi nada tersebut. Di latihan 29, kita akan belajar memproduksi bunyi -bunyi vokal sementara nafas menga lir melalui konfigurasi tubuh kita. Proses yang alamiah ini secara otomatis akan meyakinkan kita pada kesatuan yang organis dari nafas dan aktivitas. MEMPRODUKSI NADA Tanpa persediaan udara yang cukup dan penggunaannya yang efisien, ritme ucapan seorang aktor akan terbatas, susah menahan panjangnya ucapan, dan tidak dapat mengatur nada ekspresif yang dituntut karakternya. Ketegangan yang ada di pita suara dan penggunaan yang tidak efisien ruang -ruang pengatur resonansi dan amplikasi akan membuang persedia an nafas yang ada dengan sia -sia. Jika kita perhatikan, ada tiga cara pita suara beroperasi: 1. Ketika pita suara ditutup dan ditegangkan, aliran udara dipaksa melewatinya dan bervibrasi seperti suara alang alang yang terhembus angin, memproduksi nada. Denga n cara menambah dan mengurangi tegangannya, kita menambah dan mengurangi pola titinada. 2. Ketika pita suara sepenuhnya terpisah sehingga aliran udara dengan bebas melewatinya, kita memproduksi kualitas ucapan yang bunyinya disebut “tak bersuara”. 3. Ketika kita dengan tiba -tiba menutup pita suara sehingga aliran udara sepenuhnya terhalang, maka kita menciptakan keadaan yang disebut “glottal stop” (penghentian suara di bagian celah pita suara).

115

Ketegangan di area tenggorokan, akan sangat mempengaruhi pita suara dan menghalangi proses pernafasan. Ketegangan ini juga akan merusak pertunjukan karena ketegangan yang paling mudah dilihat penonton adalah di area tenggorokan. Banyak aktor yang bermain di atas panggung dengan kaki yang keseleo dan tidak ada penonton yang tahu. Tetapi leher yang tegang membuat banyak penonton yang batuk. Pita suara membuat udara yang mengalir menciptakan bunyi “bersuara” (voiced) dan “tak bersuara” (unvoiced). Misalnya, huruf konsonan p bunyinya “tak bersuara”, sementara b “bersuara” walaupun cara mengartikulasikan kedua bunyi konsonon in sama. Memang lebih berat menciptakan ucapan yang “tak bersuara” dari pada “bersuara” karena memang lebih susah memisahkan sepenuhnya pita suara dari pada membiarkannya berada pada posisi norma l atau tegang. Kita tentu menyadari saat tidur, nafas memproduksi bunyi vokal yang lembut ketika udara mengalir melalui celah pita suara yang sedang rileks. LATIHAN No. 31 – ARTIKULASI “BERSUARA” DAN “TAK BERSUARA” Dengan menggunakan daftar bunyi konson an di bawah ini, bunyikan artikulasi huruf bersuara dan tak bersuara. Buat perubahan bunyi dengan memisahkan sepenuhnya pita suara atau menutup dan menegangkannya. Taruh jari anda di jakun untuk merasakan perubahan tersebut (bergetar ketika tertutup dan tegang, tidak bergetar ketika terpisah sepenuhnya). 1. 2. 3. 4. 5.

pa fa pa na sya

ba va ba nya dja

ta sya wa ka tja

da dja ma ga dja

ka fa pa la sa

ga va ba nya za

ta sya ra ka tja

da dja wa ga dja

Tanpa disadari, kita sudah mempelajari proses pertama dari artikulasi dengan cara memproduksi bunyi bersuara dan tak bersuara. Pada saat nafas mengalir, bersuara atau tidak, melewati hulu tenggorokan, terjadi tiga bentuk artikulasi yang berbeda, Pertama, di bagian Soft Palate (Bagian langit-langit yang lembut di r ongga mulut bagian belakang) dapat diangkat dan diturunkan untuk menyetir udara menuju rongga hidung (nasal) atau rongga mulut (oral). Lalu, ketika udara mengalir ke rongga mulut, dapat diringtangi, atau dibiarkan lewat dengan bebas. Akhirnya, jika dirinta ngi, lokasi dimana rintangan itu berada memproduksi bunyi tersendiri.

116

Dibawah ini adalah bentuk -bentuk artikulasi dari aliran nafas: 1. 2. 3. 4.

Apakah aliran nafas bersuara atau tidak? Apakah nafas melewati ruang nasal atau oral? Jika berada di ruang oral, apakah nafasnya ditahan? Jika ditahan, di daerah mana nafas itu tertahan?

BUNYI SUARA NASAL (DI RONGGA HIDUNG) Titik pertama artikulasi aliran nafas setelah melewati pita suara adalah langit -langit di bagian belakang rongga mulut (soft palate). Ketika langit -langit lembut ini diangkat dan diturunkan, dia membuka jalan untuk aliran udara lewat menuju rongga hidung di mana di sana beresonansi. Dalam bahasa Indonesia kita memiliki setidak-tidaknya tiga bunyi resonan yaitu m, n, dan ng. Resonansi nasal memainkan peran yang penting dalam menciptakan variasi nada yang menunjukkan kualitas dari ucapan kita. Dialek -dialek daerah (jika memang sudah ada bunyi bahasa Indonesia yang standar), termasuk cacat wicara, datangnya dari penggunaan resonansi nasal yang salah. Ke tika melakukan latihan di bawah ini, kita akan menemukan manerisme suara dari daerah di mana si aktor itu berasal atau memang dia cacat wicara. Dengan menguasai latihan-latihannya, diharap si aktor dapat mengatasi kelemahan kelemahan dari caranya berbicara . Jika ada masalah, mungkin seorang “speech pathologist” dapat melatih khusus untuk mengatasi masalah tersebut. Karena salah satu bagian yang paling utama yang membatasi penampilan seorang aktor adalah cacat disuaranya. LATIHAN No. 32 – BUNYI NASAL 1. Sambil memproduksi nada berkesinambungan (misalnya , a dalam kata fajar). Angkat dan turunkan soft palate (dengan membuat bunyi a menjadi ng), dan konsentrasikan kepekaan anda pada vibrasi -vibrasi yang diproduksi oleh tenggorokan, mulut, dan di area di waja h di sekitar hidung. Cobalah latihan ini dengan bunyi-bunyi yang berbeda. Sambil melakukan latihan ini, coba memproyeksikan nadanya ke area segitiga di sekitar hidung dengan sekuat tenaga sehingga vibrasi dipermukaan area ini dapat dirasakan dengan sentuha n jari. 2. Ketika anda memproduksi nada yang tidak nasal (seperti bunyi huruf hidup), rasakan berapa besar resonan di rongga hidung memberikan kontribusi (tanpa merubahnya) kepada kualitas dari nada tersebut. Periksa dengan cara menutup dan membuka hidung de ngan jari -jari anda.

117

BUNYI SUARA ORAL (DI RONGGA MULUT) Aksi artikulasi yang paling kompleks terjadi di rongga mulut. Aliran nafas, bersuara atau tak bersuara, diberi kesempatan untuk melewatinya dengan bebas atau dirintangi . Jika lewat dengan bebas, artikulasi itu dapat “dibentuk” dengan memposisikan bagian -bagian mulut yang dapat bergerak (terutama rahang, lidah dan bibir). Bunyi bunyi yang diproduksi dari bentuk terbuka ini umumnya adalah huruf hidup. Bunyi huruf hidup dal am bahasa Indonesia sebenarnya lebih banyak dari jumlah huruf hidup tersebut (hanya 5 saja, a, i, u, e, o. (misalnya bunyi a di kata fajar berbeda dengan bunyi a di kata ken a). Ada 4 katagori dalam memproduksi bunyi huruf hidup. Pertama, di depan di rongga mulut (hanya mengikutsertakan bibir), di tengah tengah (hanya menggunakan lidah dan bibir), atau di belakang (hanya menggunakan rahang dan lidah), dan bunyi -bunyi kombinasi yang disebut diftong (seperti misalnya bait, rantai, imbau, kau) yaitu gabungan du a huruf yang menghasilkan bunyi rangkap, ayunan bunyinya tidak terputus antara satu huruf ke huruf hidup yang lainnya. LATIHAN No. 32 – HURUF HIDUP DAN DIFTONG 1. Buat diri anda rileks dan seimbang. Dengan menggunakan daftar dibawah ini, nadakan setiap buny i berulang kali, dengan mengkonsentrasikan diri pada pengembangan resonansi sepenuhnya dan menggunakan persediaan nafas seefisien mungkin. Apakah anda mendapatkan volume dan resonansi yang maksimum dari penggunaan udara yang minimum? 2. Produksikan nada denga n cara melebih-lebihkan bentuk mulut. Baca daftar di atas menurut urutannya, dengan menaruh konsentrasi pada gerak yang terjadi (dari depan ke belakang) di rongga mulut dan pada bertambahnya “ukuran” mulut karena semakin banyak ruang tercipta di sana. 3. Ucapkan bunyi diftong dengan lambat untuk mengeksplorasi dan merasakan ayunan dari satu huruf ke huruf hidup yang lainnya. Apakah anda memproduksi bunyi yang jelas berbeda untuk setiap huruf hidup? Rekaman suara akan sangat berguna untuk menentukan kelemahan -kelemahan artikulasi anda. BUNYI SUARA ORAL: KONSONAN Ketika aliran nafas dirintangi atau tertahan di mulut, bunyi yang tercipta adalah huruf konsonan. Resonansi konsonan lebih kecil tetapi lebih tajam dibanding bunyi resonansi huruf hidup. Arti harafiah konsonan adalah “berbunyi dengan”, hal ini

118

mengindikasikan bahwa bunyi konsonan itu sendiri tidak menciptakan satu suku kata, mereka harus dikombinasikan dengan huruf hidup. Jika kita mempertimbangkan artikulasi konsonan, ada dua pertanyaan yang harus dijawab. Pertama, di posisi mana aliran udara dirintangi? Kedua, berapa besar rintangannya? Untuk pertanyaan pertama, dapat dilihat bahwa ada empat posisi di mulut di mana terjadi artikulasi (lihat gambar 10). Sambil titik -titik artikulasi ini bergerak maju di mulut, kualitas dari bunyinya berubah, sebagai berikut: A. Gutural: bagian belakang lidah menyentuh bagian belakang mulut. Dalam bahasa Indonesia biasanya hanya bunyi -bunyi kebisingan yang nonverbal saja. B. Palatal Belakang: bagian belakang lidah dapat diangkat dan bersentuhan dengan langit -langit lembut (soft palate) untuk membuat bunyi huruf seperti g. C. Palatal Tengah: bagian tengah lidah dapat diangkat dan bersentuhan dengan langit -langit keras (hard palate) untuk membuat bunyi huruf seperti k D. Dental: di bagian ini, lidah digunakan bersama dengan bagian gusi di belakang gigi depan di atas untuk membuat bunyi huruf t. E. Labial: di bagian ini, bibir bagian bawah bersatu dengan gigi bagian atas untuk membuat bunyi huruf f atau bibir dengan bibir bersatu untuk membuat bunyi huruf b.

Rongga hidung Langit-langit keras Langit-langit lembut Lidah

Gambar 10 Titik-titik artikulasi di mulut. 49

Su mbe r: R obe rt L. B e ne d etti , T he A cto r at Wor k , E ngle wo od C li f f s, N.J: Pre nti ce Ha ll I nc . , ha l . 9 8 . 49

119

Anda dapat juga merasakan bahwa bunyi dapat dibuat dengan memindahkan aliran udara dari bersuara menjadi tak bersuara dan sebaliknya. Jika kita mempertimbangkan sebagaimana besarnya aliran nafas yang dirintangi, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui apakah aliran nafas sepenuhnya ditahan atau hanya dirintangi? Jika aliran udara sepenuh nya ditahan, hasilnya berarti “berhenti” atau “plosive” (arti harafiahnya ledakan), karena diproduksi dengan menutup aliran nafas sepenuhnya di satu titik di rongga mulut lalu membiarkannya “meledak” tiba -tiba. Dilain pihak, jika aliran nafas dirintangi tetapi masih dapat mengalir memproduksi konsonan yang disebut “berlanjut”, karena bunyinya dapat ditahan untuk beberapa waktu (Hmmm, Enak!). Sekarang kita sudah mengerti dua katagori umum dari konsonan, “berhenti” dan “berlanjut”. Di katagori “berlanjut”, a da beberapa katagori menengah : 1. Nasal (m, n, ng) yang sudah dijelaskan di atas. 2. Frikatif di produksi dengan memaksakan aliran nafas melewati ruang yang sempit. Beberapa (tetapi tidak semua) memiliki kualitas bunyi mendesis. 3. Campuran adalah bunyi kombinas i yang diproduksi oleh bunyi bunyi palatal yang “plosive” dan bunyi frikatif yang lembut seperti huruf c dan j. 4. Mengayun adalah bunyi yang diciptakan oleh aliran nafas yang tidak lama tertahan, yang langsung mengayun ke bunyi huruf hidup. Atau sebaliknya j ika di mulai dengan huruf hidup mengayun ke posisi tertahan seperti bunyi kata arung atau jeram. LATIHAN No 33 – KONSONAN Dengan menggunakan bahan latihan no. 21 eksplorasikan bunyi-bunyi dengan melebih -lebihkan gerak dan posisinya. Baca perlahan-lahan terlebih dahulu bunyi labial, dental, palatal, nasal, dan mengayun. Apakah produksi bunyi -bunyi nyata perbedaannya? Apakah persediaan udara digunakan dengan efisien? Apakah resonansi dari setiap bunyi mencapai titik maksimum? Proyeksi suara yang benar bukan hanya karena dukungan nafas dan vokalisasi yang benar saja. Tetapi juga tergantung pada artikulasi yang baik. Banyak aktor yang menyangka bahwa untuk dapat didengar dia hanya perlu berbicara keras padahal lebih dibutuhkan pengucapan

120

yang jelas untuk dapat didengar. Salah satu kelemahan vokal yang paling banyak adalah aktor yang mudah di dengar tapi tidak mudah di mengerti. Para psikolog mengatakan bahwa kelemahan vokal lebih sering disebabkan oleh kurang percaya diri. Memang identitas kepribadian kita tampil melalui suara. Kepribadian dalam bahasa Inggris personality mempunyai dua arti dasar yaitu “topeng” dan per sona atau “melalui bunyi”. Maka dengan demikian, studi kita tentang suara sangat berhubungan erat dengan karakter. HUBUNGAN ANTARA ARTIKULASI DAN KARAKTER Tujuan dari studi tentang suara adalah untuk membuatnya menjadi instrumen yang lentur yang dapat merespon dengan segera tuntutan karakter dan gaya naskah. Untuk mencapai kelenturan yang diharapkan, otot-otot yang mengkontro l artikulasi perlu dilatih dengan penuh disiplin. Walaupun demikian, bersama -sama dengan proses pengembangan otot -otot artikulasi, anda harus meningkatkan kepekaan pendengaran anda, kemampuan untuk mendengar aspek aspek yang ekspresif dari artikulasi di k ehidupan sehari-hari. LATIHAN No.34 – ARTIKULASI DAN MANUSIA 1. Perhatikan kebiasaan orang berartikulasi di sekitar anda. Bagaimana malas, tidak yakin, malu, berani, dan ciri -ciri kepribadian lainnya diekspresikan melalui artikulasi? 2. Efek apa saja yang dib erikan oleh emosi yang berbeda -beda terhadap artikulasi? 3. Coba ciptakan kembali artikulasi yang sudah anda latih dan selidiki perasaan -perasaan anda saat berbicara dengan cara yang bermacam -macam. Situasi juga sangat mempengaruhi artikulasi karena artikulasi adalah alat dari otot -otot untuk mengekspresikan dirinya secara verbal di masyarakat. Dengan demikian, artikulasi adalah alat yang paling ekspresif dari perasaan seorang aktor tentang situasi sosial tersebut. Penekanan terhadap bunyi yang keras dan menggigit dapat memberikan satu indikasi dari sikapnya. Bunyi panjang dan lembut dapat juga memberikan satu indikasi dari satu sikap yang berbeda. Bunyi yang merata tanpa tekanan dapat menunjukan sikap tertekan. Banyak indikasi sikap yang ekspresif yan g dapat diberikan oleh artikulasi yang membutuhkan eksplorasi dan pelajaran yang lebih khusus.

121

LATIHAN No.35 – ARTIKULASI DAN KARAKTER Dibawah ini adalah dialog prosa dari naskah Raja Lear . Tanpa memperdulikan karakterisasi, gunakan untuk eksperimen di bawah ini. Rekaman suara anda akan sangat menolong. “Gerhana matahari dan bulan akhir -akhir ini tak membawa kebaikan bagi kita. Sungguhpun para ahli bisa menerangkan begini begitu, namun alam tergoda oleh akibat-akibat yang nyata: cinta mend ingin, persahabatan murtad, sanak saudara bercerai, dalam kota ada pemberontakan, di luar kota sengketa, di istana khianatan, dan putuslah ikatan anak dan ayah. Ramalan itu juga mengenai anakku durjana ini: anak menentang ayahnya; baginda ingkar fitnahnya; ayah lawan anak. Zaman yang terbaik telah lampau; muslihat, kerendahan budi; khianatan dan segala bencana jahat mengejar kita tak henti -henti sampai kubur.” 1. Baca dialognya dengan artikulasi yang “sempurna”. Bunyinya dilebih-lebihkan sampai artikulasinya tepat. 2. Baca dialognya kembali untuk mengekspresikan emosi yang berbeda-beda. Apa efek yang dibuat oleh kemarahan pada bunyi artikulasi kata -kata ini? Bunyi kata -kata apa saja yang penulis naskah berikan yang membantu anda mengekspresikan kemarahan itu? P ertimbangkan juga ekspresi ketakutan dan kepedihan dalam dialog, Anda akan menemukan bunyi yang diberikan penulis naskah sebagai alat untuk ekspresi otot untuk emosi -emosi tersebut. 3. Baca dialog sebagai alat ekspresi dari ciri -ciri kepribadian yang dominan. Apa efek yang dibuat oleh satu pribadi yang malu-malu terhadap artikulasi? Malas? Sombong? Tolol? 4. Apa efek yang dibuat oleh situasi terhadap artikulasi? Baca dialognya seperti sebuah rahasia yang sedang dikomunikasikan kepada seorang teman, lalu seperti s ebuah pernyataan dihadapan khalayak ramai. Selain perubahan di volume, perubahan -perubahan apa lagi yang terjadi pada artikulasi untuk situasi yang kontras ini? Artikulasi adalah hubungan otot, hubungan antara apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya, karena artikulasi itu sendiri adalah satu ekspresi gestur yang kompleks. Artikulasi bunyi yang dipilih oleh penulis naskah adalah satu langkah penting untuk masuk ke dalam lakonnya. Dari langkah ini, kita akan mulai mengerti ritme, gestur vokal dan fisik, dan semua

122

aspek fisik dari pertunjukan. Selanjutnya kita juga akan mempelajari bagaimana penulis naskah menciptakan lakon seperti sebuah partitur musik yang penuh dengan ritme, bunyi -bunyi, tanda-tanda yang dinamis, gestur -gestur, di mana semuanya dibutuhkan untuk karakterisasi peran. LATIHAN No.36 – KELENTURAN ALAT UCAP Dibawah ini adalah beberapa latihan yang dapat dipakai untuk melenturkan alat ucap si aktor, Setiap latihan harap dilakukan berurutan untuk mendapatkan hasil yang maksimal: SUN FACE, PRUNE FACE & MASSAGE 1. Renggangkan otot-otot di seluruh wajah anda dengan cara melebarkannya sebesar mungkin. Bayangkan otot -otot di wajah anda memancar seperti matahari (sun face). 2. Segera ciutkan otot -otot tersebut seolah -olah dia menjadi buah prune. (prune face) 3. Setelah itu dengan keadaan wajah anda yang normal, pijat pipi, dahi, rahang dengan jari -jari anda untuk membuatnya rileks. Lakukan latihan ini beberapa kali. MELENTURKAN RAHANG 1. Jepit dagu anda di kiri dan kanan dengan jempol dan telun juk. 2. Getarkan dagu tersebut dengan menggoyang -goyangkan jepitan ke atas kebawah. Anda akan merasakan rahang bergoyang tanpa perlu anda goyangkan sendiri. Hasil yang diharapkan bukan goyangan dari jepitan, tetapi goyangan tersebut menciptakan getaran rahang tanpa perlu dikomando oleh pikiran anda. MELENTURKAN BIBIR Rapatkan bibir anda dan hembus nafas melaluinya secara periodik menciptakan getaran di bagian bibir. Lakukan beberapa kali. Kemampuan Ekspresi tentu tidak hanya berhubungan dengan usaha mengenal pribadi serta seluruh teknik aparatus fisik yang sudah dijelaskan di atas. Masih banyak latihan -latihan lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan fisik seorang aktor seperti latihan kemampuan pernafasan yang disebut Tai Chi Chu’an dan medi tasi terutama dibutuhkan untuk keseimbangan tubuh, pikiran, dan perasaan. Latihan -latihan tubuh yang lebih eksternal seperti seni tari,

123

gimnastik, anggar, pencak silat, dan mime, dapat menolong si aktor meningkatkan kemampuan fisiknya untuk mengekspresikan si karakter dengan lebih kreatif.

124

WORKSHOP KE ENAM Games-games di bawah ini dilatih setelah latihan -latihan relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran Kedua. Selain itu, ulangi sebagian games -games yang sudah dimainkan di Workshop Pertama sampai dengan ke Enam yang khususnya melatih kreativitas. 1. RADIO DRAMA Pemain : 6 atau lebih. Pusat perhatian : kemampuan mengekspresikan emosi lewat suara (dialog) dan bunyi -bunyi (pendengaran) tanpa melihat ekspresi fisikal pemain. Contoh : Sebuah sekolah di kampung. SIAPA : GURU dan MURID-MURID, GURU berumur 45 tahun dan sedikit tidak suka mengajar . Seorang muridnya agak “bolot” GURU: Tiga kali tiga sama dengan ? MURID: (Bersama-sama) Sembilan. GURU : Tiga kali empat sama dengan ? MURID: (Bersama-sama) Dua belas. GURU: Tiga kali lima sama dengan ? MURID: (Bersama-sama) Lima belas. GURU: Kenapa kamu nggak buka mulut, Johny ? Kamu tau jawabanya atau enggak ? Jawab ? MURID: Enggak Bu. GURU: Maju ke depan, dan tulis semua jawa ban yang diberikan teman-temanmu ! BUNYI : Suara seseorang menggeser kursi dan menyiapkan kapur untuk menulis di papan tulis. GURU: Lagi... Sudah sampai di mana tadi? Oh, ya. Tiga kali enam sama dengan? MURID: Delapan belas. GURU: Angka delapannya nggak j elas. Tiga kali tujuh ? MURID: Dua Puluh satu. BUNYI: Suara kapur menggores papan tulis. GURU: Joni? Apa itu di kantong kamu? BUNYI: Suara seekor anak ayam. BUNYI: Tawa riuh. 2. STAGE WHISPER Pemain: Sebanyak -banyaknya. Tujuan: Melepaskan otot -otot di tenggo rokan dan mengalirkan energi seluruh tubuh menjadi bisikan panggung yang bisa didengar.

125

Pada pemain di kiri dan kanan yang tetap mempertahankan satu pembicaraan dengan pemain di tengah. DESKRIPSI: Semua pemain, duduk, dengan kedua kaki di lantai, melakukan “panting” sekeras -kerasnya, mencoba membuka tenggorokan mereka sebesar mungkin. Sambil otot -otot di tenggorokan relax, pemain mulai memberi bunyi pada “panting” itu. (Jika ada yang oyong, hentikan latihan untuk sementara). Selanjutnya, pemain mul ai mengucapkan kata -kata mudah, seperti angka, atau pantun menggunakan stage whisper. Misalnya: Two, four, six, eight! Who do we appreciate! SIDE-CAOCHING: Lepasin otot -otot di tenggorokan! Coba buka tenggorokan kalian! Tambahkan bunyi! Dorong bunyinya dari kaki keatas, dan keluar! OBSERVASI: Stage Whisper bukanlah bisikan yang sebenarnya, karena penonton harus bisa mendengar dan sebenarnya “ngacting”. Jika dilakukan dengan benar, suara akan beresonansi.

126

PELAJARAN KE ENAM SI AKTOR DAN LINGKUNG ANNYA Dalam pelajaran sebelumnya, kita lebih banyak mendiskusikan masalah si aktor dengan dirinya, seseorang yang berusaha untuk lebih peka terhadap tingkah laku fisik dan vokal pribadinya. Sekarang, kita akan melanjutkan kepada perkara si aktor yang ber usaha untuk lebih peka terhadap dunia di luar kulitnya karena disanalah tempat dimana dia bekerja. Organisme kita berfungsi di dalam sebuah lingkungan, dan kita tidak akan merasakan diri kita berarti tanpa usaha meningkatkan kepekaan terhadap dunia dima na kita hidup. Selain dari pada itu, tingkah laku yang kita gambarkan nanti di atas panggung akan lebih ekspresif karena tingkah laku tersebut akan dinyatakan secara eksternal terutama ketika si karakter yang dimainkan akan berhadapan dengan karakter -karakter lain, berhadapan dengan tempat dimana dia hidup, dan berhadapan dengan benda -benda yang ada dilingkungannya. Panggung atau lokasi syuting adalah "ruang" (tempat) di mana perilaku si aktor terhadap ruang tersebut adalah aspek yang terpenting dari pert unjukan yang akan dimainkannya. Gerak aktor di sekitar ruangan di atas panggung atau di lokasi syuting tersebut dan hubungannya dengan aktor -aktor lain harus mengekspresikan satu arti dan logika tersendiri. Walaupun bidang ini adalah tanggungjawab seorang sutradara dan penata panggung, si aktor harus sensitif terhadap ruang tersebut. Yang penting adalah si aktor harus mengerti "dimana dia berada". Dengan mengerti tempatnya, si aktor menyediakan satu titik di mana kontak fisik tercipta antara dirinya dengan lingkungan, dia menyediakan jangkar dan memfokuskan dirinya, dia menyediakan dan memberi basis yang kuat untuk pengalaman hidup yang akan dibangunnya di dalam realita tersebut. LATIHAN BERGRUP KEDUA - EKSPLORASI RUANG 1. Tempatkan diri anda di sekitar ruang (panggung) di mana saja. Sentuh bentuk fisik lingkungan tersebut dengan kulit anda dengan cara meluncur, menggeser, merangkak, menggelinding. Bergerak dalam bentuk lingkaran se luas ruangan teater (bahkan auditorium) atau seluruh lokasi syuting sebanyak anda dapat mencakupinya. Jangan melenceng dari jalur anda, apapun obyek yang anda temui (termasuk orang lain), Lakukan eksplorasi yang mendetail dari semua obyek yang anda temui tersebut.

127

2. Dengan menggunakan kulit anda sebanyak mungkin, pengaruhi ruang orang lain yang ikut ambil bagian dalam latihan ini sambil anda terus bergerak di area panggung. Perhatikan efek apa yang anda dapat dari orang lain tersebut dengan berjalan menggeser, menyapu, atau melabrak ketika melalui mereka, mengambil ruang mereka, dan lain -lain. Apa efeknya terhadap anda juga? 3. Tutup mata dan bergerak lambat ke seluruh ruang di panggung, mencoba tidak menyentuh obyek fisikal atau orang lain. Selidiki dengan kulit, pendengaran, dan penciuman anda untuk ruangan yang mungkin ma sih terbuka (kosong), merangkak, merenggang, atau berjingkat, apapun yang perlu anda lakukan untuk menemukan ruang yang tidak ada penghuninya. Tetapi anda harus tetap bergerak. Perhatikan jika tabrakan yang terjadi semakin berkurang atau anda semakin bebas bergerak setelah latihan sering dilakukan. Si aktor juga harus mengerti bahwa ruang di atas panggung bukan hanya lingkungan di mana dia hidup, tetapi juga materi di mana dia akan mencipta. Panggung atau lokasi syuting dan semua obyek sensasi yang ditaw arkan oleh panggung atau lokasi syuting tersebut dapat menyokong karya si aktor jika dia menerimanya dan berhubungan dengan realitanya. LATIHAN No. 28 - HUBUNGAN DALAM RUANG A.

Bersama seorang teman di kelas anda, pilih salah satu bentuk hubungan yang sede rhana, misalnya, antara ibu dan anak, suami dan istri, polisi dan demonstran, dan sebagainya. Lalu, tanpa direncanakan terlebih dahulu, mulai bergerak sesuai dengan hubungan tersebut di sekitar panggung. Bergerak biasa saja sampai hubungan fisik muncul yan g sepertinya cocok dengan makna dari hubungan yang dipilih di atas. Jangan gunakan kata -kata. Jangan mulai dengan situasi atau plot yang spesifik. Biarkan kualitas individual dari bentuk gerak itu yang keluar sambil anda saling beraksi reaksi. Jika yang mu ncul adalah satu aktivitas tertentu, bangun konsep gerak diatasnya. B. Masih dalam hubungan yang sama, sekarang satu orang memilih pesan yang akan disampaikan yang memiliki potensi emosional yang kuat (misalnya: "aku tidak gila!” atau “aku benci padamu", dan lain-lainnya), dan tanpa menggunakan kata-kata, gunakan gerakan untuk mengkomunikasikan pesan tersebut. Tanpa kata -kata atau tanda -tanda, tapi dengan gerak saja. Ketika lawan main mengerti pesan yang ingin disampaikannya itu, gunakan ruang untuk mencoba

128

mengkomunikasikan jawaban. Dia dapat menguji pengertiannya dengan cara terus menerus mencocokkan geraknya. BEKERJASAMA Orang lain adalah bagian yang terpenting dari lingkungan kita. Cara mereka bertindak terhadap diri kita, cara kita bertindak terhadap mereka, dan cara kita bereaksi satu sama lain membentuk proses sosial yang dinamis dari kehidupan yang mana sebagian besar membentuk diri dan menentukan kepribadian kita. Proses sosial ini sangat penting bagi para aktor, karena drama adalah versi yang “ditingkatkan” secara artistik dari proses interaksi sosial yang disebut di atas. Sama seperti kebanyakan orang dipengaruhi oleh orang-orang lain yang berada di sekitar dirinya, demikian juga karakter-karakter dalam naskah kebanyakan dibentuk oleh hubungannya d engan karakter lain di naskah. Ketika kita perhatikan seorang karakter di atas panggung atau di lokasi syuting, kita mendapatkan informasi tentang dia tidak saja dari apa yang dilakukannya, tetapi juga dari bagaimana karakter karakter lain berhubungan de ngan dia. Pendapat yang mengatakan bahwa tugas seorang aktor adalah menciptakan karakternya, masih kurang tepat. Lebih benar jika dikatakan bahwa tugas aktor adalah menciptakan karakter -karakter lain yang ada di naskah , karena kepribadian di atas panggung atau di lokasi syuting, sama seperti dalam kehidupan sehari -hari, berakar pada interaksi dinamis dengan kepribadian-kepribadian lain dalam satu situasi tertentu. Pendek kata, aktor harus saling menciptakan dari pada menciptakan karakter sendiri. Sudah menjadi satu kebenaran pula bahwa sebuah naskah, sebagai satu kesatuan plot, bergerak maju karena hubungan -hubungan yang jujur antara karakter -karakternya ketika mereka berinteraksi setiap saat. Memang benar bahwa di atas panggung, apa yang akan dilakukan aktor ketika dia berperan adalah memberi reaksi pada sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, reaksi ini, selanjutnya, menjadi aksi yang akan memicu reaksi selanjutnya. Dengan demikian, tenaga yang memotivasi naskah untuk bergerak maju adalah proses aksi-reaksi ini. Hanya jika si aktor dan lawan mainnya benar -benar beraksi-reaksi di atas panggung atau di lokasi syuting, transaksi yang terjadi antara karakter mereka dapat terlihat dengan jelas dan nyata. Sebuah produksi teater atau film/tv, kalau begi tu, berhasil jika produk yang dipertunjukan adalah penggabungan yang harmonis dari usaha para senimannya. Akting adalah aktivitas sebuah team, dan

129

adalah pelajaran tentang proses kerjasama dengan aktor -aktor lain. Penulis naskah, August Strindberg, mengata kan hal penting itu dalam suratnya kepada sebuah grup teater, katanya: Tidak ada bentuk seni lain yang sifat ketergantungannya lebih besar dari pada akting. Kontribusi yang diberikan si aktor tidak dapat diisolasikan, lalu dia menunjukkan kontribusi itu kepada orang lain dan berkata: “Ini milikku!” Jika dia tidak mendapat dukungan dari aktor -aktor lainnya, pertunjukannya tidak akan bergaung dan akan dangkal. Dia akan melenceng dan melakukan infleksi -infleksi dan ritme-ritme pertunjukan yang salah. Dia tid ak akan memberi pengaruh apa -apa pada penonton bagaimanapun besarnya usaha yang dia lakukan. Aktor harus saling tergantung. Kebersamaan antara para aktor sangat penting dalam sebuah pertunjukan. Saya tidak perduli jika si aktor menempatkan dirinya di posis i tertinggi atau terendah, dia paling kiri atau kanan, dia paling dalam atau dangkal, selama aktor -aktor itu melakukannya bersama. 50 Jika semua berlangsung dengan baik, jika pertunjukan ensemble tercipta, ketika penonton sepenuhnya memberikan diri mereka pada peristiwa yang terjadi di atas panggung atau dalam film/tv, maka saat -saat indah terjadi. Setiap orang yang terlibat akan merasakan bahwa mereka menerima lebih dari yang mereka berikan . Itulah fenomena yang paling terhebat di dunia teater/film/tv, dan semuanya tergantung dari kebersamaan seniman-senimannya. Bahkan dalam sebuah adegan pendek dari satu naskah yang panjang, jika karakter-karakternya saling bertentangan satu dengan yang lain, para aktornya harus tetap mempertahankan hubungan yang erat yang tersirat dibawahnya. Misalnya, dalam naskah Hedda Gabler, karya Henrik Ibsen, hubungan antara Thea Elvsted dan Hedda Gabler jelas tidak harmonis karena Ibsen membuat mereka berjalan sejajar (istilah teaternya “juxtapose”), kedua -duanya mempunyai keinginan yang sama hanya cara melakukannya saja yang berbeda. Di luar dan pada saat latihan, kedua aktor yang memainkannya harus memiliki kebersamaan yang erat karena semakin erat kebersamaan, semakin tulus dan jujur pertentangan yang terjadi dipertunjukannya. KEBERSAMAAN Kebersamaan dapat dicapai jika masing -masing seniman saling berbagi objektif, sehingga tidak perlu ada anggota team yang harus mengorbankan individunya untuk kepentingan seluruh team. 50

Au g ust Stri n dbe rg , “ N otes t o t he Me mbe rs o f t he I nt ima te T hea tre, “ ter je ma ha n E ve re tt S pr in c ho r n, T ula ne Dra ma Review , 6 n o. 2 ( N ov . 1 96 1 ), ha l . 1 5 7. V e r si I nd o ne sia ol eh pe n ul is .

130

Seharusnya setiap anggota memberi kontribusi pada usaha ang gotaanggota lain karena kerja mereka mengalir ke arah yang sama. Perlu dicamkan bahwa arti “ensemble” bukanlah kerja kolektif, tetapi satu grup dari individu-individu yang memiliki kebersamaan, yang mana identitas dari setiap individu tersebut ditingkatka n kadar kepribadiannya oleh karena anggota lain dan oleh karena keanggotaannya di grup itu. Kebersamaan dapat dicapai jika ketiga kondisi di bawah ini dipenuhi : 1. Komitmen . Sudah menjadi tanggungjawab seorang aktor untuk memberikan seluruh dirinya pada set iap peran yang dimainkan, setiap naskah yang dipertunjukan, setiap kerja yang dilakukan. 2. Menyokong lawan main . Semua individu dalam grup mempunyai alasan yang berbeda -beda ketika memilih profesinya. Apapun alasan itu, setiap orang harus mendukungnya, walaupun tidak semua setuju dengan alasan tersebut. Alasan untuk komitmen tidak penting, yang penting komitmennya. 3. Komunikasi yang bebas dan terbuka . Jarang ada produksi teater/flim/tv yang tercipta tanpa masalah dan konflik. Bagaimanapun bersahabatnya dan bes arnya dukungan, masalah perbedaan pendapat, kebutuhan yang bertentangan, atau masalah biasa yang susah diselesaikan selalu akan dihadapi. Semua problema ini adalah sumber inspirasi yang sangat berpotensi dan kemungkinan -kemungkinan untuk ciptaan yang kreatif selama setiap anggota terus dapat berkomunikasi dengan bebas dan terbuka. Melalui usaha berbagi rasa yang bebas dan terbuka, problema dapat berubah menjadi inspirasi yang kreatif. Kebersamaan sebenarnya perlu di mengerti sebagai sesuatu yang memang sudah alamiah dalam kehidupan manusia. Manusia itu adalah bagian yang terintegrasi dengan lingkungannya, dan lingkungan itu dengan si manusia. Pandangan kita tentang dunia internal dan eksternal hanyalah soal persepsi yang berbeda saja. Faktanya adalah bahwa dunia internal kita adalah bagian dari dunia eksternal itu, atau, sebenarnya, dunia itu adalah satu kesatuan adanya, yang hanya dialami secara internal dan eksternal. Dalam bukunya berjudul Centering, M.C. Richards berkata: Situasi internal dari dunia lu ar itu sangat jelas terlihat dalam kehidupan tubuh kita ini. Udara yang kita hirup pada satu saat akan dihirup oleh orang lain dan sudah pernah dihirup oleh orang sebelumnya. Kita berada pada satu kesatuan proses dinamis organisme yang saling menghirup uda ra dalam lautan makhluk hidup yang saling melayani. Sementara kita semakin

131

yakin menyadarinya di alam pikiran sadar, maka kita akan merasakan kebersamaan itu dengan nyata dan sederhana. Kita mengerti bahwa usahanya bukan untuk saling berhubungan, tetapi us ahanya adalah untuk semakin menyadari keberadaan kita yang sudah saling berhubungan itu. Sambil kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada keberadaran hidup bersama, kita akan merasakan bahwa hidup itu kenyamanan, kebebasan, dan kealamiahan yang memenuhi hati kita dengan kebahagiaan. 51 LATIHAN No. 29 – BERTUKAR NAFAS. 1. Duduk dengan rileks dan bernafas dengan tenang dan perlahan-lahan, merasakan aliran nafas itu seperti yang dijabarkan di kutipan di atas. 2. Duduk bersama seorang rekan sambil menarik dan mengeluarkan nafas. Ketika anda mengeluarkan nafas, rekan anda dengan perlahan -lahan mulai menarik nafas. Nafas yang mengalir di antara anda berdua terasa seperti air hangat yang mengalir dari satu sumber ke sumber yang lain dan kembali. 3. Sementara anda me rasakan energi yang mengalir melalui pertukaran nafas ini, biarkan nafas tersebut bervibrasi pada saat memberikan nafas. 4. Setelah anda merasa nyaman berbagi energi suara, biarkan vibrasi nafas ini mulai membentuk menjadi kata -kata, apa saja, tetapi diucapkan ketika anda sedang memberi energi nafas itu. Dengar ketika rekan anda memberikan energi nafasnya/kata -kata, biarkan terjadi pertukaran pikiran antara anda berdua ketika anda berbagi nafas. Jangan terbatas hanya pada ritme bernafas yang reguler, biarkan r itme komunikasi berjalan secara alamiah. Kalau sudah terlatih, energi yang mengalir ini dapat menjadi bunyi, lalu kata-kata, dan tentu saja pikiran. Pikiran dapat disampaikan dan diterima sama seperti pertukaran udara ketika bernafas. Ketika satu adegan dramatis mengalir sesuai dengan yang diharapkan, prosesnya sama dengan pertukaran energi yang tidak terputus, kadang -kadang diekspresikan melalui kata -kata dalam dialog, gerak, atau hanya dengan satu lirikan, tetapi energinya akan tetap mengalir untuk dit erima dan diberi. Ketika koneksinya terputus, adegan dan karakter -karakternya mati. Ma ry Ca ro li ne R i c ha rd s, Ce nte ri ng , We sle ya n Un i ver sit y Pre ss , 1 9 6 4 , ha l . 3 9. 51

132

MEMBIMBING DAN MENGIKUTI Kita tidak saja saling menolong dalam pekerjaan kita, tetapi juga secara aktif saling membimbing dan mengikuti satu sama lain. Rantai aksi -reaksi yang menggerakkan lakon mengalir seperti satu energi yang tidak terputus dari aktor ke aktor, tetapi pada satu saat tertentu salah satu di antara para aktor ini akan menjadi “orang yang membawa bola”. Hal ini penting bagi pergerakan lakon, bahwa energi dikirim dan terima dari aktor ke aktor seefektif mungkin, sehingga stimulasi yang diterima sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan untuk memberikan reaksi dan melakukan tugas untuk itu. Tranfer energi dari aktor ke aktor seperti ini disebut dengan membimbing dan mengikuti, di mana semua aktor adalah pembimbing dan pengikut sekaligus. Kedengarannya tidak logis, tetapi latihan latihan dibawah ini dapat memberi pengalaman langsung dari proses saling tergantungnya para aktor dan dapat menerangkan pentingnya kepekaan indera aktor untuk mampu memberi respon kepada rekannya sehingga kebersamaan yang sangat aktif itu dapat dicapai. LATIHAN No.30 - MEMBIMBING DAN MENGIKUTI 1. MEMBIMBING SI BUTA. Anda dan rekan anda saling bergandengan di jari saja. Rekan anda menutup matanya, dan anda membimbingnya mengitari ruangan, tanpa suara. Setelah yakin betul dan keadaan sekitar sudah dikuasai, mulai bergerak lebih cepat dan perpanjang jarak perjalanannya. Mungkin selanjutnya dilakukan dengan berlari. Jika situasinya men gijinkan, mungkin anda dapat berjalan -jalan ke tempat yang lebih jauh. Tukar posisi ketika kembali ke ruangan. 2. MEMBIMBING DENGAN SUARA. Mulai seperti latihan di atas, tetapi ketika sudah cukup jauh, putuskan gandengan dan mulai membimbing rekan anda dengan satu bentuk bunyi atau kata yang sederhana. Perpanjang jarak dan kecepatan. Periksa diri anda setelah melakukan latihan ini. Sebagai pengikut, apakah anda benar -benar berjalan atau berlari, maksudnya, apakah anda benar menyerahkan diri anda sepenuhnya pada berat gerak anda, atau anda hanya “berpretensi” bergerak sambil menahan dengan hati -hati berat anda? Sebagai pembimbing, apakah anda benar -benar menolong rekan anda yang buta untuk mengikuti anda? Perhatian aktor aktor lain yang sedang melakukan latihan ini. Apakah anda melihat bagaimana tegangnya, bagaimana kelihatannya mereka sangat terkoneksinya satu dengan yang lainnya? Intensitas

133

mendengar dan melihat satu sama lain di atas panggung harus terjadi seperti yang terjadi dalam latihan di atas.

134

WORKSHOP KE TUJUH Games-games di bawah ini dilatih setelah latihan -latihan relaksasi, konsentrasi, kepekaan dan kreativitas yang ada di Pelajaran Kedua. Selain itu, ulangi sebagian games -games yang sudah dimainkan di Workshop Pertama sampai dengan ke Enam yang khususnya melatih kreativitas.

1. TALI KUSUT Pemain : 6 atau lebih. Pusat perhatian: keterikatan dalam kelompok, kerjasama. DESKRIPSI: Semua berdiri dalam lingkaran, lalu setiap aktor dalam kelompok mengulurkan tangannya ke tengah lingkaran dan memegang tangan aktor lain (siapapun itu, tidak perlu aktor yang disebelahnya). Demikian pula tangan yang satu lagi, meraih tangan aktor lain dalam lingkaran tersebut. Tidak satupun anggota yang diperbolehkan kedua tangannya menyentuh tangan satu orang yang sama. Grup ini sekarang berada dalam satu ikatan tali yang kusut. Tujuan dari pada permainan ini adalah mencoba untuk melepaskan kekusutan tersebut tanpa melepaskan pegangan tangan masing-masing aktor. Tugasnya membutuhkan kerjasama yang besar dari setiap aktor, ada yang harus melangkahi, menyusup dan bergerak kesana kemari diantara tangan -tangan itu. OBSERVASI: 1. Hampir semua bentuk kekusutan dapat dilepaskan. Biasanya ketika kekusutan terlepas, grup ini menjadi satu lingkaran yang besar. Aktornya bisa menghadap ke dalam atau keluar lingkaran. Terkadang, grup ini bisa membentuk dua lingkaran, kadang berhubungan kadang terlepas. 2. Kadang, kekusutan membutuhkan waktu sampai setengah jam untuk bisa terlepas, tapi selalu bisa terlepas. Kadang, ti dak terlepas, jika itu terjadi, lepaskan pegangan masing -masing dan mulai lagi. Kemungkinan kekusutan tidak terlepas jarang terjadi. 2. DON’T LET GO Pemain : 6 atau lebih. Pusat perhatian : keterikatan dalam kelompok, kerjasama. DESKRIPSI: Pemain membentu k satu garis panjang dengan berpegangan tangan. Pemain di ujung garis mulai membimbing

135

garis itu disekitar ruangan. Dengan cara berbalik, berputar, atau kembali lagi di jajaran garis itu dengan membentuk konfigurasi ular. Ujung garis itu menyelak titik -titik lain di garis itu, sehingga garisnya mengikat sendiri sampai tidak bisa lagi bergerak. Sekarang, ujung belakang garis mulai membuatnya tidak terikat sampai semuanya lurus kembali. SIDE COACHING: Jangan lepas! Jangan lepas! OBSERVASI: Semakin tersulam, semakin terikat talinya. 3. PEMBUNUH Pemain: Paling sedikit 6 orang. Kebutuhan lain: Kartu Remi. Pusat perhatian: Kepekaan grup, kebersamaan. DESKRIPSI: 1. Di mulai dengan satu kartu per aktor. 2. Distribusikan kartu ke pada setiap aktor. 3. Instruksikan pada setiap aktor untuk memperhatikan kartunya masing -masing tetapi tidak memperlihatkannnya pada orang lain. 4. Aktor yang mendapatkan RATU SKOP adalah pembunuhnya. 5. Tujuan utama si pembunuh adalah “membunuh” semua aktor. 6. Tujuan aktor lain adalah menemukan siapa pembunuhnya. 7. Cara pembunuh membunuh orang itu adalah dengan melakukan “eye contact” dan main mata. 8. Aktor yang melihat si pembunuh main mata padanya, harus menghitung sampai 3 dan mati seteatrikal mungkin. Tidak ada konsep berlebihan di permainan i ni. 9. Tentu saja si pembunuh akan berusaha untuk bermain mata tanpa dilihat oleh aktor lain. 10. Setiap aktor harus memperhatikan dengan seksama mata aktor lainnya sambil mengelak untuk tidak ada yang main mata dengannya. 11. Setiap pemain bisa saja mencoba menebak pembunuhnya dengan mengatakan siapa nama pembunuhnya. Jika aktor itu benar. 12. Jika pesertanya banyak, pembunuhnya dapat dibuat lebih dari satu orang. 13. Jika seorang pembunuh berhasil membunuh pembunuh lainnya, pembunuh yang di bunuh harus memberikan pengakuan terakhir dan berharap dapat diampuni Tuhan atas kesalahannya sebagai bagian dari adegan kematiannya.

136

14.

Jika semua pembunuh ditemukan, atau orang terakhir yang tidak bersalah terbunuh, permainan selesai.

OBSERVASI : 1. Latihan ini memberikan tantangan untuk melakukan observasi pada orang lain setiap saat, niatnya sama untuk si pembunuh atau aktor yang tidak bersalah. 2. Yang tidak bersalah harus mampu memperhatikan si pembunuh ketika sedang bermain mata pada seseorang. 3. Si pembunuh harus yakin betul bahwa tidak sedang diperhatikan ketika hendak beraksi. 4. Lebih baik merasa bahwa kita adalah bagian dari satu grup yang besar dari pada hanya seorang individu yang bekerja sendiri. 5. I LIKE YOU BECAUSE… / I LOVE YOU BECAUSE... Pemain: 2 orang atau lebih. Pusat Perhatian: Percaya kepada lawan main. DESKRIPSI 1. Semua aktor berdiri berhadap -hadapan. (Row A dan B) 2. Aktor di Row A akan menyatakan apa yang dia suka pada aktor di row B selama satu menit. Kalimat A harus dimulai dengan “Aku suka sama kamu karena … Lanjutannya bisa saja: …senyum kamu menawan.” atau “ kamu sepertinya suka bersahabat” dll. 3. Aktor di row A harus berbicara tanpa berhenti lama dan tujuannya adalah memberikan komentar yang setulus dan sejujur mungkin. 4. Setelah s elesai, Aktor di row A bisa pindah satu langkah dan berbicara dengan aktor didepannya. Demikian seterusnya sampai kembali ke semula. 5. Aktor di row B mungkin mendapat giliran setelah aktor di row A berbicara ke tiga atau empat aktor dihadapannya. DISKUSI Bagaimana rasanya menyatakan rasa suka ke teman sekelas selama satu menit? Ada yang bikin kamu kaget? Ada tembok -tembok yang runtuh? Apakah situasi di kelas jadi berubah? Apa penting untuk aktor meruntuhkan tembok -tembok fisikal dan emosional?